Endang: UU Bercana Harus Diubah, Dana BNPB Tidak Cukup Rp 400 M Setahun

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Indonesia yang berada di ring of fire (cincin api pasific) rawan bencana alam gempa bumi dan tsunami. Karena itu, pemerintah tidak bisa menanggulangi bencana hanya mengandalkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dengan anggaran yang minimalis.

Hal itu dikatakan anggota Komisi VIII DPR RI yang membidangi agama dan kesejahteraan, Endang Maria Astuti menanggapi penanganan korban gempa bumi dan tsunami yang meluluh lantakkan Palu, Donggala serta daerah sekitarnya, Jumat (28/9).

Politisi Partai Golkar kelahiran Wonogiri, Jawa Tengah, 16 April 1966 itu menyampaikan duka cita atas musibah gempa bumi di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah yang menelan korban lebih dari 800 orang.

Melihat penanganan korban bencana gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah ini, sudah saatnya pemerintah mengubah Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

“UU itu perlu direvitalisasi. Tidak bisa pemerintah hanya mengandalkan BNPB dengan anggaran minimalis. Pemerintah harus meningkatkan anggaran BNPB,” kata Endang seperti keterangan yang diterima Beritalima.com di Gedung DPR RI Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (1/10).

Menurut perempuan berhijab ini, anggaran BNPB harus digenjot ketika beberapa bencana melanda, sebab sekarang ini anggarannya tidak memadai.

Hal itu juga yang menyebabkan penanganan tanggap darurat dengan dana Rp 400 miliar untuk meng-cover seluruh Indonesia, sehingga harus putar otak untuk operasional penanganan bencana.

Pada sisi lain, kata Endang, masyarakat di titik-titik ring of fire itu harus mendapatkan sosialisasi mengenai mitigasi atau kesiapsiagaan bencana. Bahwa bencana itu menjadi kewaspadaan jika mereka sudah tahu tanda-tanda alam.

“Sosialisasi itu perpaduan kearifan lokal, sehingga dengan sendirinya masyarakat sudah siap. Dan ketika bencana melanda tidak menimbulkan korban yang begitu besar,” jelas wakil rakyat dari Dapil Provinsi Jawa Tengah IV tersebut.

Persoalan yang tidak kalah pentingnya, kata Endang, adalah penanganan pasca bencana. Perlu diapresiasi kesigapan BNPB, Presiden, Menko Polhukam, Mensos dan Mendagri serta aparat lain yang datang ke lokasi. Hanya yang perlu adalah mengkordinir, karena dalam satu dua hari ini sebagian masyarakat masih belum tertangani dengan baik.

“Penganganan bencana ini perlu dilakukan lintas koordinasi supaya masyarakat korban gempa segera merasakan bantuan,” ungkap Endang, lulusan Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi (Unisri) Surakarta ini.

Ditambahkan, reaksi cepat penanganan korban amat perlu dilakukan, sehingga masyarakat merasa nyaman dan terlindungi, terlebih kepada kaum perempuan dan anak-anak.

Bantuan trauma healing harus diutamakan, kepada anak yang ditinggal orang tuanya memerlukan pemulihan jangka panjang. Dalam masa-masa sekarang ini, sifat kegotongroyongan masyarakat sangat diharapkan dengan membuka posko dapur umum, meski suplainya dari Kemensos.

Terkait dengan status bencana, Endang meminta untuk dipertimbangkan dan tidak merugikan masyarakat. Sedangkan beberapa negara sahabat yang akan memberikan bantuannya, hal itu tidak bisa ditolak. Namun, diingatkan bantuan asing jangan nantinya menimbulkan persoalan di masyarakat.

“Diharapkan ada SOP dari pemerintah, sehingga tidak sampai merusak tatanan yang sudah terbangun. Kearifan lokal tidak boleh terkikis dengan hadirnya bantuan, dimana pada saat orang mendapat musibah down dan kondisi itu bisa dimanfaatkan siapa saja,” demikian Endang Maria Astuti. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *