Hindari Hoaks, Hanifah: Muslimah Harus Cerdas dan Smart Gunakan Media

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Presidium Majelis Nasional Forum Alumni HMI-wati (Forhati) Hanifah Husein mengingatkan perempuan muslimah harus cerdas dan smart menggunakan media dan menerima informasi dengan melakukan fact checker sehingga tidak menyebarkan hoaks.

“Saya meminta perempuan dan mahasiswi muslimah yang tergabung dalam organisasi wanita Islam hendaknya menjadi pelopor untuk tidak penyebar hoaks dan melakukan fact checker bila menerima berita atau informasi,” kata Hanifah, di Jakarta dalam keterangan pers yang diterima Beritalima.com, Rabu (3/4).

Dijelaskan terkait pelaksanaan seminar dan kajian tentang Fact Checker bagi Perempuan Sadar Olah Literasi Digital (Solid) yang diselenggarakan Forhati beberapa waktu lalu.

Dijelaskan, perkembangan teknologi informasi yang menggerakkan industri digital, mempengaruhi perilaku masyarakat Indonesia, terutama berkaitan dengan politik menjelang pemilihan presiden, seperti saat ini.

Karena itu, Forhati mengundang organisasi mahasiswi Islam, organisasi wanita Islam dalam seminar sadar olah literasi digital. Dengan demikian, Forhati, mahasiswi dan organisasi perempuan Islam tidak merupakan bagian dari kalangan yang sering menyebar hoaks.

Berdasarkan data menunjukkan, ibu-ibu merupakan penyebar hoaks utama, karena mereka malas melakukan cross check, tabayyun atau melakukan verifikasi dan konfirmasi informasi.

“Forhati dan perempuan muslimah yang tergabung dalam organisasi Islam lainnya tetap semakin cerdas (smart) dan kritis dalam menerima dan menyebarkan informasi sehingga bermanfaat bagi penerimanya.”

Soal RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS), Hanifa Husein sepakat kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak dihapuskan. Namun, tidak semua kalangan sepakat terhadap kebebasan seksual dan perilaku seksual menyimpang yang dapat ditimbulkan.

“Secara akademis, RUU PKS bertentangan dengan Panca Sila sebagai dasar dari segala hukum atau sumber hukum yang ada di Indonesia. Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa mengisyaratkan, semua UU yang berlaku di negara ini harus sesuai dengan ajaran agama di Indonesia.”

Dinilai, dalam RUU PKS itu masih terdapat pasal yang secara implisit membuka celah terjadinya hubungan sejenis, dan hanya dihukum bila melakukan kekerasan dan pelecehan seksual.

Padahal dalam Islam, hubungan sesama jenis adalah perbuatan yang dilarang. Di sisi lain terdapat celah, perbuatan zina tidak dapat dihukum. Sebenarnya bisa diusulkan dalam penyempurnaan UU yang sudah ada, seperti KDRT dan UU Perdagangan Manusia, UU Perlindungan Anak, atau RUU KUHP.

“Bisa juga diakomodir dengan diusulkannya RUU Kejahatan Seksual. Mudah-mudahan DPR mendatang bisa lebih smart mencermati kepentingan masyarakat tentang kekerasan seksual ini,” demikian Hanifah Husein. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *