Pascasarjana UKI Ingin Melihat Das Sollennya Seperti Apa Setelah Putusan MK Terhadap Caleg Koruptor

  • Whatsapp

JAKARTA, beritalima.com – Diskusi Publik yang diselenggarakan Pasca Sarjana Universitas Kristen Indonesia (UKI), dengan mengetengahkan Kedudukan Calon Legislatif Setelah Putusan Mahkamah Agung Sebagai Suatu Tinjauan Yuridis, Sabtu (22/9/2018), di Aula Pascasarjana UKI, Jalan Diponegoro No.86, Salemba, Jakarta Pusat.

Diskusi yang dimaksud oleh panitia Diskusi Publik itu, ingin mengetahui apakah putusan MA, sudah sesuai dengan amanat konstitusi dan memberi ruang untuk melakukan tindakan pidana, serta memberikan kepastian hukum. Karena itu, Steering Committe terhadap putusan Mahkamah Agung untuk Calon Legislatif Koruptor dan Narkoba dibolehkan mencalonkan. Harus ada kejelasan dan kepastian antar lembaga peradilan bila melihat keadaan saat ini. Karena UU Pemilu belum diputus di MK, Caleg sudah diputuskan MA terlebih dahulu. Sementara PKPU mengacu pada Pemilu yang sedang mengacu yang digugat di MK.

Hadir narasumber pada keaempatan itu, diantaranya adalah Prof. Dr. John Pieris, SH., MS, Dr. Daniel Yusmic P. Foekh, SH., MH, Dr. Mompang L. Panggabean, SH., M.Hum, Dwi Putra Nugraha, SH., MH, dan Deddy P. Tambunan, S.Ip.

Pada tema tersebut, John Pieris menyimpulkan bahwa Caleg Koruptor yang dibolehkan mendaftar di KPU berdasarkan amar putusan Mahkamah Konstitusi. Ia sebenarnya tidak terlalu membatasi hak seseorang warga Negara Indonesia untuk mencalonkan kembali sebagai calon Legislatif. Kendati namanya sudah tercoreng sebagai Caleg Legislatif Koruptor tapi ia masih memiliki hati agar caleg yang nama sudah tercoreng itu, tidak perlu dipermasalahkan kembali. Yang jelas boleh mencalonkan kembali manakala terjadi lagi melakukan tindak pidana korupsi, maka yang bersangkutan tidak boleh mencalonkan kembali untuk selamanya.

Sementara diungkapkan Monpang L. Panggabean sebagai Dosen Pascasarjana UKI, menyatakan bahwa masalahnya ada yang kurang dan tidak tuntas untuk memperlakukan para Caleg Koruptor. Hal ini terkait UU Tindak Pidana Korupsi yang masih perlu direvisi, hanya saja untuk merevisi UU tersebut kurang berani dengan tegas dengan melihat konsekwensi.

“Pada pemikiran saya harus ada pemikiran untuk membenahi UU Tipikor tersebut, karena hal ini menyangkut budaya hukum. Dan kembali pada peraturan maka pembenahan akan lebih baik lagi sayangnya ketika legislasi terindikasi masih kurang faham,” tandas Mompang

Hal lain dijelaskan Mompang bila tidak mampu mengkodifikasi KUHAP maka setidak – tidaknya harua ada paradigma baru, dengan pemikiran – pemikiran akademisi dan berupaya mengkritisi seperti Das Sollennya seperti apa. “Yang penting kita sikapi persepsi ke depan baik eksekutif maupun legislatif,” tandasnya. dedy mulyadi

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *