Pengamat: Kredibilitas Nara Sumber Penyebab Banyak Masyarakat Tolak Sinovac

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin saat Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi membidangi kesehatan dan tenaga kerja di Ruang Rapat Komisi IX DPR RI Gedung Nusantara I Komplek Parlemen Senayan, Jakarta beberapa hari lalu menjadi ‘bulan-bulanan’ politisi senior PDI Perjuangan, dr Ribka Tjiptaning dengan pernyataan dan peringatan.

Dalam rapat dengan Komisi IX DPR RI itu, Budi memaparkan, Pemerintah terus memperbaiki sosialisasi pelaksanaan vaksinasi Covid-19. Untuk itu, Pemerintah bakal masif mensosialisasikan vaksin Covid-19 melalui media mainstream dan media sosial dengan meminta sumber-sumber kredibel bicara lebih banyak untuk menangkal hoaks.

Apa yang disampaikan Menteri, ungkap pengamat politik Universitas Esa Unggul, Jakarta, Muhammad Jamiluddin Ritonga saat bincang-bincang dengan Beritalima.com di Jakarta, Sabtu (16/1), Budi menyadari masalah kredibilitas nara sumber menjadi salah satu faktor gagalnya komunikasi publik, khususnya terkait vaksinasi.

Para nara sumber yang menyampaikan informasi vaksin tidak dipercaya sebagian masyarakat. Padahal, mereka itu umumnya petinggi di negeri ini.
“Kalau sebagian masyarakat sudah tidak mempercayai para nara sumber itu, dengan sendirinya informasi yang dia disampaikan juga tak dipercaya alias ditolak,” kata pria yang akrab disapa Jamil ini.

Hal tersebut, papar Jamil, tentu saja berakibat tidak terjadinya efektifitas komunikasi publik yang dilakukan dan diinginkan pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ketidakpercayaan itu terjadi karena selama ini sebagian masyarakat menilai pemerintah tidak terbuka terkait vaksin Covid-19 khusunya produk Sinovac.

“Akibat dari ketidakpercayaan tersebutlah timbul rasa tak aman terhadap vaksin Covid-19 produksi perusahaan China tersebut. Situasi demikianlah yang membuat setiap individu punya cara sendiri-sendiri untuk sampai pada sebuah keyakinan apa yang aman dan tidak aman buat mereka,” jelas Jamil.

Untuk mencegah hal itu, kata pengajar Isu dan Krisis Manajemen, Metode Penelitian Komunikasi serta Riset Kehumasan ini Pemerintahan Jokowi seyogyanya menyampaikan proses pembuatan vaksin Covid-19 produk Sinovac dengan sejumlah bukti bahwa vaksin itu aman. Semua bukti itu disampaikan secara lengkap dan transparan.

Imformasi lengkap dan transparan itu sebaiknya disampaikan orang dan lembaga yang kredibel pula. “Wewenang untuk menyampaikan informasi soal vaksin Sinovac tersebut bisa diberikan kepada Tim Uji Klinis tahap III dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, PT Bio Farma, IKatan Dokter Indonesia (IDI), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Fakultas Kedokteran dari perguruan tinggi,” kata Jamil.

Suka atau tidak, lembaga-lembaga itulah yang masih dipercaya sebagian besar masyarakat. Kalau hal itu tidak diperhatikan pemerintahan Jokowi, ke depan komunikasi publik terkait vaksinasi akan terus mendapat penolakan dari sebagian masyarakat Indonesia.

“Kita tentu tidak ingin vaksinasi ini gagal. Bagaimana pun, ikhtiar ini harus sukses, agar masalah pandemi Covid-19 dapat secepatnya teratasi. Anak negeri tentu sudah rindu hidup normal. Ini hanya bisa kita temui lagi kalau Covid-19 lenyap dari negeri tercinta,” demikian Muhammad Jamiluddin Ritonga. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait