Politisi Senior Demokrat: Spirit UU PA 1960 Jangan Hilang

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Spirit pasal 1 hingga 15 Undang-Undang Pokok Agraria (UU PA) 1960 jangan sampai hilang. Contohnya pasal 9 UU PA 1960 yang menyebutkan, hanya Warga Negara Indonesia (WNI) dapat mempunyai hubungan sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa dalam batas-batas ketentuan pasal 1 dan 2.

Hal itu dikatakan Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Herman Khaeron ketika memimpin Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) menerima masukan terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pertanahan.

RDPU tersebut dihadiri DPP Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia (DPP PP REI), Pengurus Pusat Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PP IPPAT), Direksi Kawasan Industri dan Tim Panitia Kerja RUU Pertanahan dari pemerintah di Gedung DPR RI Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, awal pekan ini.

Pasal 2 berbunyi, ungkap politisi senior Partai Demokrat tersebut, atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) UUD dan hal-hal sebagai yang dimaksud pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.

Negara tentu tidak ingin melepas berbagai kepemilikan tanah kepada warga negara asing. Namun, menurut wakil rakyat dari Dapil VIII Jawa Barat itu, bisa dimungkinkan untuk memberikan sewa jangka panjang. Tentu saja titik berat dengan kepastian hukum terkait kepemilikan sewa jangka panjang itu harus jelas pengaturannya dalam UU.

Terkait kedudukan IPPAT, laki-laki kelahiran Kuningan, Jawa Barat, 4 Mei 1968 tersebut membandingkan dengan negara-negara maju seperti Belanda yang memiliki daratan kecil tetapi penduduknya sekitar 17 juta jiwa.

Fungsi pejabat pembuat akta tanah di negara itu, kata Herman, sangat penting karena Pemerintah Belanda mengelola tanahnya melalui Kementerian Dalam Negeri. Juga kadastral membidangi pertanahan berstatus sebagai bank tanah yang mengatur konsolidasi lahan.

“Sertifikat yang dikeluarkan pemerintah, itu hanya selembar dan kapan saja bisa di-print out dengan jaminan si pembuat atau korporasi non government organization yang mengeluarkan terhadap legitimasi kepemilikan lahan itu statusnya sangat kuat,” ungkap Herman.

Dikatakan, legitimasi pertanahan bukan ada di government, melainkan di non government organization seperti kadastral. Untuk itu dibutuhkan penguatan ke dalam ini harus dilakukan gitu jangan kemudian banyak kasus mendelegitimasi terhadap keberadaan IPPAT.

“Ini yang harus betul-betul ketat, sehingga kalau suatu saat pemerintah hanya sebagai pengelola saja, legitimasinya ada di organisasi lain, tentu ini harus diperkuat dari sisi kepastian legitimasinya itu,” demikian Herman Khaeron. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *