Potret Dunia Internasional, Hangatnya Tema Besar People Power di Indonesia

  • Whatsapp

SURABAYA – Akhir-akhir ini, istilah People Powermuncul kembali ke permukaan dan menyapa orang-orang untuk mengetahui keberadaannya. People Poweryang kembali muncul merujuk pada kondisi era 1998.

Seolah-olah kondisi Indonesia saat ini sedang darurat dan yang memiliki kekuatan tertinggi adalah rakyat, sehingga rakyat perlu bergerak untuk mengambil alih kekuasaan negara.

Hal tersebut muncul akibat dari penilaian tidak percaya terhadap informasi sementara dan kekhawatiran terhadap hasil Pemilu jika tidak sesuai dengan ekspektasi, kemudian ditambah dugaan dugaan peristiwa meninggalnya ratusan petugas penyelenggara yang disangkutkan dalam pelanggaran kemanusiaan.

Sehingga itu yang menjadi tema besar dan indikator utama untuk mendiskreditkan sebuah tatanan sistem yang sebenarnya telah disepakati bersama dan sekaligus menjadi sebuah aturan yang berlaku.

Peristiwa people power yang masih teringat sampai saat ini, baik melalui buku bacaan, tulisan artikel atau cerita cerita khas ala aktivis pada saat diskusi dan menikmati secangkir kopi di senja hari.

Lebih kurang 33 tahun yang lalu di Filipina terjadi sebuah peristiwa puncak gerakkan besar yang telah berhasil merubah kekuasaan otoriter diktaktornya, Presiden Ferdinand Edralin Marcos.

Peristiwa tersebut dikenal dengan istilah People Power. Gerakan tersebut berawal dari rakyat dan seluruh lapisan masyarakat, baik sipil bahkan sampai militer.

Tercatat, beberapa nama diantaranya Gubernur Evelio Javier yang akhirnya terbunuh pada saat proses Pemilihan Februari 1986 karena berada di pihak Corazon Aquino (Istri mendiyang Benigno Aquino “seorang revolusioner” pro demokrasi Filipina) yang menjadi Kompetitor Marcos pada Pemilu 1986, seorang pastor Gereja Katolik yang berama Kardinal Jaime Sin, Menteri Pertahanan Juan Ponce Enrille, Wakil Staf Angkatan Bersenjata Filipina Jenderal Fidel Ramos.

Puncak peristiwa people power tersebut dikenal dengan Revolusi EDSA (Epifano de los Santos Avenue, sebuah jalan di Metro Manila).

Berawal dari sebuah aksi protes besar terhadap rezim Marcos dijalan EDSA Filipina secara damai untuk menuntut berakhirnya Kepemerintahan Ferdinand Edralin Marcos.

Yang perlu dicatat adalah, bahwa gerakan Revolusi EDSA Filipina tidak terjadi dalam waktu singkat.

Peristiwa yang puncaknya terjadi tahun 1986 tersebut didahului oleh gerakan gerakan masif dan damai mulai dari tahun 1973, pada saat Marcos memimpin di periode keduanya. Gerakan tersebut bukan semata-mata gerakan oposisi politis karena Marcos berhasil menang di periode keduanya.

Periode kedua Presiden Ferdinand Marcos tidak semanis periode pertamanya, Marcos menyalahgunakan wewenang dalam keuangan negara yang menyebabkan Filipina terdampak inflasi dan devaluasi yang tinggi.

Dari sini kita dapat memahami bahwa istilah people power tidak ujug-ujug naik ke permukaan dan ingin memperkenalkan diri begitu saja.

Apalagi munculnya kembali istilah people power akibat dari penilaian tidak puas terhadap suatu sistem Pemilihan Presiden saja. Sekali lagi saya mengulang bahwa sistem yang berlaku adalah perumusan yang dilakukan secara bersama-sama.

Jangan sampai masyarakat yang kurang kenal dengan people power, dipaksa untuk mengenal secara instan yang hanya diperlihatkan packagingnya saja, yang hanya memperlihatkan bentuk daripada people power adalah gerakan protes besar-besaran saja.

Tanpa mengetahui apa saja substansi, isi dan indikator yang ada di dalamnya. Apabila isi, substansi dan indikator didalam bungkus people power sudah lengkap dan sudah memenuhi pra syaratnya, maka kemasan people power tersebut layak di distribusikan untuk dikonsumsi oleh publik (saya menganalogikan dalam teori pemasaran).

Publik yang telah megkonsumsi people power akan sama sama bersepakat untuk merealisasikan hal-hal yang menjadi isi didalam kemasan people power tersebut. Publik yang mengkonsumsinya adalah seluruh lapisan masyarakat. Bukan hanya sebagian bahkan golongan.

Nah, sehingga terlepas dari eksistensi people power saat ini, kita memandang dari sudut seorang millennial. Bahkan, bagi kita people power menjadi sangat penting. Persaingan dunia millennial global sangat kompetitif sekali.

Apabila millennials peopleIndonesia tidak memiliki positive power, maka akan sulit untuk menyeimbangi bahkan unggul di tingkat global.

Ketika permasalahan-permasalahan domestik telah kondusif secara obyektif, maka yang menjadi tuntutan millenial’s peopleadalah persaingan di tingkat lebih tinggi, yaitu tingkat global antar bangsa-antar negara.

Belum lagi ketika berbicara Revolusi Industri Digital 4.0. Tanpa adanya kesadaran dan kemauan yang kuat, maka Bangsa kita akan statis saja, akan hanya menjadi pejalan kaki di tempat saja.

Untuk dapat mengarah kepada persaingan millennial global, perlu adanya kekuatan millennial’s people, millenial’s positive poweritu sendiri. Gerakkannya terstruktur, sistematis, masif serta kuat pendirian untuk berpikir positif, obyektif, rasional dan memiliki semangat pantang menyerah.

Oleh : Cahya Nugeraha Robimadin (Presiden BEM Unesa Periode 2019-2020 Kabinet Garda Kusuma)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *