Proses Ritual Grebeg Suro, Ini Penelitiannya

  • Whatsapp

MALANG – Ngebel merupakan salah satu desa yang berada di Ponorogo dan merupakan salah satu tempat pelaksanaan rangkaian tradisi ritual Grebeg Suro.

Masyarakat Ngebel adalah satu dari beberapa masyarakat adat yang masih tetap menjaga seluruh kebudayaan warisan nenek moyang atau leluhur.

Satu diantara tradisi yang hingga saat ini masih dipertahankan adalah tradisi ritual Grebeg Suro yang mana tradisi Ritual Grebeg Suro terdiri dari beberapa rangkaian acara, seperti festival reog, pawai lintas sejarah, kirap pusaka, dan larungan sesaji serta risalah do’a.

Salah satu acara dari serangkaian acara Grebeg Suro, yakni acara Larungan Sesaji merupakan sebuah ritual untuk menolak bala atau sial.

Ritual ini dilaksanakan saat tanggal 1 Muharram atau 1 Suro, yang mana perayaan Grebeg Suro ini melibatkan seluruh elemen masyarakat Ponorogo, mulai anak-anak sampai dengan sesepuh. Dibalik prosesi ritual tersebut banyak terdapat nilai-nilai filosofi serta makna dalam seluruh prosesi Ritual Grebeg Suro.

Hal itu dikemukakan oleh hasil penelitian tim mahasiswa Uuniversitas Negeri Malang yang tergabung dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) untuk kategori penelitian sosial humaniora.

Tim ini terdiri dari Istikharotul Khoirun Nisa’ dari Fakultas Ilmu Sosial (2016), Elis Sri Kusumawati dari Fakultas Ekonomi (2016), dan Eka Ari Widayanti dari Fakultas Ilmu Sosial (2016).

Menurut Istikharotul, tradisi ritual upcara Grebeg Suro memiliki ciri khas yang sangat kental akan budaya Bumi Ponorogo, yang mana di dalam tradisi tersebut menjadikan rasa solidaritas yang kuat antar masyarakat Ponorogo serta terdapat rasa gotong-royong, persatuan, dan mencerminkan rasa cinta terhadap kearifan lokal.

“Dalam pelaksanaan upacara tradisi ritual Grebeg Suro terdapat rangkaian-rangkaian acara yang dianggap masih mistis oleh masyarakat umum seperti : melarungkan tumpeng raksasa ke tengah telaga, menyembelih kambing wendit dan menanam tulang kaki kambing wendit di pojok-pojok telaga,” kata Hartono, Juru Kunci atau pelaksana larungan sesaji.

Menurut tim PKM Sosial Humaniora Universitas Negeri Malang, dari penelitian mereka, ditemukan korelasi antara kepercayaan terhadap hal ghaib dengan tingkat keselamatan masyarakat Ponorogo.

Meski zaman sudah berubah namun tradisi ritual Grebeg Suro ini masih tetap dilaksanakan oleh masyarakat Ponorogo, buktinya dalam setahun sekali tepatnya pada satu Suro masyarakat Ponorogo masih melaksanakan tradisi ritual Grebeg Suro bahkan tradisi ini dilaksanakan dalam kurun waktu hampir 1 bulan, mulai dari mendekati 1 Suro sampai setelah 1 Suro.

Kami dari tim PKM Sosial Humanora Universitas Negeri Malang berkesimpulan dengan menjalankan warisan para keluhurnya, masyarakat Ponorogo dapat lebih menjiwai bagaimana perjuangan para leluhurnya dalam menciptakan tradisi ini kemudian bisa mempertahakan tradisi ritual Grebeg Suro tetap ada sampai saat ini, selain itu dengan tetap melaksanakan tradisi tersebut masyarakat Ponorogo bisa hidup tentram dan damai.

Eka Sri Widayanti, anggota tim peneliti lainnya juga menuturkan bahwa, tradisi ritual Grebeg Suro ini merupakan hal yang sangat penting untuk kehidupan masyarakat Ponorogo, sebagai bentuk wujud rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Hasil penelitian ini dapat membantu pemerintah daerah dalam melakukan inventarisasi budaya di Ponorogo.

Sumber : Tim Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Sosial Humaniora Universitas Negeri Malang :

Yuswanti Ariani Wirahayu (Pembimbing)

Istikharotul Khoirun Nisa’ (Ketua)

Elis Sri Kusumawati (anggota)

Eka Ari Widayanti (anggota)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *