Soal UUD 1945, Lemkaji Minta Masukan Panglima TNI, Menhan dan Gubernur Lemhanas

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Lembaga Pengkajian (Lemkaji) MPR RI menggelar Rapat Pleno Khusus dengan mengundang Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, Menteri Pertahanan RI Jenderal TNI (Purn) Ryamizard Ryacudu dan Gubernur Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhannas) RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo di Ruang GBHN, Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (27/2).

Selain Panglima TNI, Menteri Pertahanan dan Gubernur Lemhanas, juga hadir Wakil Ketua MPR RI Dr H Mahyudin serta para Pimpinan Lemkaji MPR yakni Rully Chairul Azwar, Jafar Hafsah, Prof Syamsul Bahri serta para anggota Lemkaji MPR.

Mahyudin mengungkapkan, sesuai tugas dan wewenang MPR sesuai UU No.17 Tahun 2014 atau UU MD3 adalah membuat kajian ketatanegaraan berkaitan dengan pelaksanaan UUD.

Lemkaji adalah salah satu unsur pelaksana amanah UU untuk membuat kajian. Untuk itu, perlu tambahan masukan dan pemikiran dari elemen bangsa tentang berbagai isu yang dikaji.

“Dan, saya mengapresiasi Panglima TNI, Menhan serta Gubernur Lemhannnas bersama-sama pimpinan dan anggota Lemkaji berdiskusi, memberikan sumbangsih pemikiran buat lembaga MPR ini tentang ketatanegaraan kita,” kata politisi senior Partai Golkar tersebut.

Ketua Lemkaji yang menjadi Pimpinan rapat Rully Chairul Azwar mengatakan pihaknya kali ini mengundang Panglima TNI, Menhan dan Gubernur Lemhannas menjadi narasumber untuk memaparan serta memberi masukan materi pembahasan utama mengenai ‘Pertahanan, Keamanan dan Wilayah Negara’.

Dikatakan, Lemkaji memang sedang mengkaji persoalan yang berkaitan dengan pertahanan, keamanan dan wilayah negara berdasarkan UUD NRI Tahun 1945. Dalam Pleno ini pembahasan lebih fokus ke masalah pertahanan.

Terkait materi keamanandibahas nanti dengan unsur Polri. Lemkaji mencatat, ada beberapa persoalan terkait dengan pertahanan menjadi isu di masyarakat.

Misalnya tentang sistem Hankamrata sesuai amanah UUD NRI 1945 Pasal 30 ayat (2) apakah masih relevan. “Kami melihat tentu masih relevan karena ancaman masih terlihat tapi bentuknya tidak seperti dulu saat para founding fathers kita merumuskan.”

Waktu itu, kata Rully, ancaman fisik jelas terlihat tapi saat ini ancaman fisik jauh lebih sedikit dan tidak terlihat. Yang terlihat adalah ancaman proxy war dan cyber war.

Lalu soal hubungan TNI dan Polri dalam tugas di lapangan. “Hal itulah antara lain yang kami kaji dan kami minta masukan serta pandangan dari unsur pertahanan RI selain soal pemisahan TNI Polri, industri pertahanan, intelijen, dan tentang tindak pidana terorisme,” terang anggota DPR RI 2004-2009 ini.

Dalam paparannya, Ryamizard mengungkapkan bahwa dalam masalah pertahanan, Presiden RI telah memberikan kewenangan penuh kepada Menteri Pertahanan untuk melaksanakan pertahanan negara dari segala ancaman yang ada.

Ancaman terhadap pertahanan negara dilihat dari hakikat ancaman itu.
Dari situlah mengatasinya. Selain itu dilihat juga dari postur alat pertahanan negara yakni TNI bagaimana kekuatan personilnya, bagaimana alutsistanya, lalu dikondisikan dengan hakikat ancaman sehingga kita bisa mengatasinya secara efektif dan efisien.

“Jadi dalam menghadapi ancaman, tidak asal beli alutsista dan tidak asal mengerahkan semua kekuatan pertahanan tapi tidak tahu arahnya,” kata Menhan.

Hakikat ancaman, lanjut Ryamizard, yang belum nyata yakni perang terbuka antar negara. Perang terbuka saat ini kurang diminati, zamanya sudah beda. Di negara-negara Asia saja sudah komitmen jika ada masalah diselesaikan secara baik-baik dan selama ini kawasan Asia baik-baik saja.

Tapi, ancaman yang belum nyata akan menjadi nyata jika memenuhi unsur, kalau kedaulatan terganggu, keutuhan negara terganggu dan keselamatan bangsa terganggu. “Jika itu terjadi baru kita perang dan perangnya bersifat semesta secara fisik dan non fisik,” tegasnya.

Ancaman berikutnya adalah yang nyata dan jelas menganggu yakni aksi terorisme, pelanggaran perbatasan, pemberontakan, narkoba, bencana alam dan cyber intelijen.

“Seluruh kekuatan personil dan alutsista dikerahkan untuk menghadapi ancaman yang nyata. Sedangkan menghadapi ancaman yang belum nyata waspada saja.”

Panglima TNI dalam paparannya mengatakan, dalam menjaga keutuhan wilayah terutama perbatasan, TNI mengambil langkahsesuai kebijakan pemerintah. Ini dilakukan agar penanganan tidak semata-mata masalah keamanan tapi lebih komprehensif lagi berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan masyarakat.

“Karena tugas pokok TNI menegakkan kedaulatan negara, pertahankan keutuhan wilayah NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD NRI 1945 dan melindungi bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.”

Yang menarik adalah penjelasan dan evaluasi Panglima TNI seputar ‘gesekan’ TNI Polri. Menurut evaluasi Panglima, penyebabnya karena provokasi, mental oknum yang tidak baik, disiplin, kesenjangan kesejahteraan dan overlapping tugas.

Sedangkan Gubernur Lemhannas berpesan, jika membahas pertahanan negara walau ada pemisahan kata antara pertahanan dan keamanan, nam sulit rasanya tidak menyentuh keamananan atau peran Polri.

“Intinya peran TNI dan Polri dalam pertahanan negara terutama untuk melindungi segenap bangsa Indonesia adalah peran yang penting dan sangat dibutuhkan rakyat Indonesia,” demikian Agus Widjojo. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *