SURABAYA, Beritalima.com-
Rangkaian acara PIMNAS ke-37 di Universitas Airlangga (Unair) masih berlangsung. Pada hari ketiganya, Kamis (17/10/2024), agenda PIMNAS semakin meriah dengan kegiatan Unair Berkain.
Kegiatan ini sekaligus menjadi peringatan hari batik nasional yang jatuh pada bulan Oktober.
Peringatan Hari batik menjadi tanda bahwa Indonesia bangga memiliki kekayaan warisan budaya wastra yang telah mendapat pengakuan dunia.
Unair juga turut dalam perayaan hari batik nasional lewat gelaran pawai berkain oleh 1000 orang civitas akademika di Universitas Airlangga.
Gagasan berkain berawal dari kesadaran bahwa sivitas akademika Unair berasal dari berbagai suku, bangsa, dan negara. Acara ini mendapat sambutan luar biasa dari sivitas akademika di Unair.
Hal ini terbukti dengan hadirnya berbagai civitas Unair dari lintas generasi, mulai dari alumni angkatan 74, mahasiswa internasional, pejabat universitas, hingga mahasiswa baru.
Rektor Unair, Prof Dr Mohammad Nasih SE MT Ak menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan salah satu bukti dari komitmen Unair untuk turut serta dalam melestarikan budaya bangsa.
“Kegiatan ini sekaligus merupakan bagian dari ikhtiar kami untuk bisa turut serta melestarikan dan mengembangkan kain batik sebagai dari budaya bangsa yang sangat luar biasa,” ucapnya
Wujud Keberagaman
Penggagas acara ini adalah Yuliati Umrah, alumni Ilmu Politik FISIP Unair tahun 1993 sekaligus Direktur Eksekutif ALIT Indonesia. Yuliati, yang juga seorang pemenang penghargaan 80 Pemimpin alternatif terbaik dunia versi pemerintah Amerika Serikat, secara langsung mengkoordinir kegiatan ini.
Universitas juga memberikan dukungan penuh melalui tim kepanitiaan PIMNAS 37 Unair.
Ragam wastra yang tampil dalam pawai menjadi gambaran kekayaan budaya nusantara dalam berbusana. Dalam Pawai ini tersaji berbagai jenis kain batik, mulai era klasik nusantara hingga era modern saat ini.
“Kalau kita bicara Wastra, ya Unair ini sebuah perwujudannya. Dalam pawai kali ini Unair menampilkan wastra-wastra asli nusantara, dimana wastra tersebut diakui oleh Museum of art Berlin, Jerman. Wastra batik yang dipamerkan ini telah mendapat pengakuan Unesco,” ungkap Yuliati.
Dalam berpakaian atau berbusana terdapat falsafah ajining raga saka busana yang berarti harga diri tercermin dari cara berpakaian. Oleh karena itu, pawai berkain ini diharapkan dapat menjadi edukasi bagi seluruh masyarakat agar tetap mempertahankan kekayaan ragam budaya wastra.
Harapannya Unair berkain juga dapat menjadi acara rutin tahunan serta menjadi ajang silaturahmi bagi seluruh civitas akademik.
Rasa Bangga
Ara, salah satu mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya UNAIR mengungkapkan rasa bangganya pada kegiatan ini. Menurutnya, kegiatan Unair berkain ini adalah wujud nyata bentuk kepedulian sivitas akademika lintas generasi pada budaya Indonesia.
“Tentunya Saya bangga dengan kegiatan ini, kak. Apalagi kami maba, jadi kami lebih banyak mengenal dan tahu kalau UNAIR itu mewakili wujud Sabang sampai Merauke ya,” ungkapnya.(Yul)