SURABAYA, Beritalima.com-
Kepala Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya (PRKPCK), Nyoman Gunadi mengungkapkan, kronologis penertiban sebanyak 38 hunian Rusunawa Gunungsari Surabaya yang terjadi pada Kamis (16/5/2024) pagi hingga siang hari beberapa hari yang lalu.
Rusunawa Gunungsari adalah milik Pemprov Jatim di bawah kelola Dinas PRKPCK Provinsi Jatim.
“Total ada 268 hunian di Rusunawa Gunungsari yang memiliki lima lantai ini. Dari jumlah itu, 9 hunian tidak berpenghuni alias kosong, hanya diisi barang saja. Sebelum penertiban, kami sudah memperingatkan dan melakukan upaya persuasif berkali-kali. Sehingga, 108 hunian dilakukan pemadaman listrik. Kemudian, ada 62 hunian terkena SP1, 62 terkena SP2, dan 47 hunian terkena SP3. Pada hari penertiban Kamis pagi, ada 38 hunian yang ditertibkan karena tidak membayar tunggakan. Total tunggakan kurang lebih mencapai Rp 1,5 miliar,” jelas Nyoman.
Menurut Nyoman, urusan sewa-menyewa Rusunawa telah diatur dalam Pergub Jatim Nomor 36 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pengelolaan Rumah Susun Sederhana Sewa Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Dalam Bab IV penyewaan Pasal 5, sudah disebutkan bahwa penghunian rusunawa dilakukan dengan cara penyewaan.
“Pelaksanaan penyewaan dilakukan dengan perjanjian sewa menyewa yang dibuat antara pemprov diwakili dinas terkait dengan penghuni yang bersangkutan,” kata Nyoman.
Nyoman mengatakan, pihaknya melakukan penertiban ke 43 hunian, di mana 38 hunian dengan kondisi ada penghuni, sementara 5 hunian kosong tanpa penghuni. Namun, ada barang di dalamnya. Lima hunian kosong ini sudah lama tidak ditinggali.
Nyoman menyebut 38 hunian yang berisi penghuni tersebut sudah melanggar perjanjian penyewaan rusunawa Gunungsari. Pihaknya sudah memediasi berulang kali, namun pihak penyewa tidak mempunyai itikad baik untuk membayar. Ia pun menceritakan kronologi sejak awal.
“Pada tanggal 4 Januari 2021 dilaksanakan penandatanganan perjanjian sewa menyewa di Rusunawa Gunungsari, ini dilakukan untuk semua pemanfaat hunian Rusunawa baik yang tidak memiliki tunggakan maupun yang mempunyai tunggakan. Bagi yang memiliki tunggakan tahun 2021 ke belakang ditindaklanjuti dengan penandatanganan surat pernyataan kesanggupan melunasi tunggakan dengan nominal dan jangka waktu mengangsur tunggakan dimaksud dengan batas waktu maksimal selama 2 tahun. Jika tidak sanggup melunasi tunggakan, maka akan dilakukan penyegelan listrik,” tukas Nyoman.
“Dalam perkembangannya, penghuni Rusunawa tidak mematuhi surat pernyataan yang mereka tandatangani. Pembayaran angsuran dan kewajiban pembayaran bulan berjalan tidak dilakukan,” tambahnya.
Kemudian pada tahun 2023 dilakukan perpanjangan perjanjian sewa menyewa bagi warga hunian Rusunawa yang telah lunas sampai dengan Desember 2022.
“Pada tanggal 28 November 2023 terhadap warga yang tidak kooperatif, baik dalam pembayaran tunggakan atau melanggar perjanjian sewa menyewa dalam kurun waktu Januari 2021 sampai dengan Desember 2022 dilakukan penyegelan meter listrik terhadap 108 hunian. Pada hari yang sama dengan saat dilakukan penyegelan meter listrik, sebagian besar warga telah menyelesaikan tunggakan dan melakukan penandatanganan perjanjian sewa menyewa dan sampai dengan sebelum dilaksanakannya penyampaian SP-1, terdata 52 warga yang tidak juga memenuhi kewajibannya untuk menyelesaikan tunggakan dan juga tidak memiliki perjanjian sewa menyewa,” bebernya.
“Setelah penyegelan meter listrik, beberapa warga menyambung listriknya ke jaringan fasillitas umum atau lampu selasar rusunawa Gunungsari, sehingga membuat jaringan listrik di fasum tidak stabil,” tambahnya.
Pada tanggal 15 Januari 2024, dilakukan sosialisasi yang dihadiri oleh Dinsos Jatim, Satpol PP Jatim, Dinsos Kota Surabaya tentang identifikasi data penghuni rusunawa Gunungsari.
“Untuk penghuni yang tidak mampu di luar Surabaya disarankan untuk pindah dari rusunawa Gunungsari ke Panti Sosial yang dimiliki oleh Dinsos Jatim di Sidoarjo. Bagi yang warga ber-KTP Surabaya akan ditampung sementara oleh Liponsos Surabaya. Akan tetapi rencana ini mengalami penolakan dari warga setempat dan terjadi deadlock dan mereka menuntut listrik tetap dinyalakan,” tuturnya.
Nyoman menyebut pada 6-7 Februari 2024, warga melakukan demonstrasi di Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Provinsi Jawa Timur dan dilakukan mediasi.
“Saya memimpin mediasinya. Akan tetapi dari hasil mediasi juga tidak ada titik temu antara warga dengan pengelola. Dalam mediasi ini juga ada statement dari warga hunian rusunawa Gunungsari bahwa listrik mereka selama ini sudah nyala dengan menyambung ke tetangga. Lalu 30 April 2024 terjadi pengrusakan ruang token yang dilakukan oleh sebagian warga hunian Rusunawa, selain merusak ruang token mereka juga merusak segel dan menghidupkan kembali listrik di huniannya tanpa sepengetahuan pengelola,” bebernya.
Tanggal 3 Mei 2024, lanjut Nyoman, pengelola rusunawa memberikan surat peringatan (SP) pertama bagi warga hunian yang belum memiliki perjanjian sewa menyewa.
“Dilanjutkan pemberian SP 2 pada 8 Mei 2024 dan SP 3 pada 14 Mei 2024. Sesuai dengan Bab IV Penyewaan Pasal 13, apabila perjanjian sewa menyewa tekah dinyatakan tidak berlaku atau telah dibatalkan dan penghuni belum meninggalkan atau mengosongkan rusunawa sesuai batas waktu termasuk ada tiga kali SP dengan tenggat waktu 1 minggu, maka akan dilakukan pengosongan paksa,” ungkapnya.
“Dan 16 Mei 2024 dilakukan penertiban terhadap 43 hunian yang terdiri dari 38 hunian dengan kondisi ada penghuni dan 5 hunian dengan barang tanpa penghuni di Rusunawa Gunungsari yang belum memiliki perjanjian sewa menyewa,” pungkasnya.(Yul)