9 Februari 1966 Hari Kebangkitan (Harba) KAPPI Angkatan 66

  • Whatsapp

Catatan: Yousri Nur Raja Agam *)

SETELAH dicetuskan Tritura (Tiga Tuntutan Rakyat), 10 Januari 1966,  demo turun ke  jalan di Jakarta, semakin marak.  Tidak hanya mahasiswa yang berdemonstrasi menuntut: “turunkan harga”, “bubarkan PKI” dan “rombak kabinet 100 menteri”.  Massa pemuda dan pelajar, serta masyarakat umum juga bergabung dalam arak-arakan, sembari menyampaikan yel-yel menuju Istana Negara dan gedung-gedung Kementerian  yang waktu itu disebut Departemen.

Akibat tragedi nasional G30S/PKI,  (Gerakan 30 September) 1965, yang didalangi oleh Partai Komunis Indonesia, mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi berhimpun dalam kelompok Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) sejak 22 Oktober 1965. Menyusul bangkit pula para pemuda dan pelajar (SMP, SMA, STM) sederajat,  bergabung dengan nama Kesatuan Aksi Pemuda dan Pelajar Indonesia (KAPPI) pada tanggal 9 Februari 1966.

Sehingga setiap tahun, tanggal 9 Februari, diperingati sebagai  Harba (Hari Kebangkitan) KAPPI Angkatan 66. Saat awal KAPPI berkiprah dalam perjuangan Tritura bersama komponen Angkatan 66, sebagai ketuanya adalah  Husni Thamrin yang waktu itu menjadi Sekjen Pelajar Islam Indonesia (PII).

Dengan cepat di kota-kota di seluruh Indonesia terbentuk KAPPI. Gerakan KAPPI lebih cepat menyebar ke seluruh tanah air, karena tidak di semua kota ada perguruan tinggi. Sehingga tidak di setiap kota pun ada KAMI. Aktivitas KAPPI juga lebih semarak,  karena Organisasi Pemuda, juga bergabung ke KAPPI. Selain PII dan Pemuda Pancasila, serta beberapa organisasi  pemuda lainnya.

Memang situasi politik semakin panas tak menentu. Tanggal 24 Februari 1966 ketika demo gabungan KAMI, KAPPI dan kesatuan aksi  buruh, guru serta masyarakat, timbul korban.  Sungguh memilukan,  seorang mahasiswa Arief Rachman Hakim,  bersimbah darah dan berpulang ke rahmatullah.   Dia gugur sebagai Pahlawan Ampera. Peluru bersarang di tubuhnya, dari senjata petugas yang menghalangi aksi Angkatan 66 itu.

Dan yang lebih mengejutkan lagi, besoknya, 25 Februari 1966, penguasa membubarkan KAMI.  Berlanjut dengan larangan demonstrasi, serta memberlakukan jam malam di Jakarta. Begitu pemerintah membubarkan KAMI, maka KAPPI semakin riuh. Apalagi didukung aksi para guru yang membentuk KAGI (Kesatuan Aksi Guru Indonesia), dan buruh mendirikan KABI (Kesatuan Aksi Buruh Indonesia).

KAPPI, bersama eksponen 66 lainnya, turun ke jalan. Tidak hanya di Jakarta,  tetapi juga kota-kota di berbagai daerah di tanahair.  Demonstrasi KAPPI sasaran utamanya waktu itu adalah Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan (PD dan K) Soemardjo, yang baru saja  Menteri Koordinator Pendidikan dan Kebudayaan (Menko P dan K) Prijono.

Tidak hanya itu,  di Jakarta pada 1 dan 2 Maret, KAPPI mendemo Menteri Luar Negeri Soebandrio. Para demonstran membuat patung berkacamata dan boneka Subandrio yang tergantung di tiang bambu.

Dua hari kemudian, 4 Maret, di kampus UI berdiri organisasi lain yang akan membuat tensi demonstrasi semakin meningkat, yaitu Laskar Ampera Arif Rahman Hakim (LA ARH) yang dipimpin Fahmi Idris, aktivis militan HMI (Himpunan Mahasiwa Islam), sebagai komandannya.

Pada 9 Maret massa KAPPI dan Laskar Arif Rahman Hakim menduduki gedung Departemen Pendidikan dan kantor berita Hsin Hua. Hari berikutnya, Gedung Kebudayaan Cina mendapat giliran diserang dan dirusak.

Lahirnya Supersemar

Puncaknya adalah rapat kabinet pada 11 Maret. Di tengah-tengah rapat, seorang ajudan Sukarno menyerahkan secarik catatan yang menyebutkan ada pasukan tak dikenal bersiaga di depan istana. Ketidakhadiran Soeharto dalam rapat tersebut membuat Sukarno khawatir dan memutuskan untuk langsung terbang ke Istana Bogor. Sukarno ditemani Soebandrio, Chaerul Saleh, dan Leimena.

Tak lama setelah kepergian Sukarno, Amir Machmud melaporkan kejadian tersebut pada Soeharto. Panglima Kostrad itu kemudian memerintahkan Amir bersama Mohamad Jusuf (Menteri Perindustrian Dasar) dan Basuki Rachmat (Menteri Urusan Veteran dan Demobilisasi) untuk menemui presiden di Bogor. Hasil pertemuan itu adalah keluarnya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar).

Berdasarkan Supersemar dari Presiden Sukarno kepada Jenderal Soeharto, maka tanggal 12 Maret 1966, PKI dibubarkan. Keputusan ini kemudian dikukuhkan dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (TAP MPRS) No.XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme di bumi Indonesia.

Pahlawan Ampera

Selain Arief Rachman Hakim,  dari kalangan Eksponen 66 atau Angkatan 66 itu, juga berguguran para Pemuda/Pelajar anggota KAPPI. Mereka ini diberondong peluru pendukung G30S/PKI saat berdemonstrasi pada rentang waktu tahun 1966-1967. Tidak hanya di ibukota Jakarta, tetapi juga di berbagai kota di Indonesia.

Dari catatan sejarah Angkatan 66, ada 13 orang anggota KAMI dan KAPPI dari berbagai daerah di Indonesia yang gugur saat melakukan aksi Tritura. Para pejuang Tritura 1966 ini diberi penghormatan dan jasa sebagai “Pahlawan Ampera” berdasarkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) Nomor: TAP MPRS XXIX/MPRS/1966.

Para Pahlawan Ampera itu adalah:

1. Arief Rachman Hakim, KAMI, di Jakarta
2. Ichwan Ridwan Rais KAPPI di Jakarta
3. Zubaedah KAPPI di Jakarta
4. M.Sjafi’i KAPPI di Jakarta
5. Zainal Zakse Wartawan KAMI di Jakarta
6. Yulius Usman KAPPI di Bandung, Jabar
7. Hasanuddin KAPPI di Banjarmasin, Kalsel
8. Margono KAPPI di Jogjakarta
9. Aris Munandar KAPPI di Jogjakarta
10. Ahmad Karim KAPPI di Bukittinggi, Sumbar
11. M. Syarif Al Kadri KAPPI di Makassar, Sulsel
12. Dicky Oroh KAPPI di Manado, Sulut
13. Yusuf Hasim KAPPI di Manado, Sulut.

Adanya keputusan resmi Pemerintah, menganugerahkan gelar Pahlawan Ampera  kepada yang gugur sebagai korban kekejaman G30S/PKI, merupakan bukti sejarah yang nyata. Jadi,  bagaimana pun juga kita layak untuk mengetahui masa lalu melalui sejarah. Membaca peristiwa masa lampau.

*) Yousri Nur Raja Agam
Ketua DPP FKB KAPPI Angkatan 66

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait