BANYUWANGI, beritalima.com – Warga Desa Pakel, Kecamatan Licin, Banyuwangi, Jawa Timur, memanas. Ini terjadi lantaran 9 warga setempat yang ikut mempertanyakan perubahan status tanah warisan leluhur seluas 4000 Bau, tiba-tiba dipecat sepihak oleh sinder PT Bumi Sari, Karsidi.
“Kami dipecat karena ikut aksi mempertanyakan status tanah warisan ke BPN (Badan Pertanahan Nasional),” ucap AA salah satu korban pemecatan, Minggu (4/2/2018).
Akibat kejadian ini, sontak warga Desa Pakel pun gejolak. Terlebih menurut warga, pemecatan sepihak tersebut dilakukan dengan disertai intimidasi agar tidak ikut berjuang mempertanyakan tanah warisan.
Sementara itu, Kepala Desa (Kades) Pakel, Mulyadi mengimbau masyarakat untuk tidak terprovokasi atas perbuatan Sinder PT Bumi Sari.
“Masyarakat kita tenangkan semua, dan kabarnya mau dipanggil lagi. Entah diberi surat PHK atau disuruh kerja lagi belum jelas,” katanya.
Seperti diketahui, masyarakat Desa Pakel, Kecamatan Licin, saat ini sedang memperjuangkan hak atas tanah warisan seluas 4000 Bau yang tiba-tiba berubah status menjadi tanah negara. Padahal, masyarakat memiliki bukti bahwa leluhur mereka mengntongi Surat Izin Membuka Tanah, seluas 4000 Bau dari Bupati Banyuwangi, Achmad Noto Hadi Soeryo, tertanggal 11 Januari 1929. Dalam dokumen berbahasa Belanda tersebut, tanah diserahkan kepada leluhur warga Desa Pakel, DoelGani, Senen dan Karso.
Kini, tanah seluas 4000 Bau itu dikelola oleh Perhutani Wilayah Banyuwangi Barat dan sebagian disewakan ke PT Bumi Sari.
Sebelumnya, warga juga telah mengadu ke Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Dan data peta Kabupaten, tanah warisan tidak terdaftar sebagai wilayah Perhutani maupun PT Bumi Sari. Hanya tertulis sebagai peta tanah Pakel.
Ketua Forsuba, H Abdillah Rafsanjani, selaku pendamping masyarakat menyebutkan, mengacu Pasal 2 Aturan Peralihan Undang-Undang 1945, tanah yang bisa berubah status menjadi tanah negara adalah tanah Jawatan milik Belanda. Sedang tanah di Desa Pakel, sesuai Surat Izin Pembukaan Tanah, sudah jelas tanah rakyat.
“Mengacu Pasal 24, PP Nomor 24 Tahun 1997, pengganti PP Nomor 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah, warga Pakel memiliki bukti kepemilikan dari leluhur mereka. Jadi sangat wajar kini mereka memperjuangkan warisan leluhur,” kata Abdillah.
Pada Pasal 18, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar dan Pokok-pokok Agraria, sambungnya, menyebutkan bahwa untuk kepentingan umum, kepentingan bangsa dan negara, serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan memberi ganti rugi yang layak dan menurut cara yang diatur oleh Undang-undang. (Abi)