JAKARTA, Beritalima.com– Penyelenggaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pada era pandemi yang direncanakan mulai bergulir pertengahan Juni 2020 dinilai banyak kalangan beresiko menjadi salah satu sumber penyebaran wabah virus Corona (Covid-19).
Sejumlah daerah masih berjuang mengatasi penyebaran wabah yang awalnya berjangkit di Wuhan, Provinsi Hubei, China. Hal lain, konsekuensi membengkaknya anggaran tidak dapat dihindari. KPU mengajukan tambahan anggaran sampai 5 trilyun untuk penyediaan APD dan menambah jumlah TPS.
Menurut Wakil Ketua Komite I DPD RI, Abdul Kholik pembengkakan anggaran dapat dihindari bila penyelenggaraan Pilkada tidak dipaksakan di era pandemi. Dalam skema Pilkada yang dibahas di DPD RI, pilihan waktunya lebih tepat di tahun depan.
Tahapan dimulai Oktober 2020 dan pencoblosan Maret 2021. Atau Pilkada diselenggarakan September 2021 dengan awal tahapan Maret tahun yang sama. Diperkirakan suasana pandemi lebih terkendali, dan kemungkinan vaksin sudah mulai dapat tersedia pada tahun depan.
Penyelenggaraan Pilkada 2021 bakal memberikan waktu yang cukup untuk persiapan termasuk dengan menggunakan skema pandemi. Jangka waktu persiapan yang cukup memungkinkan untuk dilakukan berbagai perbaikan tahapan Pilkada, terutama yang beresiko tinggi karena mengharuskan pertemuan langsung. “Terbuka peluang menyederhanakan tahapan demi keamanan, peningkatan kualitas Pilkada dan penghematan biaya.”
Salah satu yang dapat disederhanakan adalah penetapan daftar pemilih yang semula lima tahap, disederhanalam menjadi dua yaitu dari Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) dilakukan analisis/perbaikan Komisi Pemilihan Umum (KPU) atau Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sesuai tingkatan untuk selanjutnya ditetapkan sebagai DPT.
Untuk mengantisipasi ada yang masih tertinggal dibuka ruang DPT perbaikan sampai H-7. Terakhir, pemilih dapat menggunakan e-KTP bila tidak masuk dalam DPT. Pola ini sudah sangat cukup melindungi hak pemilih dan jumlah DPT sudah dapat dijadikan acuan penetapan kebutuhan logistik Pilkada.
Penyerdahanaan penyusunan DPT berpotensi menghemat anggaran sampai Rp 2 triliun dengan asumsi 270 daerah yang melakukan Pilkada dapat menghemat biaya Rp 3-7 miliar. Model ini akan menghilangkan coklit yang sejatinya tidak terlalu diperlukan lagi dengan asumsi data kependudukan sudah semakin baik.
Apalagi di era pandemi, pelaksanaan Coklit sangat beresiko menjadi sarana penularan wabah. “Padahal KPU maupun Bawaslu di daerah memiliki data base pemilih secara berkesinambungan sebagai bahan analisis dan penyempurnaan DP4 dari Dinas Kependudukan.”
Berdasarkan pertimbangan itu, DPD RI menghimbau berbagai pihak untuk meninjau kembali Pilkada 2020 yang justru menimbulkan pembengkakan anggaran yang menyulitkan daerah. Aspek kesehattan dan keselamatan warga harus menjadi prioritas. “Terlebih ada ruang untuk melakukan penghematan biaya yang signifikan sekaligus memperbaiki tahapan demi meningkatkan kualitas penyelenggaraan Pilkada,” demikian Abdul Kholik. (akhir)