Oleh: Saiful Huda Ems.
Partai pemenang rasa oposisi. Begitulah kira-kira kata yang pas untuk menggambarkan situasi politik saat ini di tubuh partai pemenang PEMILU 2014 dan 2019, yakni PDIP yang telah sukses menempatkan Jokowi sebagai Presiden RI selama dua periode.
Maestro debator PDIP Adian Napitupulu mendadak dipanggil ke istana oleh Presiden Jokowi (Jum’at 12 Juni 2020) siang ini, untuk keperluan apa? Tentu kalau boleh penulis menebaknya, yakni sehubungan dengan kritik-kritik keras dan tajam Adian yang akhir-akhir ini ditujukan untuk Pemerintah wabil khusus Menteri BUMN Erick Tohir.
Adian sebagaimana pengakuannya sendiri merupakan sekrup kecil dari kampanye besar tim sukses Jokowi, mulai dari pencalonan Jokowi sebagai Gubernur DKI hingga sebagai Capres RI 2014 dan 2019 lalu. Dan ia sangatlah pasti tidak akan berani bicara bersebrangan dengan Megawati penguasa PDIP. Maka suara Adian dapat dipastikan merupakan suara Megawati atau suara PDIP.
Perseteruan antara Adian dan Erick Tohir ini mau tidak mau, suka tidak suka akan melibatkan Presiden Jokowi juga. Dan ketika Erick Tohir sebagai menteri merupakan pembantu Presiden, maka perseteruan antara Adian dan Erick merupakan perseteruan antara PDIP dengan Presiden Jokowi. Prihatin sekali bukan?.
Sudah menjadi rahasia umum, bahwa BUMN selama puluhan tahun telah dijadikan medan jarahan utama elit-elit Parpol, dan ketika Presiden Jokowi melalui Erick Tohirnya ingin membersihkan mafia-mafia di dalamnya, mungkinkah Jokowi mulai diserang, bahkan oleh partai pengusung pencapresannya dan mantan tim suksesnya sendiri?.
Apakah karena ada makelar-makelar politik parpol yang selama ini ditugaskan menjarah di BUMN yang akan dan sudah terkena tendangan Jokowi melalui Erick hingga PDIP meradang? Ataukah hanya masalah perbedaan sudut pandang mengenai pengelolaan BUMN saja, hingga perseteruan ini bisa terjadi?
Jika persoalan yang sesungguhnya hanyalah masalah perbedaan sudut pandang mengenai pengelolaan BUMN, kita sebagai rakyat harus berani mengapresiasinya, karena ini sebuah pertanda Jokowi dengan partai pengusungnya yakni PDIP telah mengajarkan tentang berdemokrasi yang indah, dimana setelah jadi Presiden loyalitas ke partai pengusungnya berhenti dan berganti ke rakyat, hingga Presiden tak segan-segan memilih jalan yang berbeda dengan kemauan partainya.
Namun jika sebaliknya yang terjadi, yakni perseteruan baru ini muncul dikarenakan adanya pihak-pihak (elit parpol PDIP) merasa tersakiti karena adanya pembersihan mafia di BUMN dan mereka kena dampaknya, kita sebagai rakyat harus berani bertanya pada PDIP, ada apa denganmu?. Meski demikian tentu untuk sementara kita sebagai rakyat harus bisa berprasangka baik terlebih dahulu pada keduanya, sebelum fakta baru kita temukan nantinya, sesungguhnya yang benar terjadi itu bagaimana.
Keadilan tidak memandang kamu siapa tapi kamu berbuat apa. Dan sampai kini kita belum tau percisnya, Erick atau kader-kader PDIP yang bandel pada instruksi Presiden, atau Presiden itu sendiri yang sudah tidak fokus bekerja hingga kabur wawasan kerakyatannya dan “diinterupsi” oleh partai pengusungnya.
Sabar…mari kita tunggu jalannya peristiwa politik mutakhir ini sampai akhir. Jangan kemana-mana, tetap loyal dan setia pada Pancasila dan Konstitusi Negara serta NKRI. Jangan mudah terhasut dan terbawa makelar-makelar politik Kadrun yang sudah siap mengganti Pancasila dengan Sistem Khilafah serta comebacknya Neo ORBA. Tetap lindungi Pemerintahan Jokowi, namun jika sudah terlihat melenceng ya mari kita ingatkan bersama. Kritik itu sehat, makar itu harus disikat !…(SHE).
12 Juni 2020.
Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer dan Penulis yang menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat HARIMAU JOKOWI.