Review Buku Denny JA Spirituality of Happiness,Spiritualitas Baru Abad 21,Narasi Ilmu Pengetahuan
ADAKAH SPIRITUALITY OF HAPINESS?
Dr. Jalaluddin Rakhmat Pada zaman ini, di mana kita dapat menemukan makna hidup? Bagaimana caranya kita hidup bahagia?
Sebetulnya ada dua pertanyaan dan dua jawaban. Tapi Denny JA menyebutnya dengan satu nama “spirituality of happiness”, judul buku itu. Di dalamnya tetap ada dua topik. Spiritualitas dan kebahagiaan.
Sebelum kita melihat jawaban Denny, bagaimana kita biasanya menjawab pertanyaan itu? Kita tanya (atau mendengar) orang-orang di sekitar kita. Orangtua, karib kerabat, sahabat, atau… orang di pinggir jalan, man (atau woman) on the street.
Paling umum, orang berkata kita bahagia jika kita berhasil memperoleh tiga TA–tahta, harta, dan jelita (tidak sekedar wanita). Kalau kita tidak puas, kita dengarkan pemilik otoritas, yang menjelaskan kitab suci. Bahagia yang harus kita kejar tidak di sini, tapi di akhirat nanti.
Tidak puas juga. Carilah spiritualitas dan kebahagiaan dalam buku-buku atau ceramah yang menidurkan di bangku kuliah. Anda akan ketemu tokoh-tokoh asing yang lucu-lucu.
Ada Diogenes yang telanjang bulat, tinggal di tong bundar, dan mengaku lebih bahagia dari Aleksander yang Agung. Ada Epiktetus yang tidak menjerit sama sekali ketika kakinya diremukkan (tanpa anestesi).
Ada Soren Kierkegaard–namanya berarti halaman gereja–yang mengajarkan bahwa hidup itu pelengkap penderita. Kita hidup menderita karena mengejar keinginan dan menderita lagi karena kebosanan setelah meraihnya.
Ada Friedrich Nietzsche, yang dengan kumis dan janggut lebatnya, membunuh Tuhan. Ia tidak menikah. Ia meninggal karena penyakit syaraf akibat stadium tiga… siphilis. Dan lain-lain.
Jawaban pertama kita peroleh dari masyarakat banyak. Kita sebut saja common sense, anggapan umum. Kedua, agama. Ketiga, filsafat.
Denny memberikan kita jawaban keempat dalam bentuk narasi. Ia menyebutnya narasi ilmu pengetahuan. Narasi ini sangat pas pada milenium ini. Spiritualitas Baru Abad 21.Kita sudah melewati dua macam spiritualitas.
Spiritualitas paling awal adalah mitologi, berdasarkan dongeng. Biasanya yang punya lakon binatang. Cerita si kancil, yang rela melangkahi puluhan buaya untuk bisa menyeberang, atau menjatuhkan kerbau supaya bisa terlepas dari sumur, adalah cerita binatang paling populer (bayangkan watak bangsa yang terinspirasi Kancil yang “cerdik” atau licik).
Orang Sunda belajar kehidupan dari Sangkuriang. Sangkuriang beribu Dayang Sumbi, putri cantik, dan berbapak Tumang, seekor anjing. Ia terkutuk karena mau menikahi ibunya.
Juga Oedipus di Yunani jatuh sengsara karena mengawini ibunya. Di Eropa penyair Jean de la Fontaine mengumpulkan dongeng-dongeng binatang untuk mengingatkan bangsa Eropa akan ajaran moral dari leluhur mereka.
Di Timur Tengah, Jalaluddin Rumi mengabadikan cerita-cerita India, Arab, Yunani untuk meramu petunjuk spiritual.
Dalam buku ini, Denny JA banyak mengutip Rumi, bukan untuk menggambarkan spiritualitas zaman dulu, tapi justru untuk membahas spiritualitas sekarang.
Dalam Matsnawi sering kali Rumi mengutip ayat-ayat al-Quran, hadis-hadis Nabi, bahkan kata-kata hikmah dari para ulama. Sebetulnya, ia contoh paling pas untuk spiritualitas kedua–spiritualitas agama. Dasarnya wahyu.
Sekarang, dasar spiritualitas itu sains, ilmu pemgetahuan. Apa yang membantu kita menemukan kebahagiaan?
Menurut Denny, “Positive Psychology dan Neuroscience sudah datang. Dibantu oleh arkeologi dan ilmu sejarah untuk membongkar masa silam. Ditambah kosmologi dan fisika untuk memahami asal usul semesta. Diperkaya oleh ilmu ekonomi, politik, dan statistik untuk melengkapi riset.”
Denny merumuskan hasil ekstrak penemuan sains dalam bidang kebahagiaan dengan rumus: 3P + 2S.
Anda akan bahagia bila Anda melaksanakan kelima dasar kebahagiaan: hubungan interpersonal yang baik (Personal relationship), melihat dunia secara berbeda–maksudnya secara positif (Positivity).
Juga menikmati suasana yang disebut flow (passion), dan menciptakan proyek-proyek yang memberikan kepada kita sense of progress (kadang ia sebut sense of purpose) dan sense of winning.
-000-
Setelah rumus itu Denny menambahkan lagi Spiritual Blue Diamond.
Spiritual blue diamond adalah hasil penyelaman Denny dalam samudra spiritualitas. “Itu istilah orisinal dalam 40 tahun perjalanan spiritual saya,“ kata Denny.
Denny menegaskan lagi, “Buku ringkas ini intisari 40 tahun perjalanan spiritual dan intelektual saya.” Sejak 1980.Wow! Luar biasa. Rumus kebahagiaan!
Tampaknya Denny menemukan intan ini di Amerika. Dari Psikologi Positivis dan penelitian-penelitian sejenis ia menemukan mutiara mencari kebahagiaan. Hasil riset dan riset di Amerika.
Ada yang seperti Denny. Datang ke Amerika dan menemukan mutiara: rumus kebahagiaan, menelitinya dan membuangnya.
Ruth Whipman mengikuti suaminya ke Amerika. Ia pembuat film dokumenter dan wartawan “freelance”. Suaminya ahli teknologi. Di California, suaminya bekerja di Silicon Valley. Ia mengurus anak dan rumah tangga.
Di California, perjalanan migrasinya berubah menjadi perjalanan spiritual. Ia takjub. Orang Amerika dapatkan terlibat dalam pertarungan seru memperebutkan kebahagiaan. Bukan kekuasaan atau kekayaan.
Ia menyebutnya the American Great Search of Happiness Race Rat. Kabahagiaan dijadikan ukuran lebih utama dari pencapaian profesional, sukses sosial, keluarga, bahkan cinta.
Ketika orang Amerika melihat seorang jelita punya suami kaya raya dan terkenal, ia akan bertanya (tentu di belakang dia), “Apakah dia bahagia?”
Ia berjumpa dengan tetangga, tukang cuci, atau teman dalam antrian. Apa topik pembicaraan? Kebahagiaan. Dokter ginekolog dengan ramah melakukan tes Pap smear padanya. Tapi pembicaraannya bukan tentang risiko kanker serviks, tetapi seputar buku Gretchen tentang bahagia di rumah.
Mulailah perjalanan menjelajah penelitian kebahagiaan. Ia melakukan meta-analisis pada penelitian-penelitian kebahagiaan dan rumus-rumusnya. Termasuk, kegiatan ilmiah yang berubah menjadi komoditas paling banyak menghasilkan uang: Psikologi Positif.
Ia mendatangi komunitas-komunitas yang bermacam-macam. Hasilnya adalah sebuah buku dengan judul America the Anxious: How Our Pursuit of Happiness is Creating a Nation of Nervious Wrecks. Buku cetakan terakhir yang saya punya mengubah judulnya. Lebih lembut. America the Anxious, Why Our Search for Happiness is Driving us Crazy and How to find it for Real.
Singkatnya cerita, makin dikejar kebahagiaan itu–dengan rumus yang bermacam-macam–makin susah didapat. Lalu apa solusinya?
Saya ingin menyingkatkan solusi Whippman dengan mengutip Henry David Thoreau, filsuf Amerika yang lahir 173 tahun sebelum perjalanan rohaniah Denny JA: Happiness is like a butterfly; the more you chase it, the more it will elude you, but if you turn your attention to other things, it will come and sit softly on your shoulders…”
Bahagia seperti kupu-kupu. Makin kami kejar, makinlah ia menghindar. Arahkan perhatianmu kepada yang lain, kupu-kupu itu akan datang dan dengan lembut singgah di atas bahumu. ***
Sumber tulisan: https://www.facebook.com/322283467867809/posts/3143100592452735/?extid=o0aR4Tjnr8d7xO2d&d=n
-000-