Oleh: Saiful Huda Ems.
Sekilas Raja Aktivis 98 (Adian Napitupulu) ini memang hebat hingga banyak orang yang baik itu terang-terangan atau diam-diam sangat mengaguminya. Ia hebat dalam berdebat, sederhana dalam berbusana tapi kalau sudah menyerang argumentasi lawan bicaranya, seringkali lawannya langsung terjungkal.
Tak hanya itu, Adian Napitupulu (AN) ini juga dikenal memiliki jaringan aktivis di berbagai daerah atau kota, juga dikenal sangat dekat dengan para pejabat dari bawah hingga paling atas (Presiden). Maka jangan heran orang akan berpikir 1000 x untuk berani berhadapan dengannya.
Sebelum AN banyak dikenal orang sebagai tokoh besar aktivis juga politisi, AN dulu hanyalah seorang aktivis jalanan seperti penulis ini sebelumnya, meskipun ketika penulis masih aktif memprotes Rezim ORBA di luar negeri (1991-1995) penulis sama sekali belum mengenal AN. Bedanya dulu AN bergerak melalui jaringan FORKOT (Forum Kota) yang fokus gerakannya ada di Jakarta, tapi penulis dulu bergeraknya melalui partai politik juga organisasi-organisasi di dalam atau di luar kampus, di luar atau di dalam negeri. Jadi bisa dibayangkan, para kuli tinta akan kebingungan memantau pergerakan politik penulis, selain itu juga mungkin kurang sexy untuk ditulis karena selain tidak fokus bergeraknya di Ibu Kota, juga tidak suka demo ricuh yang sensasional dlsb.
Luar biasa memang AN ini, hingga Karni Ilyas memberinya panggung debat di ILC secara terus menerus, dan penggemar AN semakin meluas ada dimana-mana. Tambah mengerikan sekali toh kalau berani macam-macam dengannya?…
Namun tidak banyak orang yang tau, bahwa ada sikap-sikap aneh dari teman seperjuangan penulis di era Reformasi 98 ini. Menjelang PILKADA DKI 2017, ia pernah menyatakan Teman Ahok (Organisasi Relawan Pendukung Ahok untuk Pilkada DKI 2017) telah menerima “upeti” dari Proyek Reklamasi puluhan milyar, hingga membuat penulis tergerak untuk menanyakan langsung pada AN melalui japri WA.
Saat itu AN tidak bisa membuktikan apa yang ia katakan, hingga penulis katakan padanya,”Kalau Bung AN ingin memaksa Ahok nyalon Gubernur dari partai Bung, mbok ya jangan mengintimidasi Ahok dengan melakukan tuduhan itu. Biarkan saja Ahok maju melalui jalur Independen, dan jangan diganggu”. Mendengar ucapan penulis yang mungkin dianggap keras ini, WA penulis langsung diblokir oleh AN. Sayang sekali, padahal penulis tidak bermaksud apa-apa selain mengingatkannya saja sebagai sesama teman seperjuangan.
Namun menjelang Pilkada DKI 2017 saat itu perubahan politiknya begitu sangat cepat, Ahok yang semakin berani dan nekat untuk “berjihad” menghabisi mafia-mafia politik di Jakarta diteror habis-habisan oleh lawan-lawan politiknya di dalam dan di luar parlemen DKI, hingga Ahok nyaris bergerak sendirian dan akhirnya masuk dan nyalon gubernur DKI melalui jalur Partai Politik. Inilah peristiwa yang penulis sangat sayangkan, andaikan saat itu Ahok tetap maju dari jalur independen meskipun sampai ia kalah di titik darah perjuangannya yang penghabisan, ia akan jauh lebih hebat dan dikenal sampai sekarang: Politisi Pembaharu Musuh Mafia dan Arogansi Partai Politik.
Meski demikian penulis anggap pilihan politik Ahok seperti itu sangatlah wajar, karena selain sebagai double minoritas yang kerap diintimidasi dan tak diperhitungkan, Ahok juga berkewajiban untuk menyelamatkan nyawanya sendiri agar ia tetap bisa berjuang di tahun-tahun berikutnya dengan strategi dan staminanya yang baru. Dan terbukti setelah Ahok dilengserkan dari Gubernur DKI, juga setelah Ahok dipenjara karena fitnah yang keji, Ahok kemudian kembali tampil dengan gaya barunya, gayanya yang lebih santun dan kalem tapi hasilnya sangat menggebrak bagai Gempa Bumi yang mengobrak abrik gedung yang selama ini dijadikan tempat merampok para pejabatnya.
Oleh Menteri BUMN Erick Tohir, Ahok dijadikan Komisaris Utama Pertamina bersama Irjen Carlo Brix Tewu yang dijadikan sebagai Deputi Bidang Hukum dan Perundang-undangan Kementrian BUMN. Ketiga orang inilah yang saat ini mati-matian memperbaiki kualitas manajerial BUMN khususnya Pertamina. Ada banyak pejabat-pejabat bermasalah yang digantinya, hingga menjadikan Perusahaan PERTAMINA meroket dan berkelas dunia. Nah, penulis jadi bertanya-tanya, adakah teman seperjuangan penulis yakni Adian Napitupulu yang terusik karena kebijakan TRIO HARIMAU BUMN ini, hingga AN mulai bersikap “garang” pada Menteri BUMN?
Kita semua tau, AN selama ini baik di Periode I atau Periode II Pemerintahan Jokowi telah berhasil menempatkan teman-teman jaringan organisasinya menduduki jabatan komisaris-komisaris di BUMN. Penulis merasa sangat khawatir jangan-jangan ada kepentingan AN atau kepentingan partainya yang terusik di BUMN, hingga AN mulai berani menghadapkan kepal perlawanannya ke Presiden Jokowi dan Menteri BUMN Erick Tohir yang di belakangnya berdiri seorang politisi ulung beritegritas, Basuki Tjahja Purnama (Ahok)?. Penulis berharap Adian Napitupulu bisa menerangkan semua ini, jika memang Bung Adian masih menginginkan kita masih berteman dalam satu Visi Perjuangan. Sebab bagaimanapun penulis sama sekali tidak menginginkan, Jihad Politik Ahok yang kali ini berkolaborasi dengan Erick Tohir kembali dihadang. Salam…(SHE).
Juni 2020.
Saiful Huda Ems (SHE). Ketua Umum HARIMAU JOKOWI dan Mantan Gerilyawan Politik Musuh Rezim Soeharto di Jerman dan di Indonesia.