MALANG, beritalima.com| H. Surjono SH MH perwakilan Kantor Advokat / Konsultan Hukum Surjo & Partners menyayangkan adanya insiden pengacara yang memukul hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Penyerangan itu terjadi ketika sidang kasus perdata antara pengusaha, Tomy Winata (TW) yang diwakili Desrizal Chaniago, melawan PT Geria Wijaya Prestige (GWP) pada Kamis (18/7). Desrizal menyerang hakim saat pembacaan putusan sidang perkara nomor 223/pdt.G/2018/JKT.PST.
“Tindakan pengacara tersebut merupakan perbuatan yang menciderai lembaga peradilan dan merupakan contempt of court. Dan tidak sesuai dengan kode etik Advokat, harusnya setiap Advokat harus menjaga citra dan martabat kehormatan profesi, serta setia dan menjunjung tinggi Kode Etik dan Sumpah Profesi, yang pelaksanaannya diawasi oleh Dewan Kehormatan,” ujar Surjono yang baru baru ini juga diundang oleh Komisi Yudisial Republik Indonesia (KYRI) pada beberapa waktu lalu. Saat dihubungi beritalima.com, Jumat 19 Juli 2019.
Menurutnya, harusnya Undang-Undang Contempt Of Court akan dapat menyelesaikan persoalan yang menimpa hakim. Pasalnya, dalam undang undang tersebut akan diatur bagaimana menjaga kewibawaan hakim dan pengadilan. Sedangkan negara lain yang mempunyai UU Contempt Of Court kewibaan pengadilan sangat dijaga dan dihormati.
“Apa yang terjadi di Indonesia sebaliknya kewibaan pengadilan tidak bisa dijaga dan dihormati misalnya kejadian yang saat ini terjadi. Dan tindakan advokat sebagai aparat penegak hukum yang melakukan kekerasan fisik terhadap hakim, sewaktu membacakan keputusan membuat kewibaan pengadilan dilecehkan dan memberikan contoh perbuatan yang tidak terpuji,” kata dia.
Suryo panggilan akrab H Surjono ini juga menjelaskan bahwa, ada beberapa pendapat yang saling bertentangan masalah undang undang contempt of court, dengan adanya oknum hakim yang terlibat kasus korupsi juga kearoganan oknum hakim dalam persidangan.
“Akaan tetapi jika hakim tidak terlindungi dengan undang undang tesebut, maka hakim tidak mempunyai kewibawaan dalam penegakan hukum,” tegasnya.
Surjono mengimbuhkan bahwa seharusnya, bila satu pihak tidak menerima putusan, cukup menyampaikan opsi pikir-pikir atau langsung menyatakan upaya hukum banding atas putusan hakim. “Itulah etika persidangan menurut hukum,” imbuhnya.
Sebelumnya, Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Makmur menyampaikan, peristiwa tersebut terjadi sekitar pukul 16.00 WIB di ruang Sidang Subekti. Tim kuasa hukum TW secara tiba-tiba menyerang majelis hakim yang tengah membacakan amar putusan. [Red/san]