Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (1/4) dijadwalkan menggelar seminar serta peluncuran buku dengan judul ‘Pemilu Damai, Berintergritas dan Mensejahterakan’.
Ini bukanlah pertama kalinya politisi senior dan wakil rakyat dari Dapil X Provinsi Jawa Barat tersebut meluncurkan buku. Sudah beberapa buku menjadi karya Agun sejak dia duduk sebagai wakil rakyat di parlemen mulai era pemerintahan Orde Baru sampai saat ini yang tidak terputus.
Pada seminar dan peluncuran buku itu bakal tampil sebagai nara sumber pengajar ilmu politik pasca sarjana Universitas Nasional (Unas), Dr Alfan Alfian, Direktur Eksekutif Perludem (Titi Angraini MH, pengajar ilmu politik Fisip UI yang juga mantan Komisioner KPU Pusat (Dr Valina Singka Subekti).
Selain ketiganya, juga bakal tampil sebagai nara sumber Menteri Hukum Hak Azazi Manusia (Menkum HAM) Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), M Andi Mattalatta yang kini duduk sebagai anggota Lembaga Pengkajian (Lemkaji) MPR RI.
“Buku ini sangat penting dibaca karena isinya menerangkan makna dari kedaulatan rakyat itu bagaimana. Selama ini kan masalah kedaulatan itu hanya dibicarakan dalam arti yang sangat sempit. Padahal pengertian kedaulatan rakyat itu sangat luas,” kata Agun saat bincang-bincang dengan Beritalima.com beberapa pekan lalu.
Dalam bukunya, Agun memaparkan bahwa selama ini makna kedaulatan rakyat yang kerap digembar-gemborkan menjelang penyelenggaraan pesta demokrasi baik pemilihan presiden-wakil presiden maupun ketika mau memilih wakil rakyat di legislatif.
Umumnya pembicaraan kedaulatan itu hanya berkutat dalam konteks kedaulatan politik saja. Padahal makna kedaulatan itu menyeluruh, bukan saja di bidang politik. Namun, juga di bidang ekonomi, budaya, sosial dan semua aspek kehidupan masyarakat.
Mengapa gagasan-gagasan cerdas para calon pemimpin ini diperlukan? Karena sejak pemilu era reformasi gagasan-gagasan tentang langkah menyejahterakan rakyat seakan tidak pernah muncul.
Seperti terlihat pada fenomena mutakhir pemilu presiden 2019, mereka bukan sibuk menyampaikan gagasan brilian tentang kesejahteraan rakyat, malah sibuk saling bully dan mencaci-memaki di media massa dan media sosial.
“Sehingga yang terjadi, bukan kontestasi gagasan soal kesejahteraan rakyat sebagai amanat konstitusi tapi kontestasi saling menjatuhkan. Dan, hal itu tentu saja memicu terjadinya perpecahan antar anak bangsa yang tentu tidak kita inginkan,” kata Agun.
Dikatakan laki-laki kelahiran Bandung September 1958 tersebut, pemilu hanya bisa menyejahterakan rakyat jika, pesta demokrasi ini berhasil
menciptakan rezim pemerintahan yang efektif.
Pemerintahan efektif untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah pemerintahan dengan prinsip structure follow function dan money follow function.
Artinya, para pemimpin pilihan langsung rakyat dalam pemilu, wajib berpihak dan setia kepada rakyat dari Sabang sampai Merauke. Soalnya, Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, agama, ras, golongan serta aliran yang ada didalamnya.
“Jadi, melihat Indonesia harus dengan kebesaran hati, jiwa dan pikiran. Tidak bisa dengan hati, jiwa dan pikiran yang sempit karena Indonesia ini adalah amanah dan takdir Tuhan Yang Maha Esa dan Yang Maha Besar.
Pada bagian akhir bukunya, Agun berharap, perekonomian nasional yang tercipta pasca pemilu nanti tidak hanya menjaga kesinambungan bisnis usaha para konglomerat dan para pengusaha.
Namun, juga berusaha mensinergikannya dengan potensi pengusaha di tingkat provinsi dan kabupaten, termasuk menumbuhkan kembangkan geliat perekonomian rakyat yang ada di desa. Inilah yang dimaksud Agun sebagai pemilu yang menyejahterakan rakyat. (akhir)