Agung Astanto Banding, Divonis 8 Tahun dan Bayar Kerugian Negara 28 Miliar Tanpa Hasil Audit BPK

  • Whatsapp

SURABAYA – beritalima.com, Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi(Tipikor) Surabaya, Cokorda Gede Arthana menjatuhkan vonis 8 tahun penjara dan denda Rp.200 juta subsider 4 bulan kurungan kepada Agung Astanto Soelaiman, terdakwa kasus kredit macet pada Bank BNI Kanwil Surabaya.

Selain hukuman badan, mantan Direktur Utama PT Atlantic Bumi Indo (ABI)j tersebut juga dihukum mengembalikan kerugian negera sebesar Rp 28 miliar, dengan ketentuan apabila tidak bisa membayar maka diganti dengan hukuman penjara selama 4 tahun.

Hakim Cokorda Gede Arthana dalam vonisnya menyatakan terdakwa Agung Astanto Soelaiman telah terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam dakwaan Primer Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 20 tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

“Hal yang memberatkan, terdakwa Agung Astanto Soelaiman, tidak mengikuti program pemerintah dalam memerangi korupsi. Sedangkan hal yang meringankan adalah terdakwa Agung Astanto Soelaiman bersikap sopan selama menjalani persidangan,” ucap Hakim Cokorda Gede Arthana membacakan vonis. Senin (7/11/2022).

Vonis dari majelis hakim Pengadilan Tipikor ini lebih rendah dari tuntutan JPU Pidana Khusus Kejari Surabaya, Nur Rachmansyah yang sebelumnya menjatuhkan tuntutan hukuman badan 17 tahun penjara denda Rp.500 juta dan kurungan penjara selama 9 tahun apabila Terdakwa Agung Astanto Soelaiman tidak bisa mengembalikan uang kerugian dalam perkara ini.

Menyikapi vonis tersebut, JPU masih menyatakan pikir-pikir. Sedangkan Tugianto Lauw, mewakili tim penasihat hukum terdakwa langsung menyatakan banding.

“Kami akan banding. Ingat, kasus korupsi harus dilengkapi audit investigasi yang pro-justisia yang hanya bisa dilakukan BPK. Jika tidak disertai bukti kerugian negara dari BPK maka unsur korupsinya belum terpenuhi,” katanya saat dikonfirmasi.

Tugianto juga menyebut kata DAPAT merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dalam kasus Agung Astanto, belum ada kepastian hukumnya.

“Jaksa masih perlu membuktikan apakah terdakwa Agung Astanto memang benar terbukti, nyata-nyata merugikan negara ataukah hanya kemungkinan dapat menimbulkan kerugian negara akibat perbuatan terdakwa Agung Astanto,” sambungnya.

Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi, Nomor : 25 /PUU-XIV/2016; tentang permohonan uji materiil atas Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor khususnya frasa “atau orang lain atau suatu korporasi” dan kata”dapat”.

Di antara dua pengertian tentang dapat menimbulkan kerugian negara tentu masih dalam delik formil bukan delik materil dimana kerugian negara masih dalam hal potensial ‘belum nyata terjadi,’ tetapi dengan mempertimbangkan keadaan khusus dan kongkret disekitar peristiwa yang terjadi, secara logis dapat disimpulkan suatu akibat yaitu kerugian negara akan terjadi.

Untuk mempertimbangkan keadaan khusus dan kongkret di sekitar peristiwa yang terjadi, yang secara logis dapat disimpulkan kerugian negara terjadi atau tidak terjadi, haruslah dilakukan oleh ahli dalam keuangan negara, perekonomian negara, serta ahli dalam analisis hubungan perbuatan dengan kerugian itu.

Arief Hidayat Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) dalam persidangan di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Gambi, Jakarta Pusat, Rabu 25 Januari 2017, memutuskan aparat penegak hukum harus membuktikan adanya kerugian negara sebelum dilakukan penyelidikan perkara korupsi. Sebab banyak penyidikan yang sewenang-wenang dilakukan tanpa ada kepastian kerugian negara.

“Jadi, yang diperlukan adalah audit investigasi BPK secara menyeluruh. Bukan sekedar hasil perhitungan yang ditemukan penyidik semata” pungkas Tugianto.

Perkara dugaan korupsi kredit fiktif ini bermula ketika Terdakwa Agung Astanto yang saat itu pada tahun 2014 selaku Direktur PT. Atlantic Bumi Indo (ABI) mengajukan permohonan fasilitas kredit kepada PT. BNISentra Kredit Menengah Surabaya, senilai Rp 60 miliar dengan berbagai jaminan rumah. Dari 74 invoice, terdakwa telat membayar 14 invoice. Karena itu negara dirugikan Rp. 28.365.000.000. (Han)

beritalima.com

Pos terkait