SURABAYA – beritalima.com, Sidang agenda keterangan saksi dari kasus dugaan penipuan tanah dengan terdakwa Hiu Kok Ming, kembali digelar di Pengadilan Negeri Surabaya.
Kali ini, Tondo Subagyo, saksi ahli dari Badan Pertanahan Nasional dihadirkan untuk memberikan keterangannya.
Menurut Tondo, kepemilikan sertifikat tanah adalah bukti yang kuat. Tetapi, meskipun belum memiliki sertifikat, sepanjang memiliki bukti bukti penguasaan, seperti sudah membayar dan dibuktikan kwitansi serta akta jual beli, si pemohon bisa dikatakan sebagai memiliki.
“Seperti jual beli kendaraan bekas. Sudah dibayar, tapi BPKB belum ganti nama. Nah, itu juga sudah dikatakan memiliki.” kata Tondo, Senin (6/1/2020).
Sebenarnya, lanjut Tondo, selama proses mengajukan hak tanah negara, tetapi disertai dengan bukti-bukti penguasaan, misalkan surat ijin menteri, akte pelepasan pengukuran melalui kantor pertanahan setempat, maka pemohon dalam hal ini Hiu Kok Ming, sudah bisa dikatakan sebagi pemilik sah.
Dalam kesempatan yang sama, Jaksa Penuntut Umum, sempat menanyakan bagaimana ketika sertifikat tidak kunjung kekuar, bahkan dikembalikan oleh BPN karena adanya beberapa berkas yang kurang.
Tondo pun menjawab tegas, bahwa pemohon tetap dikatakan sah sebagai pemilik, selama ada bukti jual beli.
Diakui, BPN tidak punya target waktu untuk menyelesaikan akta-akta pengajuan hak kepemilikan dari para pemohon.
“Dulu, permohonan hak, sampai selesai harus sesuai SOP. Tetapi, belakangan beberapa kantor yang padat, tidak bisa terpenuhi. Akhirnya jangka waktu diserahkan kepada masing-masing BPN. Jadi tidak ada target kapan harus selesai.” ujar Tondo.
Sementara usai persidangan, kuasa hukum Hiu Kok Ming, Sudiman Sidabuke, mengatakan sebenarnya kehadiran saksi tidak begitu penting, hanya memperkuat saja.
“Jaksa menuntut tidak paham arti kata memiliki. Mereka mempersoalkan arti kepemilikan. Sudah dijelaskan saksi, bahwa selama ada surat jual beli, dan belum jadi sertifikat, maka dikatakan memiliki.” kata Sidabuke.
Persoalnya, dalam kasus ini Hiu Kok Ming belum bisa memberikan sertifikat lantaran masih proses dan tidak kunjung jadi.
“Artinya wanprestasi. Berarti tidak ada penipuan, hanya keterlambatan. Harusnya perdata. Dimana letak pidananya?” singkat Sidabuke.
Diketahui, dalam dakwaan yang dibacakan, kasus sengketa tanah ini terjadi ketika Hiu Kok Ming menjual sebidang tanah seluas lebih kurang 5 Ha kepada pelapor di daerah Bekasi.
Di kemudian hari, ternyata tanah tersebut belum terkendala belum keluarnya sertifikat. (Han)