SURABAYA – beritalima.com, Ahlli konstruksi dari ITS, Mudji Irmawan ST dihadirkan jaksa dalam sidang dugaan penipuan pengerjaan Infrastruktur tambang Nikel yang dikerjakan PT Multi Purpose Mineral (MPM) di Desa Ganda-Ganda, Morowali Sulawesi Tengah.
Dalam sidang ahli menyatakan bahwa pembangunan yang dikerjakan MPM tidak ada kesalahan konstruksi, meski kenyataanya bangunan belum selesai secara sempurna 100 persen seperti yang tercantum dalam bangunan standar.
“Total nilai keseluruhan infrastruktur yang dibangun disana hanya senilai Rp 11,5 miliar dari anggaran yang diminta Rp 20,5 miliar. Penilaian itu kami lakukan pada Juli 2020 atas permintaan Polda Jatim. Yang terjun kelapangan Nur Fajar, sedangkan saya sebagai penanggung jawab penilaiannya,” katanya dalam persidangan secara online dengan terdakwa Christian Halim. Senin (29/3/2021).
Ditanya jaksa dari item-item yang ada di RAB, bagaimana kondosinya saat ahli melakukan penilaian di lapangan,? Ahli menjawab, Mess Karyawan dan Operator secara kwantitas progresnya mencapai 75 persen. Kata Muji nilai kontraknya 800 juta sementara kwantitas dilapangan sekitar 611 juta.
“Office nilai kontrak 200 juta, nilainya setelah kami periksa 175 juta atau 88 persen. Laboratorium nilai kontraknya 198 juta, selesai 99 persen penerangan kurang. Workshop 88 persen dari nilai kontrak 750 juta. Genset 25 persen dari nilai kontrak,” sambungnya.
Dalam sidang Ahli juga mengungkapkan bahwa Jetty sudah terbangun. Namun kata Alhi strukturnya memakai urukan tanah setempat.
“Bentuknya masih lurus belum T dan panjangnya kurang panjang,” ungkapnya.
Usai sidang, pengacara Terdakwa Jakan Maulana menyatakan bahwa sejak awal ahli tidak pernah mengetahui dari awal lokasi itu. Dan hal itu bisa dikatakan bahwa hitungan yang dilakulan ahli ini tidak benar dan itu merupakan estimasi sendiri karena ahli tidak mengetahui kondisi awal dan kemudian tiba-tiba melalukan penghitungan.
“Apalagi persepsi setiap orang untuk mendirikan sebuah bangunan, misalnya, kan bisa jadi berbeda-beda caranya, makanya kajian yang dilakukan Ahli tadi tidak bisa kita pegang kebenarannya,” ujar Jaka.
Kesimpulannya menurut Jaka, penghitungan yang dilakukan ahli tidak ada nilainya dan hal itu hanya berdasarkan pada estimasi semata, apa yang dicantumkan di dalam kajian ahli tidak mencakup keseluruhan pekerjaan, yang akhirnya menimbulkan perbedaan nilai.
Jaka menambahkan, sesuai fakta persidangan yang ada selama ini bahwa kegiatan pertambangan tersebut sudah ada dan tidak ada kegagalan infrastruktur. Artinya, urgensi untuk menurunkan tim pemeriksa teknis terhadap proyek itu sebenarnya tidak ada.
“Misalnya, pengawasan yang dilakukan oleh BPK atau BPKP itu turun dalam hal adanya dugaan kegagalan infrastruktur, dari situ kemudian akan kelihatan adanya kerugian negara dalam kaitannya dengan dugaan tindak pidana korupsi. Sementara ahli ini, dipanggil penyidik polda yang notabenenya bekerja berdasarkan azas praduga bersalah (presumption of guilt), yang akhirnya ada tendensi bahwa ahli ini dihadirkan hanya untuk mencari kesalahan. Makanya kalau dia sudah nggak netral maka saya nggak percaya dengan hasil laporannya,” beber Jaka. (Han)