SURABAYA – beritalima.com, Kasus penipuan 30 miliar jual beli tanah di Bekasi dengan terdakwa Hiu Kok Min terus bergulir di Pengadilan Negeri Surabaya. Agenda kali ini mendengarkan keterangan saksi ahli Prof. Dr. Nur Basuki SH. MH, ahli pidana dari Unair Surabaya.
Dalam keterangannya, Nur Basuki menjelaskan mengenai unsur pasal penipuan dan penggelapan. Menurutnya, yang dimaksud penggelapan adalah apabila ada salah seorang yang ingin menguasai barang milik orang lain bukan haknya dengan sengaja, dan mengetahui kehendaknya.
Dia menilai di kasus ini, objek tanah ini milik PT. Adhi Karya yang proses pelepasannya ke PT. Adhi Realiti baru terjadi pada tahun 2013. Tapi diakui sebagai milik Hiu Kok Min, dengan dalih masih dalam pengurusan di BPN Bekasi dan cover notesnya sudah dibuat pada tahun 2012.
“Jadi ada unsur yang dipenuhi, yakni ada tindakan salah yang dilakukan dengan sengaja dan ada penguasaan sepihak atas tanah tersebut,” kata Nur Basuki di PN Surabaya, Rabu (18/12/2019).
Untuk unsur penipuan, dilakukan dengan mengunakan nama palsu, martabat palsu, tipu muslihat merugikan orang lain. Sengaja untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
“Kalau salah satu masuk. Maka itulah masuk dalam unsur penipuan. Artinya ada perbuatan nyata si pelaku seolah-olah membuat situasi yang sebenarnya, maka korban menjadi tergerak untuk menyerahkan uangnya,” tambah Nur Basuki.
Menurut dia, Hiu Kok Min juga dapat diminta pertanggungjawaban hukum atas tindakan yang telah menyuruh notaris untuk menerbitkan cover notes.
“Pelaku bisa diartikan melakukan, turut melakukan, menyuruh melakukan dan yang mengambil atau menciktakan situasi seperti yang sebenarnya. Tapi beda pertanggungjawaban kesalahan dalam perbuatannya. Sedangkan notaris hanya mengkonstantir saja,” ujar dia.
Sedangkan mengenai unsur pidana penggelapan akan terpenuhi, apabila pelaku menguasai barang yang bukan miliknya dengan tipu daya dan rangkaian kebohongan. Contohnya, pemilik rumah yang tidak mau keluar dari rumahnya, meski dia tidak memiliki alas hak atas rumah yang dihuninya tersebut.
“Atau apablia ada seseorang yang mengaku memiliki hak atas tanahnya, padahal dalam kenyataanya hak tersebut belum sepenuhnya dia miliki, dan kebohongan itu dilakukan atas dasar kedudukan, martabat, sifat palsu dan berbohong untuk membuat orang lain tergerak, maka sudah masuk unsur pidana,” tandasnya.
Sedangkan untuk wanprestasi, Nur Basuki mencontohkan,
“Bila ada seorang yang mempunyai kayu, tapi tidak bisa mengirimkan kayunya tersebut kepada pihak pembeli, maka perbuatan orang tersebut dianggap wanprestasi,” pungkasnya.
Diketahui, sengketa tanah ini terjadi ketika Hiu Kok Ming menjual sebidang tanah seluas lebih kurang 5 Ha kepada pelapor Widjijono Nurhadi di Desa Lambangsari, Kecamatan Tambun, Kabupaten Bekasi.
Di kemudian hari, ternyata tanah 5 hektar di Bekasi tersebut belum sah menjadi milik terlapor karena terkendala belum keluarnya sertifikat dari BPN Bekasi. (Han)