SURABAYA, Beritalima.com|
Kebijakan pembelian minyak goreng curah (MGC) subsidi yang harus melalui aplikasi PeduliLindungi atau KTP menuai banyak pro dan kontra dari masyarakat. Banyak masyarakat mengeluhkan kebijakan tersebut merepotkan dan tidak efisien lantaran harus memiliki koneksi internet dan membawa ponsel pintar ketika akan membeli MGC.
Terlepas dari banyak keluhan itu, akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (UNAIR) Dr Falih Suaedi menilai bahwa kebijakan tersebut merupakan langkah yang tepat. Menurutnya, kebijakan penggunaan PeduliLindungi atau KTP dapat membuat pendistribusian MGC lebih tepat sasaran. Kebijakan itu juga dinilai untuk menghindari adanya penimbunan yang dapat merugikan masyarakat.
Selain itu, Falih menilai kebijakan tersebut juga dapat membantu pemerintah dalam upaya memonitor dan mengontrol pasokan minyak goreng. Pasalnya, apabila kebijakan ini berjalan dengan baik maka akan tersedia data yang lebih komprehensif dan valid yang tercatat dalam PeduliLindungi.
“Indonesia negara besar dengan penduduk yang besar pula. Sudah waktunya pemerintah mulai merintis era digital governance. Dalam perspektif ini, langkah tersebut perlu didukung,” ujarnya.
Percepatan Adaptasi
Perihal keluhan yang disampaikan oleh masyarakat, Falih menilai itu adalah hal yang lumrah karena memang ini adalah sebuah kebijakan yang baru. Menurutnya, lambat laun masyarakat akan terbiasa dan justru akan memberikan dampak positif terhadap percepatan adaptasi masyarakat terhadap teknologi digital.
“Dengan adanya mekanisme ini, masyarakat akan semakin terbiasa dengan era digital, sinergik dengan program pengendalian Covid-19 dan pemerintah mempunyai data yang lebih valid tentang pendistribusian bahan pokok atau komoditas lain guna mencegah adanya penimbunan,” terangnya.
Penggunaan KTP bagi masyarakat yang tidak memiliki ponsel pintar menurut Falih juga sebuah langkah yang baik jika menimbang tidak semua bisa memiliki akses teknologi smartphone. Khususnya rakyat dengan ekonomi rendah. Ia menilai, alternatif tersebut akan memberi ruang fleksibilitas pada implementasi kebijakan untuk pemerataan distribusi MGC.
“Dengan cara menunjukkan KTP dan dicatat oleh toko pengecer saya kira ini tidak rumit, hanya perlu sosialisasi dan konsistensi di lapangan serta dengan pemantauan dan pendampingan yang lebih luas,” jelas dosen Administrasi Publik tersebut.
Pada akhir, Falih mengungkapkan mekanisme baru dalam pembelian MGC ini memang masih diperlukan banyak evaluasi dan perbaikan. Namun jika melihat manfaat yang akan didapatkan dalam jangka panjang maka kebijakan pembelian MGC menggunakan aplikasi peduli LindungiLayak untuk diterapkan.
“Implementasinya harus terus di-scanning, dimonitoring, di-forecasting dan di-assesing, dengan pendampingan dan terbuka atas saran dan kritik serta semangat untuk menjadi lebih baik. Saya yakin kebijakan ini akan makin memberikan multiplier effect,” ungkapnya optimistis. (Yul)