Oleh :
Rudi S Kamri
Hari ini kita semua disuguhi drama komedi ala panggung boneka dengan pemeran utama “si jenggot & pekok brothers”. Banyak orang yang gemes tapi banyak juga orang yang terbengong-bengong melihat orang yang dulu kelihatan waras berubah seketika jadi pekok berjamaah. Apa boleh buat inilah realita yang harus kita terima melihat kaum intelektual dan akademisi sedang bermetamorfosis menjadi “kaum otak terbalik”.
Saya tidak akan membahas betapa konyolnya mereka menuduh curang ke sang petahana dengan tuduhan-tuduhan lucu bin koplak. Padahal kita tahu selama ini justru mereka yang secara terang benderang secara brutal memamerkan parade hoax, ujaran kebencian dan fitnah serta rekayasa cerita. BW dan kawan-kawan serasa tengah berdiri di depan cermin dan berteriak curang pada dirinya dan kelompoknya. Dan kita kaum akal sehat hanya bisa tersenyum kecut melihat kelakuan konyol mereka.
Mereka menyebut Jokowi sedang membangun rezim otoriter. Pada saat tuduhan tersebut disuarakan oleh Prabowo dan ada keluarga Cendana di dalamnya, kita kaum waras jadi ngakak berguling-guling. Itulah contoh ujaran POST TRUTH yang paling terang benderang sedang mereka pamerkan. Mereka mencoba mendistorsi kebenaran dengan cara yang sangat konsisten konyol. Mereka mungkin lupa siapa mereka sebenarnya. Mereka mungkin juga belum baca hasil penelitian ilmiah yang dilakukan oleh Laboratorium Psikologi UI yang bekerja sama dengan Ikatan Psikologi Klinis Indonesia beberapa waktu lalu bahwa GENETIKA KECENDERUNGAN OTORITER justru dominan dimiliki Prabowo (76%) dibanding dengan Jokowi yang sangat rendah.
Lalu kita yang alhamdulilah dianugerahi akal sehat ini harus bagaimana menyikapi fenomena eksibisi narasi Post Truth ini ?
Saya menyakini satu hal bahwa mereka pada dasarnya tahu diri bahwa tuduhan kecurangan ini sangat lemah dan berpotensi 99,99% kalah. Bagi saya bukti kecurangan yang 12 truk lebih hanya sekedar sampah. Makanya mereka berusaha keluar dari materi utama. Mereka membabi-buta bin ‘ngasalikun’ menyerang Jokowi padahal lawan utama mereka dalam sengketa ini adalah KPU. Tujuan utama mereka hanya sedang membangun narasi untuk mempengaruhi opini publik pendukung mereka dan mencoba-coba mempengaruhi hakim MK.
Untuk mempengaruhi hakim MK saya optimis mereka akan sia-sia. Karena kita percaya integritas dan kredibilitasnya para hakim MK. Nah, untuk membangun narasi publik ini yang harus kita lawan dengan keras. Kaum akal sehat harus tetap bersuara keras meng-counter narasi sesat yang sedang mereka bangun. Kita harus mengisi setiap ruang publik dimanapun termasuk di media sosial dengan narasi kebenaran untuk mementahkan tuduhan mereka.
Saya sangat tidak sependapat ada himbauan bahwa saat ini kita harus diam dan membiarkan proses hukum berjalan sebagaimana mestinya di MK. Bagi saya yang sedang mereka lakukan bukan sekedar dalam koridor hukum semata, tapi mereka sedang keluar arena hukum dengan melakukan distorsi informasi secara masif dan sistematis dengan memanfaatkan panggung di MK. Hal ini tidak boleh kita biarkan. Makanya saya mengajak kepada kita semua untuk tetap mengawal proses sengketa Pilpres ini dengan konsisten membangun opini positif kebangsaan untuk menjaga marwah Indonesia yang berbhineka.
Bagaimana dengan himbauan Prabowo kepada para pengikutnya untuk tidak turun ke jalan selama proses sengketa di MK ?
Mohon maaf saya tidak percaya. Bagi saya itu hanya strategi “lips service” yang sedang mereka mainkan. Rekam jejaknya sudah gamblang. Menjelang pengumuman KPU 21 Mei lalu dia juga melakukan hal yang sama. Namun apa yang terjadi ? Protes jalanan yang berujung dengan kerusuhan terjadi secara brutal. Dan juga buktinya hari ini, masih banyak juga pasukan “cheerleader” mereka tetap turun ke arena sekitar gedung MK.
Selama ini kita terlalu sopan dan santun dalam menghadapi mereka. Dan ternyata mereka semakin liar merajalela. Kini saatnya kaum akal sehat Indonesia untuk bersuara keras dengan cara yang elegan dan tetap dalam koridor menyuarakan kebenaran.
Jangan diam, kawan.
Perjuangan kita belum selesai !!!
Salam SATU Indonesia
14062019