SURABAYA, beritalima.com | RSU Haji diakui sebagai salah satu rumah sakit yang memang concern, memiliki kepedulian tinggi pada disabilitas atau warga negara berkebutuhan khusus (WNBK). Hal ini setidaknya diakui oleh Fordiva (Forum Relawan Difabel Indonesia) dan Amali WNBK. Kedua komunitas tersebut merupakan kelompok sosial yang peduli pada disabilitas ataupun WNBK.
Megawati, ketua Fordiva, dan Andi Rachmadi, ketua Amali WNBK serta Lia Istifhama yang merupakan pembina Amali WNBK, berkunjung pada rumah sakit pimpinan Dr. drg. Sri Agustina Ariandani, M.Kes. Dalam pertemuan tersebut, diketahui strategi yang diterapkan oleh rumah sakit yang sekarang menjadi rujukan regional telemedicine, untuk membantu penanganan pasien disabilitas, terlebih anak-anak.
“Dalam sehari, rata-rata 30 pasien anak bekerbutuhan khusus yang berkunjung ke sini. Setiap kali kunjungan, selalu kami bekali home excercises, semacam panduan untuk melatih anak di rumah. Bisa dilakukan ibu. Seperti latihan menelan, latihan berjalan, dan sebagainya. Hal ini sesuai jenis masalah disabilitas pasien”, terang Anik muwati fisioterapi di RSU Haji.
Dr. Agustina, Direktur Utama RSU Haji, juga menambahkan pentingnya peran orang tua di rumah.
“Supaya anak cepat mendapatkan progress, tentu kami harapkan peran orang tua di rumah. Bagaimana mereka bisa telaten dan sabar mengajari anaknya sesuai kondisi si anak. Jadi home excercises itu diharapkan si pasien tetap bisa ditangani dengan cara tepat. Tidak bisa semua dilakukan di rumah sakit”, ujarnya.
Ia pun menambahkan, bahwa RSU Haji pun peduli dengan kondisi ibu pasien.
“Ibu, orang tua, tentu membutuhkan extra kesabaran. Jadi kami pun ingin mereka selalu relaks dan tenang dalam menangani anaknya. Bulan lalu (Nopember) kami sudah menyelenggarakan seminar yg untuk anak-anak wnbk (warga negara berkebutuhan khusus). Tujuan seminar tersebut adalah agar orang tua si pasien mendapatkan motivasi, relaksasi. Dan bagi anak-anak berkebutuhan khusus, diharapkan mereka juga memiliki semangat dan optimis untuk memiliki kesempatan yang sama dengan anak lainnya. Memang tidak semua bisa mendapatkan target sama, karena problem pasien kan beda-beda. Ada yang mengalami keterlambatan, autis, hyperaktif, dan sebagainya”, terang Agustina.
Kepekaan ini direspon sangat positif oleh aktivis sosial, Lia Istifhama.
“Ibu sangat detail, yah. Jadi bukan hanya memikirkan bagaimana anak yang merupakan pasien berkebutuhan khusus bisa mendapatkan perkembangan positif, melainkan juga memikirkan psikologis ibu dari pasien. Karena memang tidak mudah tentunya, bagi seorang ibu atau orang tua dari pasien. Butuh perjuangan yang tidak bisa ditempuh oleh ibu-ibu pada umumnya”, ucap Ning Lia.
Ditanya lebih lanjut mengenai tindakan preventif atas disabilitas, Agustina menjelaskan bahwa RSU Haji telah memikirkan penanganan yang tepat sejak dalam kandungan.
“Di RSU haji sekarang sudah ada dokter fetomaternal untuk mendeteksi kondisi fisik yang detail sejak bayi dalam kandungan. Dari situ, bisa dilakukan pendeteksian apakah bayi ini memiliki potensi mengalami kelainan khusus. Nah, dengan begitu, tindakan yang tepat diharapkan mulai bisa dilakukan sejak dalam kandungan”, pungkasnya.