Alumni Ponpes Amanatul Ummah, Jadi Mahasiswa Fakultas Farmasi Unair

  • Whatsapp

Caption:
Muhammad Rosyid Ridho di depan Area Edu Expo Unair bersama rekan mahasiswa fakultas Farmasi

SURABAYA, beritalima.com|
Jangan pernah berpikir, para santri yang mengenyam pendidikan di pondok pesantren (Ponpes), nantinya hanya berada di lingkungan Ponpes. Stigma tersebut dibuktikan oleh alumni santri Ponpes Amanatul Ummah, Muhammad Rosyid Ridho. Pemuda ganteng ini bisa lolos menjadi mahasiswa fakultas Farmasi Unair.

Bahkan Milenial yang masih menempuh pendidikan di semester IV ini juga sangat piawai menjelaskan semua inovasi yang dilakukan oleh prodi farmasi ini. Termasuk diantaranya, bahwa fakultas farmasi ternyata juga memproduksi obat tradisional dengan bahan baku dari tanaman apotik hidup yang ada di sekitar lingkungan kita.

“Jadi saat kita kemarin menghadapi pandemi Covid-19, dari pihak kefarmasian ini selain mengembangkan obat antibiotik dan obat-obatan dari bahan kimia untuk mengatasi pasien Covid-19, kita juga mengembangkan obat-obatan tradisional. Salah satunya yaitu jamu tradisional Sinom. Bahan bakunya kunyit dan asam,” terang Ridho, panggilan akrab Muhammad Rosyid Ridho.

Ridho menjelaskan bahwa kunyit sendiri selain mengandung antioksidan yang tinggi, kunyit juga bisa mencegah sariawan.

“Fakultas farmasi berinisiasi untuk membuat jamu yang bekerjanya secara klinis dengan standar-standar yang ada di laboratorium, dan harus memenuhi syarat-syarat yang telah dikeluarkan oleh pemerintahan dari dinas kesehatan. Jadi tugasnya farmasi di sini ini untuk menjamin mutu dari obat-obatan tradisional yang mungkin dikembangkan secara bersama oleh farmasi dan oleh orang-orang yang memang khusus dalam bidang pengobatan tradisional,” tandasnya.

Menurut Ridho fokus utamanya membuat obat, baik yang berbahan dasar kimia maupun tradisional adalah untuk mencegah suatu penyakit berkembang biak, termasuk diantaranya adalah obat tradisional yang saat ini dikembangkan oleh fakultas farmasi.

“Dengan basis bahan-bahan yang ada di alam dan diolah menggunakan cara-cara tradisional, kita juga bekerja mulai dari pengumpulan bahan, lalu pengontrolan, cara produksinya hingga nanti ketika di distribusikan itu, hingga informasi terkait kandungan obat tersebut juga memiliki tanggung jawab untuk menjamin mutu dari obat-obatan tradisional ini, supaya bisa memberikan efek terapi yang benar-benar diharapkan oleh masyarakat,” sambungnya.

Ridho menyebutkan misalkan untuk membuat suatu obat, dibutuhkan pengujian-pengujian terhadap produk. Mulai pengumpulan bahan dasarnya, bentuk produknya, seperti salah satu produk dari teh hijau dalam kemasan serbuk siap saji.

“Di dalam teh hijau ini memiliki suatu senyawa kimia yang bisa berfungsi sebagai anti kanker. Nah di sini bentuknya kayak serbuk racikan gitu, jadi seperti serbuk Nutrisari, tinggal diseduh sama air panas atau air dingin dan bisa diminum kapanpun. Teh hijau instan ini fungsi utamanya yaitu sebagai anti kanker atau mencegah kanker. Teh hijau ini bisa dikonsumsi oleh masyarakat luas, baik yang berusia lanjut maupun remaja dan dewasa. Fungsinya juga sebagai imunitas tubuh,” lanjutnya.

“Harapan kedepannya itu saya bisa menciptakan banyak inovasi-inovasi di bidang kesehatan, khususnya di mana inovasi tersebut dapat menunjang sistem kesehatan dan meningkatkan kesadaran akan kesehatan di masyarakat itu sendiri,” pungkasnya.(Yul)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait