SURABAYA, Beritalima.com|
Pandemi Covid-19 dan revolusi industry 4.0 saat ini memberikan tantangan tersendiri bagi para lulusan baru dan pencari kerja. Penggunaan tekonologi untuk menjaring karyawan baru mulai diterapkan oleh berbagai perusahaan dan organisasi. Mulai dari seleksi administrasi, wawancara, psikotes, hingga leaderless group discussion (LGD) dilakukan secara online.
Lukitariani atau yang akrab disapa Luki, alumni psikologi Universitas Airlangga yang kini tengah menjabat sebagai head of talent acquisition di PT. Pegadaian (Persero) menjelaskan bahwa saat ini tidak sedikit perusahaan menggunakan sistem ATS atau sistem pelacakan pelamar untuk menjaring pelamar yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. Melalui sistem tersebut, perusahaan dapat melakukan skrining dengan mudah untuk mendapatkan calon karyawan yang sesuai dengan kualifikasi.
“Misal kita ingin mengambil lulusan UNAIR atau yang memiliki pengalaman leadership saja, maka sistem akan langsung melakukan skrining untuk memilih pelamar yang sesuai dengan ketentuan tersebut, jelas Luki.
Terdapat beberapa tips dari Luki bagi para pelamar keja agar dapat diterima oleh perusahaan atau organisasi yang dituju,” terang Luki.
“Perhatikan Kualifikasi
Hal pertama yang perlu diperhatikan oleh para pelamar kerja adalah kualifikasi yang diinginkan perusahaan. Memastikan bahwa syarat dan kualifikasi tersebut sesuai dengan kondisi calon pelamar.
Sayang kalau mengirim lamaran ke banyak perusahaan namun belum tentu sesuai dengan kualifikasi yang diinginkan oleh perusahaan,” sambung Luki.
Setelah memahami kualifikasi dan sesuai dengan kondisi. Maka pastikan untuk melengkapi berkas ketika melamar. Jika melampirkan sertifikat yang dimiliki juga akan menjadi poin pertimbangan tersendiri.
CV yang menonjol bukan terkait dengan bentuk CV yang berbeda dari CV pelamar kerja yang lain. Namun, terkait dengan poin-poin informasi dalam CV yang dapat membuat recruiter tertarik.
“Ketika menggunakan sistem ATS, poin-poin dalam CV tersebut juga menjadi bahan sistem melakukan skrining untuk mencari calon pelamar yang sesuai dengan permintaan perusahaan.
Ketika memiliki pengalaman magang misalnya, jangan hanya dituliskan tempat magangnya, namun juga tuliskan tugas dan tanggung jawab yang diemban selama magang,” lanjutnya.
Informasi tersebut perlu dicantumkan agar recruiter tidak menebak-nebak dan mengira bahwa magang yang dilakukan hanya mengantarkan surat atau hal lain yang kurang berkesan. Padahal, banyak mahasiswa yang terlibat dalam proyek bagus ketika melakukan magang.
“Selain itu, penting juga melampirkan achievement ketika mengikuti lomba. Tidak harus juara 1, 2, atau 3. Juara harapan juga akan menjadi pertimbangan bagi para recruiter karena menunjukkan bahwa pelamar merupakan orang yang mau berjuang dan tidak mudah menyerah untuk mendapatkan juara tersebut.
Pelamar model seperti itu (memiliki achievement, red) pasti model orang yang tangguh,” ucapnya.
Jujur dan Menjadi Diri Sendiri
Setelah lolos tahap administrasi dan memasuki tahap wawancara, maka hal yang perlu diperhatikan oleh pelamar adalah berlaku jujur dan menjadi diri sendiri. Berlaku jujur yang dimaksudkan adalah tidak berbohong, terlebih ketika ditanyai mengenai kelemahan.
“Sebagai contoh, ketika ditanya apakah pernah melanggar peraturan lalu lintas, maka jawab saja jujur, pernah seperti ketika naik motor tidak memiliki Surat Ijin Mengemudi (SIM). Karena ketika kita latihan motor saja itu sudah melanggar peraturan karena tidak memiliki SIM.
Mengakui kesalahan bukan sesuatu yang buruk tapi mengakui bahwa kita manusia memiliki kesalahan,” papar Luki.
Pelajari Nilai dan Budaya Perusahaan.Luki melanjutkan, perlu bagi pelamar untuk mempelajari budaya dan nilai organisasi atau perusahaan yang dituju. Hal tersebut karena ketika seseorang ditolak, bukan berarti karena dia kurang pintar atau kurang berpengalaman, bisa jadi karena karakternya tidak sesuai dengan budaya dan nilai dalam organisasi tersebut.
“Sebagai contoh, pada perusahaan IT mungkin tidak perlu dibutuhkan orang yang suka bergaul karena membuat program biasanya hanya dikerjakan sendiri atau kalau tidak, hanya dengan satu timnya. Berbeda dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang butuh kerja sama tim, sehingga orang yang individualis tidak cocok dengan budaya tersebut.
Melihat kesesuaian pelamar dengan budaya dan nilai organisasi tersebut bisa melalui wawancara, LGD, atau penilaian psikotes,” jelas Luki.
“Percaya diri masing-masing orang memiliki karakter tersendiri. Ketika tahap wawancara maka pelamar perlu menunjukkan sisi positif dari dirinya. Ketika ditanyai pengalaman, maka jawab dengan percaya diri agar dapat meyakinkan interviewer bahwa pelamar tersebut bisa bekerja dan layak dipertimbangkan. Saat kita melakukan wawancara, sebenarnya itu merupakan momen kita jualan diri sendiri agar layak dipertimbangkan sebagai kandidat yang potensial,” tambahnya.
“Selain itu, penampilan ketika melakukan interview yang terpenting adalah rapi dan bersih. Tidak perlu mahal atau aneh. Pemakaian make-up juga tidak perlu terlalu tebal. Kemudian, duduk tegak. Kaki menyilang tidak masalah, namun duduk harus tegak.
Jangan gugup ketika wawancara, karena nanti nge-blank dan jadi lupa semuanya. Anggap saja pewawancara ingin tau diri kita itu seperti apa,” tandasnya.
“Media Sosial-Media sosial juga diperhatikan oleh recruiter di beberapa perusahaan, terutama media sosial populer seperti Instagram dan LinkedIn. Hal tersebut karena media sosial mencerminkan bagaimana karakteristik kandidatnya. Jika akun digunakan untuk berjualan, hal tersebut masih baik-baik saja, atau jika akun jarang upload juga masih diwajari karena tidak semua orang suka memamerkan sesuatu. Kalau BUMN biasanya akan melihat apakah ada ujaran kebencian dan provokasi dalam postingan para pelamar, itu biasanya kita hindari, tukasnya.
Beberapa perusahaan besar juga sudah melakukan background check melalui media sosial agar tidak kecolongan. Perusahaan tidak ingin kandidat yang direkrut justru menjadi provokator.
Kepada mahasiswa UNAIR atau alumni UNAIR yang sedang berjuang mencari kerja, Luki berpesan agar mereka percaya diri dan bangga menjadi lulusan UNAIR. Hal tersebut karena selama pengalaman Luki melakukan recruitment dan wawancara, lulusan UNAIR cenderung tidak percaya diri, tidak mau tampil di depan padahal pintar, aktif berorganisasi, dan tidak kalah dari lulusan yang lain.
“Kalau dulu anak UNAIR secara garis besar cenderung pintar namun tidak mau tampil di depan, dan lebih suka di belakang layar. Maka perlu dibangun mentalnya agar bangga dengan almamater dari percaya pada diri sendiri bahwa lulusan UNAIR adalah lulusan terbaik di bidangnya masing-masing,’ pungkas Luki. (Yul)
Gambar : Lukitariani, head of talent acquisition di PT.Pegadaian (Persero) dan alumni