SURABAYA, Beritalima.com|
Pepatah pernah mengatakan tuntutlah ilmu hingga ke negeri China. Hal serupa juga kerap dilakukan oleh salah satu alumnus Universitas Airlangga (Unair) yang berhasil meraih beasiswa dari LPDP untuk menjajaki ilmu di National University Singapore (NUS).
Muhammad Fairuzzuddin Zuhair merupakan seorang alumni dari Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Unair. Ia berhasil raih juara dua dalam ajang LPDP Business Growth Plan 2023 pada kategori umum. Prestasi tersebutlah yang mengantarkannya untuk mendapatkan beasiswa mengikuti short course di Singapura pada Senin (8/1/2024) mendatang.
Lomba itu berlangsung pada bulan Agustus. Dalam hal ini, Fairuz selaku CEO dari PT Lentera Alam Nusantara mengusung ide bisnis “Markas Walet” untuk berkontestasi di ajang perlombaan ini.
Lomba ini terdiri dari beberapa tahapan, mulai dari pengiriman proposal dan business plan di tingkat regional, provinsi, dan nasional. Terhitung sebanyak 6438 start up yang mengikuti kompetisi ini, Fairuz dan tim berhasil lolos menjadi 20 terbaik untuk presentasi di Jakarta.
“Alhamdulillah, setelah melewati proses pitching atau presentasi tersebut, ternyata tim Markas Walet berhasil mendapatkan juara kedua dalam lomba LPDP business growth plan tahun 2023 kategori umum,” tutur alumnus Unair itu.
Lebih lanjut, Fairuz menuturkan bahwa gagasannya berfokus pada inovasi teknologi untuk rumah burung walet. Dalam hal ini, ia menggagas peran internet of thing berupa kamera penghitung populasi burung walet yang dilengkapi dengan sensor suhu, kelembaban, intensitas cahaya, dan kadar harmonia guna meningkatkan populasi burung walet.
“Jadi ini merupakan karya kami yang telah kami kembangkan dan telah kami buat menjadi sebuah aplikasi yang sekarang sudah bisa didownload di google play store. Aplikasi ini berfungsi untuk memudahkan petani walet dalam memonitoring dan mengontrol kondisi rumah burung walet. Sehingga, rumah burung walet bisa lebih terpantau dan bisa diketahui perkembangannya, dan bahkan bisa sampai melakukan forecasting terkait kondisi dalam gedung walet,” jelasnya.
Tantangan Inovasi
Meraih penghargaan ini bukanlah hal yang mudah bagi Fairuz dan tim. Selain novelty yang ditawarkan, inovasi teknologi yang digagaskan juga harus clear. Fairuz berusaha untuk membuat rancangan aplikasi yang user friendly dan dapat dipahami oleh para panelis atau juri.
“Dalam hal ini kita harus memastikan aplikasi kita apakah reliable dan executable? apakah memang ada demand di market atau belum ada? Jadi, mengkomunikasikan gagasan ini tidaklah mudah, karena waktu presentasi yang diberikan juga sangat singkat, hanya sekitar 7 menit. Sehingga, mau tidak mau kami harus menyampaikannya dengan jelas, tegas dan poinnya sampai ke mereka. Dan tentu ini juga latihannya tidak satu malam, tapi hampir beberapa minggu sebelumnya,” ungkap Fairuz
Walaupun mengalami tantangan yang cukup pelik, alumni UNAIR itu tidak menyangka bisa menyabet juara dua dalam kompetisi bergengsi milik LPDP ini. Ia pun bersyukur kerja kerasnya dalam mempersiapkan segala hal untuk maju di kompetisi ini terbayar.
“Yang paling kami syukuri adalah salah satu hadiah berupa kesempatan untuk mengikuti short course di National University of Singapore selama kurang lebih 2 minggu. Ini adalah kesempatan emas bagi kami untuk bisa go international dan bisa belajar lebih dalam lagi terkait perkembangan teknologi,” sambungnya.
“Kami berharap segala insight yang diperoleh dapat diimplementasikan dalam dunia usaha, terutama dalam ekosistem perwaletan yang sedang kami tekuni sekarang. Kami akan memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mencari relasi, menemukan mentor baru, dan mencari funding dari Singapore agar perusahaan kami bisa jauh lebih berkembang ke depannya,” pungkasnya .(yul)