Amandemen UUD 1945 Mengganti Panca Sila Dengan Demokrasi “Free Fight Liberalism“

  • Whatsapp

Oleh Prihandoyo Kuswanto
Ketua Pusat Studi Rumah Pancasila

Setelah Amandemen UUD 1945 keadaan menjadi kacau, sebab Panca Sila yang seharus nya menjadi dasar negara diabaikan mana bisa demokrasi dengan pemilihan langsung yang jelas mempertarungkan dua kubu atau lebih disamakan dengan Gotong royong , disamakan dengan Persatuan Indonesia , disamakan Dengan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikma kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan .

Usaha mencangkokan Pancasila dengan Demokrasi liberal adalah bentuk pengkhianatan terhadap Pancasila .

Cuplikan Pidato Presiden Sukarno

…………” Telah sering saya katakan, bahwa demokrasi adalah alat. Demokrasi bukan tujuan. Tujuan ialah satu masyarakat yang adil dan makmur, satu masyarakat yang penuh dengan kebahagiaan materiil dan spirituil.

Sebagai alat, maka demokrasi ( dalam arti bebas berfikir dan bebas berbicara ( harus berlaku dengan mengenal beberapa batas. Batas itu ialah batas kepentingan rakyat banyak, batas kesusilaan, batas keselamatan Negara, batas kepribadian bangsa, batas pertanggungan-jawab kepada Tuhan. Manakala batas-batas ini tidak diindahkan, maka menjelmalah demokrasi menjadi anarchi si pandai omong semata-mata.

Kita sekarang kalau tidak awas-awas, menuju kepada anarchi total. Tidakkah demikian? Segala macam krisis sudah menumpah kepada kita. Krisis demokrasi sendiri, sehingga orang ada yang meminta diktator atau junta militer.

Krisis akhlak. Krisis Angkatan Perang, karena ada orang mengira bahwa demokrasi-kesasar itupun harus dilakukan dalam Angkatan Perang. Krisis cara meninjau persoalan, dalam mana sinisme merajalela, dan dalam mana segala hal dikuasai oleh demokrasi-omong itu, sehingga hasil tiap-tiap persoalan hanyalah cemooh belaka, ( cemooh, cemooh, sekali lagi cemooh.

Krisis Gezag, dalam mana orang tak mau mengerti bahwa Kewibawaan Gezag haruslah kita bina bersama, kita susun bersama, kita pelihara bersama, dan tidak malahan kita dongkel, kita “slopen”, dengan sikap yang kini kita lihat di beberapa daerah.

Ya, krisis menyusul krisis, sehingga akhirnya mungkin nanti menjadilah krisis itu satu krisis total, krisis mental!

National dignity kita amblas samasekali, sehingga banyak di antara kita ini tidak merasa malu bahwa dunia-luaran ada yang goyang kepala, ada yang bertampik sorak kesenang-senangan. Tidak merasa malu, kalau dunia-baru berkata “Indonesia is breaking up” (Indonesia mulai runtuh), ( “Quo vadis Indonesia?” (kemanakah engkau Indonesia?) ( “A nation in collapse” (Satu bangsa yang sedang ambruk).

Ah, saudara-saudara, mengapa toh begini? Apa memang bangsa Indonesia itu ditakdirkan Tuhan menjadi bangsa inlander, bangsa yang pecah-belah, bangsa yang tak mampu mengangkat dirinya ke taraf yang lebih tinggi? Saya yakin tidakl Tetapi saya kira bangsa Indonesia salah sistim ( politiknya, terutama sekali dalam masa perpindahan ini.

Bangsa Indonesia dan rakyat Indonesia telah “disalah-gunakan” oleh pemimpin-pemimpinnya dalam rock-and-rollnya demokrasi-omong yang tak kenal batas, demokrasi-omong yang tak kenal disiplin, demokrasi-omong yang tak kenal pimpinan.

Ya, demokrasi yang tak kenal pimpinan. Demokrasi kita demokrasi yang tak terpimpin. Demokrasi kita demokrasi “free fight liberalism”. Demokrasi kita demokrasi “hantam-kromo”, demokrasi “asal bebas mengeluarkan pendapat”, ( demokrasi bebas mengkritik, bebas mengejek, bebas mencemooh, bebas ( bebas ( bebas ( zonder leiderschap, zonder management ke arah tujuan yang satu. Demokrasi kita ialah demokrasi yang hanya mendewa-dewakan kebebasan, hanya mengkeramatkan kebebasan, ( demokrasi yang di dalamnya tak ada yang keramat kecuali kebebasan itu sendiri. Demokrasi kita ialah demokrasi yang di dalamnya ”niets wordt ontzien behalve de vrijheid zelve”. Kritik ke kiri, diejek ke kanan, kejam di depan, fitnah ke belakang, sanggah ke atas, cemooh ke bawah. Hanya satu yang tidak dikritik, hanya satu yang tidak diejek, tidak dikecam, tidak difitnah, tidak disanggah, tidak dicemooh, yaitu … ”kebebasan omong” itu sendiri.

Kita sekarang ini telah dikuasai oleh demokrasi yang demikian itu. Padahal demokrasi adalah sekedar alat. Kita telah dikuasai oleh alat. Dan saya bertanya: Siapakah yang sebenarnya dalam praktek menarik keuntungan dari demokrasi semacam ini? Bukan Pak Noyo penjual soto di pinggir jalan. Bukan Mang Ucak si tukang oncom. Bukan si Bujung penangkap ikan di danau Maninjau. Bukan si Nyong pengupas kelapa di pantai Bitung. Bukan si Jaetun pengemudi perahu di sungai Musi. Bukan mereka yang beruntung. Sebab mereka semuanya rakyat cilik yang tidak banyak omong. Mereka tidak berpidato di rapat-rapat, mereka tidak kasih interview di koran-koran, mereka tidak menulis sindiran-sindiran di pojok surat kabar. Mereka diam dan bekerja. Mereka, dalam demokrasi sekarang, teoretis mempunyai persamaan hak-omong dengan siapapun juga, tetapi mereka dalam praktik tak mempunjai kesempatan dan tak mau mempergunakan kesempatan untuk “ngomong” itu. Mereka tak akan bahagia dengan demokrasi politik saja, ( apalagi demokrasi politik “free fight liberalism” sebagai yang kita jalankan sekarang ini (, mereka gandrung akan demokrasi sosial yang memberi mereka kebahagiaan di segala lapangan, terutama sekali di lapangan ekonomi.

Karena itu, maka kita perlu mengadakan koreksi dalam sistim politik yang sampai sekarang kita anut, ( sistim politik yang kita jiplak mentah-mentahan dari dunia luaran. Bukan “free fight liberalism” yang harus kita pakai, tetapi satu demokrasi yang mengandung management di dalamnya ke arah tujuan yang satu , yaitu masyarakat keadilan sosial. Satu demokrasi yang berdisiplin, satu demokrasi yang sesuai dengan dasar-hidup bangsa Indonesia yaitu gotong-royong, satu demokrasi yang membatasi diri sendiri kepada tujuan yang satu, satu demokrasi met leiderschap, satu demokrasi terpimpin.

Janganlah kita beku! Janganlah kita statis dalam arti: satu kali ambil sistim politik, terus kita pertahankan sistim politik itu! Think-and-rethink, shape-and-reshape! Demikianlah pesanan saya tempo hari. Sri Jawaharlal Nehru tempo hari mempergunakan perkataan “remaking “, dan di dalam perkataan itu terasalah dinamik, dan bukan kestatisan atau kebekuan. Sebagai sering saya katakan: Revolusi adalah Gerak, Revolusi adalah Beweging, Revolusi adalah Gerak Maju meninggalkan Hari Kemaren, ( “Revolution rejects yesterday”.

Apakah kita hendak beku, mengamplok saja terus kepada sistim politik free fight liberalism ini? Yang di dalam dua-belas tahun saya telah mengganjari kita dengan enam-belas kabinet atau rata-rata sekali dalam tiap delapan bulan? Yang begitu meracuni Angkatan Perang kita sehingga kita sekarang télé-télé dengan krisis di dalam tentara? Yang pada dasarnya begitu invreten ke dalam kesadaran-bernegara dan kesadaran-berpemerintah kita, sehingga kita hampir-hampir saja remuk-redam dengan pelbagai peristiwa daerah, kalau kita tidak waspada? Yang hampir-hampir juga membawa kita kepada krisis kebangkrutan keuangan dan perekonomian? Yang dalam dua-belas tahun ini belum dapat membawa kita ke arah realisasi daripada cita-cita masyarakat adil dan makmur, cita-cita masyarakat yang ekonomis gotong-royong, tetapi sebaliknya masih terus menetapkan rakyat kita dalam dunia eksploitasinya ekonomis-liberalisme? Yang telah membuat banyak pemuda kita menjadi “liar”, cinta mambo dan rock-and-roll, cowboy-cowboyan, ( alles terwille van de vrijheid! (, sinis, kurang kompak tertuju kepada hal yang satu?

Ya, benar, ditinjau dari sudut kemajuan sejarah, maka kita sekarang ini lebih maju dari di zaman kolonial. Di zaman kolonial, kita tidak mengalami kebebasan-kebebasan demokrasi. Di zaman kolonial, kita gandrung dan berjuang mati-matian untuk kebebasan-kebebasan ini. Dan tatkala kita mencapai kemerdekaan, laksana pecahlah hati kita karena terbahak-bahak senang memperoleh kebebasan-kebebasan itu. Dan kita bukan saja menghantar kebebasan itu, kita malahan mengeksploitir kebebasan itu, ya “menghantam-kromokan” kebebasan itu, sampai kepada batas-batasnya yang paling ujung dan sampai melampaui batas-batasnya yang paling ujung.

Sekali lagi saya katakan, ditinjau dari sudut histori, kita sekarang lebih maju daripada di zaman penjajahan. Kita telah melakukan pemilihan-pemilihan-umum dengan tertib dan teratur, baik buat Parlemen maupun buat Konstituante. Kita tahun ini malahan sedang sibuk-sibuknya menjalankan pemilihan-umum untuk Dewan-Dewan Perwakilan Daerah. Tetapi soalnya bukan itu. Soalnya ialah: sistim politik apakah terbaik dan tercocok untuk kita, untuk mentransformir alam kolonial ke alam nasional, untuk mentransformir alam eksploitasi ke alam keadilan sosial? Soalnya ialah, apakah sistim politik yang sampai sekarang kita anut itu sudah sistim politik yang sebaik-baiknya bagi Indonesia, sudah satu sistim politik yang memberi kebahagiaan kepada rakyat Indonesia?

Dan sebagai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini saya menjawab: Tidak! Sistim politik yang sampai sekarang kita anut, tidak memberi kebahagiaan kepada rakyat banyak. Kita harus tinjau kembali sistim itu, kita harus herzien sistim itu.

Tinjau kembali sistim itu, dan menggantinya dengan satu sistim yang lebih sesuai dengan kepribadian bangsa kita, lebih sesuai dengan gotong-royong bangsa kita, lebih memberi pimpinan atau management ke arah tujuan yang satu itu, yaitu masyarakat keadilan sosial. Berilah bangsa kita satu demokrasi yang tidak liar. Berilah bangsa kita satu demokrasi gotong-royong yang tidak jégal-jégalan. Berilah bangsa kita satu demokrasi “met leiderschap” ke arah keadilan sosial. Berilah bangsa kita satu demokrasi terpimpin. Sebab demokrasi yang membiarkan seribu macam tujuan bagi golongan atau perseorangan, akan menenggelamkan kepentingan Nasional dalam arusnya malapetaka!

Perubahan kedaulatan di tangan MPR diganti dengan Menurut Undang-Undang Dasar menjadi sangat kacau . “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.” UU dibuat oleh Presiden dan DPR , yang merupakan presentasi dari kedaulatan rakyat , kita bisa bayangkan bahwa UU itu bisa dibatalkan oleh MK yang keanggotaan MK dipilih dari hasil Fit And Propertes , pertanyaan nya dimana kedaulatan rakyat itu ? Berdaulat mana Rakyat , Presiden , DPR dengan MK ?

Kita berjuang untuk kembali pada Konstitusi Proklamasi karena kita tau sejarah nya , Undang-Undang Dasar itu adalah Undang- Undang dasar yang Seperti yang di ucapkan oleh Bung Karno dalam laporan pembahasan UUD pada sidang BPUPKI …………………..” Alangkah keramatnja, toean2 dan njonja2 jang terhormat, oendang2 dasar bagi sesoeatoe bangsa.

Tidakkah oendang2 sesoeatoe bangsa itoe biasanja didahoeloei lebih doeloe, sebeloem dia lahir, dengan pertentangan paham jang maha hebat, dengan perselisihan pendirian2 jang maha hebat, bahkan kadang2 dengan revolutie jang maha hebat, dengan pertoempahan darah jang maha hebat, sehingga sering kali sesoeatoe bangsa melahirkan dia poenja oendang2 dasar itoe dengan sesoenggoehnja di dalam laoeatan darah dan laoetan air mata.
Oleh karena itoe njatalah bahwa sesoeatoe oendang2 dasar sebenarnja adalah satoe hal jang amat keramat bagi sesoeatoe rakjat, dan djika kita poen hendak menetapkan oendang2 dasar kita, kta perloe mengingatkan kekeramatan pekerdjaan itoe.

Dan oleh karena itoe kita beberapa hari jang laloe sadar akan pentingnja dan keramatnja pekerdjaan kita itoe. Kita beberapa hari jang laloe memohon petoendjoek kepada Allah S.W.T., mohon dipimpin Allah S.W.T., mengoetjapkan: Rabana, ihdinasjsiratal moestaqiem, siratal lazina anamta alaihim, ghoiril maghadoebi alaihim waladhalin.
Dengan pimpinan Allah S.W.T., kita telah menentoekan bentoek daripada oendang2 dasar kita, bentoeknja negara kita, jaitoe sebagai jang tertoelis atau soedah dipoetoeskan: Indonesia Merdeka adalah satoe Republik. Maka terhoeboeng dengan itoe poen pasal 1 daripada rantjangan oendang2 dasar jang kita persembahkan ini boenjinja: “Negara Indonesia ialah Negara Kesatoean jang berbentoek Republik.”..

Jadi sangat yakinlah kita bahwa UUD 1945 itu dibuat bukan dengan sementara ,bukan dengan dengan singkat , tetapi dengan ijin Allah SWT , hal inilah yang tidak dibaca oleh pengamandemen UUD 1945 ,Dengan demikian jihat mengembalikan UUD 1945 adalah sebuah keharusan bagi anak bangsa yang mencintai negeri nya

TERJEBAK PADA LIBERAL DEMOKRSI MENGUBUR JATI DIRI BANGSA .

Demokrasi yang sedang dijalankan dinegeri ini adalah demokrasi liberal , juga bukan demokrasi yang bener sebab demokrasi dioplos dengan amplop,sembako,intimidasi,serangan fajar ,kaos ,dan secara masif blantik-blantik demokrasi liberal terus melakukan rekayasa mulai dari mendatangkan konsultan politik diramu dengan jajak pendapat ,dan yang lebih canggih menggunakan media darling ,ditambah lagi memperalat kelompok group band yang banyak penggemarnya seperti Slank , Demokrasi liberal semakin banyak macam oplosan nya akan memabukan.dan lama untuk menjadi sadar ,dan akan siuman sudah terlambat bisa terkubur karena over dosis atau sadar menjadi linglung ,itulah gambaran Demokrasi yang yidak berpijak pada jati diri bangsa ,mudah mudahan kita sebagai bangsa cepat siuman dari mabok panjang demokrasi liberal .

Sejak Reformasi bangsa dan Negara ini selalu di rundung dengan persoalan-persoalan yang sangat memcekam, , hilang nya kesetiakawanan sosial antar warga bangsa,hilang nya rasa persaudaraan antar warga bangsa , hilang nya rasa kebersamaan senasib dan sepenangungan sebagai warga bangsa, dan hampir punah nya “Gotong Royong “ sebagai karakter bangsa Indonesia .

Karut marut persoalan ketatanegaraan ,tidak ada nya saling percaya akibat dari merajalela nya Korupsi di semua lini kehidupan berbangsa dan bernegara, persoalan demokrasi tanpa nilai , yang menjurus pada luntur nya jati diri bangsa .persoalan lembaga hukum yang semakin hari semakin terbuka ketidak beresan nya , persoalan politik yang tidak lagi berdasarkan etika perdatan dilayar TV yang setiap hari memberi pelajaran kecongkakan dan jauh dari sopan santun yang pada giliran nya merembes pada akar rumput memicu pertikaian

Demokrasi kalah dan menang , Demokrasi kalkulator ,cenderung berdasar pada demokrasi liberal .tanpa sungkan dan tanpa risih partai –partai didirikan tidak lain bak perusahaan keluarga yang penuh dengan oligarki kekuasaan , yang berujung pada dynasty kekuasaan .

Masih segar ingatan kita salah satu agenda Reformasi adalah berantas KKN seakar-akar nya , tapi apa yang terjadi tujuh belas tahun kemudian KKN menjadi sangat masif dan melahirkan Politik Dinasty ,tanpa sungkan , dan risih lagi ,telanjang bulat bisa kita saksikan kepengurusan pertai politik bak perusahaan keluarga ,juga pada perebutan kepala daerah yang melahirkan dinasty kekuasaan didaerah-daerah .bahkan ada kepala daerah yang kekayaan nya sampai triliunan .Koruptor tidak lagi menjadi sebuah ketabuhan , atau aib , bahkan orang menjadi tersangka Korupsi masih dilantik jadi kepala daerah bahkan juga ada yang dilantik menjadi anggota DPR .yang lebih miris lagi pecandu narkoba bisa memenangkan pilkada

Dalam Demokrasi pertarungan kalah menang memang membutuhkan biaya yang luar biasa besar nya , untuk membeli suara rakyat banyak modus yang dilakukan ,mulai dari pembagian sembako memberi amplop , memberi kaos , didalam situasi rakyat yang kesulitan didalam hidup nya rasa nya membeli suara rakyat dengan murah biasa dilakukan oleh para politikus .
Demokrasi pertarungan model demokrasi ini tentu akan berdampak langsung pada biaya politik dan system politik , membutuhkan piranti-piranti yang menguras biaya ,Tentu sudah terbukti berapa banyak kepala daerah yang tersandung korupsi untuk membiayai beban politik , rusak nya mental , rusak nya tata nilai ,telah merasuk ke semua lini , dari urusan olahraga ,sampai daging sapi ,dari urusan pengangkatan gubernur BI ,bahkan pencetakan Al Quran saja juga di korupsi , Korupsi menjadi hal yang biasa di negeri ini .akibat dari demokrasi kalah menang , demokrasi kuat-kuatan yang kuat yang menang maka konflik diakar rumput sering terjadi pada saat diadakan Pilkada .
KEMBALI PADA PREAMBUL UUD 1945 .
Preambul UUD 1945 adalah perjanjian luhur bangsa Indonesia dimana dialenea ke IV nya ber bunyi :
“….maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan Yang dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.”
Mengapa kita membuat Demokrasi yang tidak lagi berpedoman pada perjanjian luhur bangsa diatas ,bukan nya perjanjian luhur itu masih berlaku , belum diganti ? kita semua telah melakukan ,kalau boleh dikatakan pengkhianatan terhadap Alenea ke IV UUD 1945 , dengan menganti demokrasi “Kerakyatan yang dpimpin oleh hikma kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan “ kita ganti dengan demokrasi banyak –banyakan , demokrasi langsung ,demokrasi kalah menang .
Istilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno,Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu deomos yang berarti rakyat, dankratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.pertanyaan yang harus dijawab adalah rakyat yang mana ? apa sama antara rakyat di Amerika dengan rakyat di Jepang , atau di Inggris ? bahkan rakyat di Indonesia ? Apakah demokrasi rakyat Indonesia harus sama dengan demokrasi rakyat Amerika ? Disinilah kita sebagai bangsa telah kehilangan karakter kebangsaan kita , bukan nya karakter kebangsaan itu Panca Sila , bukan nya desain bangunan NKRI yang akan dibangun menurut preambul alenea ke IV UUD 1945 adalah Negara Pancasila ? bagaimana mungkin kita akan membangun Negara Panca Sila jika cara berdemokrasi kita mengunakan deokrasi liberal .
Mengapa harus Panca Sila ? Bung Karno dalam kursus Pancasila mengatakan ;” Kalau kita mencari dasar yang statis yang dapat mengumpulkan semua orang ,dan jika mencari leitstar dinamis yang dapat mencari arah perjalanan ,kita harus menggali sedalam-dalam nya didalam jiwa masyarakat kita sendiri “ Jadi elemen-elemen yang menjadi dasar statis dan leitstar dinamis harus elemen-elemen yang suai betul-betul menghikmati jiwa kita bangsa Indonesia .
Panca Sila adalah dasar statis dan leitstar dinamis , maka seharus nya kita berdemokrasi dengan demokrasi Panca Sila .

Pengertian demokrasi menurut Prof. Dardji Darmodihardjo,S.H.
Demokrasi pancasila adalah Paham demokrasi yang bersumber pada kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia yang perwujudannya seperti dalam ketentuan-ketentuan seperti dalam pembukaan UUD 1945.
Sedang menurut Prof. dr. Drs. Notonagoro,S.H.
Demokrasi pancasila adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang berketuhanan Yang Maha Esa, yang berperikemanusiaan yang adil dan beradab, yang mempersatukan Indonesia dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam wawancara dengan Roso daras Haji. Abdul Majid tokoh Nasionalis yang sudah uzur mengatakan :
Demokrasi Indonesia itu beda dengan demokrasi di negara lain. Di Belanda, Amerka, Rusia, Cina, dan lain-lain. Sebab, demokrasi di Indonesia itu, kalau kita pancarkan, kita arahkan, kita sorotkan kepada Pancasila, kita mesti ingat kepada pidato Bung Karno 1 Juni 1945.
Bung Karno mengatakan, lima sila, kalau tidak senang, ya tiga sila, trisila yaitu sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, dan ketuhanan.

Jadi di situ ada perkataan sosio-demokrasi. Tapi apakah sosio-demokrasi itu sudah menjadi demokrasi Indonesia? Belum. Sebab, kalau diambil dari situ, maka sosio-demokrasi Indonesia yang berketuhanan Yang Maha Esa.

Kalau tidak berketuhanan yang Maha Esa, maka bukan demokrasi Indonesia.
Nah sekarang kita arahkan kepada Pancasila yang lima sila itu. Kalau ditanya demokrasi Indonesia itu apa, banyak yang bilang, yang sudah pintar, bilang sila ke-4, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.

Itu benar, tetapi tidak lengkap.,
Memang itu sudah baik, tidak ada di dunia demokrasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan.

Kalau di luar negeri, kebanyakan demokrasi itu dipimpin oleh cipoa, alat hitung yang tak-tek tak-tek, yang banyak itu yang menang. Yang menang dianggap benar.

Kalau pepatah Belanda menyalahkan itu. Sebab, ada juga pepatah Belanda yang baik yang kurang lebih artinya, “bukan yang banyak yang baik, tetapi baik itu banyak”. Benar kan?

Jadi, dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan itu tidak ada di luar negeri, di seluruh dunia hanya ada di Indonesia, mulia sekali. Akan tetapi kalau menurut Bung Karno itu pun belum lengkap. Sila 4 dan 5 itu harus dibaca satu nafas: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Jadi artinya, meskipun sudah musyawarah dalam hikmat kebijaksanaan atau mufakat kalau tidak berbarengan dengan upaya mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, itu bukan demokrasi Indonesia.

Lebih lengkap lagi, Ketuhanan Yang Maha Esa. Jadi, suatu keadilan sosial yang diridhoi oleh Tuhan Yang Maha Esa bagi seluruh rakyat Indonesia. Itulah demokrasi Indonesia. ( diambil dari wawancara Roso Daras dengan Abdul Majid )

Kedudukan nilai sistem filsafat Pancasila (sistem ideologi Pancasila) demikian berfungsi sebagai asas normatif-filosofis-ideologis-konstitusional bangsa; menjiwai dan melandasi cita budaya dan moral politik nasional, sebagai terjabar dalam UUD Proklamasi yang memandu kehidupan bangsa Indoensia dalam integritas NKRI sebagai sistem kenegaraaan Pancasila. Maknanya, integritas moral (nilai) Pancasila secara konstitusional imperatif memberikan asas budaya dan moral politik nasional Indonesia.(Prof Dr Nur Syam )

Integritas sistem kenegaraan Pancasila terpancar dalam integritas asas moral dan budaya politik kebangsaan dan kenegaraan Indonesia, sebagai berikut :

1. Negara berkedaulatan rakyat (= negara demokrasi: sila IV): sebagai sistem demokrasi Pancasila .
2. Negara kesatuan, negara bangsa (nation state, wawasan nasional dan wawasan nusantara: sila III), ditegakkan sebagai NKRI.
3. Negara berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat): asas supremasi hukum demi keadilan dan keadilan sosial: oleh semua untuk semua (sila I-II-IV-V); sebagai negara hukum Pancasila.
4. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar Kemanusiaan yang adil dan beradab (sila I-II) sebagai asas moral kebangsaan kenegaraan RI; ditegakkan sebagai budaya dan moral manusia warga negara dan politik kenegaraan RI.
5. Negara berdasarkan asas kekeluargaan (paham persatuan: negara melindungai seluruh tumpah darah Indonesia, dan seluruh rakyat Indonesia. Negara mengatasi paham golongan dan paham perseorangan: sila III-IV-V); dengan membudayakan sistem ekonomi kerakyatan sebagai pembudayaan asas Sila V (Ekonomi Pancasila) (M Noor Syam, 2000: XV, 3).

Integritas asas filosofis-ideologis demikian terjabar dalam UUD Proklamasi seutuhnya; karenanya kewajiban semua lembaga negara dan kepemimpinan nasional untuk melaksanakan amanat konstitusional dimaksud; terutama NKRI dengan identitas dan integritas sebagai negara demokratis dan negara hukum untuk menegakkan HAM dengan asas dan praktek budaya dan moral politik yang dijiwai moral filsafat Panca Sila —yang beridentitas theisme-religious—. Amanat konstitusional ini secara kenegaraan menegakkan asas moral Ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab; dalam NKRI sebagai negara hukum (Rechtsstaat) demi supremasi hukum dan keadilan serta keadilan sosial (oleh semua, untuk semua!).(Prof Dr Nur Syam )

Oleh karena Panca Sila sebagai asas Filosofis –ideologis maka setiap partai politik harus berasas Pancasila , oleh karena seluruh ketata negaraan berasas Pancasila maka seharus nya ada aturan yang mengatakan : “ Setiap warga Negara yang disumpah untuk menduduki jabatan dari Presiden sampai kepala desa ketika mengucapkan sumpah jabatan detik itu juga loyalitas pada partai politik harus berhenti dan beralih loyalitas pada Negara.”

Setiap pejabat harus negarawan karena dia digajih dan difasilitasi oleh Negara yang uang nya dari rakyat .Dengan demikian maka Presiden,Gubernur, Bupati , Menteri, pejabat Negara sampai kepala desa tidak boleh menjadi pengurus partai ,hal ini akan menghindari ada nya kepentingan-kepentingan politik partai yang mereka pimpin .

Amandemen padaUUD 1945 kira nya perlu di koreksi ,sejauh mana amandemen itu sudah mencerminkan pokok-pokok pikiran yang ada pada Pembukaan UUD 1945. dalamkenyataan nya amandemen yang dilakukan para reformis itu tidak nyambung denganpokok-pokok pikiran dan ini tentu nya akan membawah konsekwensi bahwa UUD hasil amandemen telah menyeleweng dari pokok-pokok Pikiran UUD 1945 .menjadi sebuahkeanehan apabila pembukaan dan batang tubuh tidak nyambung dan apalagi dengan diamputasi nya penjelasan semakinmengkaburkan tujuan bernegara kita .

Dalam pembukaan tidak hanya sekedar mengandung pokok-pokok pikiran lebih jauh roh bangsa ini ada disana. Amandemen UUD 1945 telah telah mengesampingkanRoh bangsa ,sehingga antara batang tubuh dan preambul tidak padu menjadi satu kesatuan yang utuh.

Pembukaan UUD1945 yang memuat dasar negara kita itu, keberadaannya sebaiknya tidak perlu dipersoalkan karena Pembukaan sudah mempunyai kedudukan yang kuat dan final setelah melalui perenungan filosofis yang mendalam dan melewati proses perumusan yang sangat demokratis.

Mengubah Pembukaan UUD1945 hanya akan menjebak bangsa Indonesia ke dalam pertikaian politik yang mungkin penyelesaiannya jauh lebih rumit dibandingkan dengan situasi pada saat bangsadan negara ini dibangun dulu.

Dalam uraian dibawah akan dibentangkan juga betapa penting kedudukan fungsi UUD 1945 itu dalam sistem hukum Indonesia. Sekalipun demikian, di antara semua bagian UUD 1945itu, Pembukaan adalah bagian mendasar karena menjadi sumber norma hukum dalam sistem hukum Indonesia. Posisi yang demikian strategis diperkuat antara lain oleh Ketetapan MPRS Nomor. XX/MPRS/1966, yang kemudian dikukuhkan dengan Ketetapan MPR Nomor. V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR Nomor. IX/MPR/1978. ketetapanMPRS tersebut saat ini telah diganti dengan Ketetapan MPR Nomor. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan TataUrutan Peraturan Perundang-undangan.

Dalam PembukaanUUD 1945 terkandung pokok-pokok pikiran yang tidak lain adalah cita-cita bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila. Pokok-pokok pikiran itu lalu dijabarkan lebihlanjut dalam pasal-pasal Batang Tubuh dan Penjelasan UUD 1945. inilah yangdimaksud oleh kalimat kunci dalam Penjelasan UUD 1945;

“Undang-undang dasarmenciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan didalam pasal-pasalnya”.
Pembukaan UUD1945 terdiri dari empat alinea dan empat pokok pikiran. Walaupun jumlah sama-sama empat, pengertian alinea di sini tidak identik dengan pokok pikiran.Jadi, tidak berarti Alinea I mengandung Pokok Pikiran I, Alinea II mengandungPokok Pikiran II, dan seterusnya.

Pokok-pokok pikiran tersebut terkandung dalamkeseluruhan alinea Pembukaan UUD 1945.
Alinea I memuatdasar/motivasi pernyataan kemerdekaan Indonesia. Di dalamnya (secara obyektif)dinyatakan bahwa segala bentuk penjajahan di atas dunia ini tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikedilan. Untuk itu (secara subyektif) bangsa Indonesia memiliki aspirasi untuk membebaskan diri dari penjajahan itu guna membangun masa depan bersama yang lebih baik.

Alinea II memuatcita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia. Dengan pernyataan kemerdekaan Indonesiaitu berarti perjuangan pergerakan kemerdekaan telah sampai pada saat yangberbahagia. Pernyataan kemerdekaan itu sendiri barulah awal dari proses pembangunan bangsa ini menuju kepada negara yang bersatu, berdaulat, adil danmakmur.

Alinea III memuat pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia. Di situ ditegaskan bahwa kemerdekaanbangsa Indonesia itu selain upaya manusia, juga tidak terlepas dari berkatrahmat Allah Yang Mahakuasa. Dengan demikian tampak jelas ada keseimbanganantara motivasi material dan spiritual dari pernyataan kemerdekaan bangsaIndonesia itu. Keseimbangan ini pula yang selalu eksis dalam pernjuangan mengisi kemerdekaan berupa pembangunan nasional sebagai pengalaman Pancasila.

Alinea IV memuat tujuan nasional, penyusunan negara hukum, benttuk negara Republik Indonesia,negara berkedaulatan rakyat, dan lima dasar negara (yang kemudian dikenal dengan Pancasila). Fungsi dan tujuan negara Indonesia secara gamblangditegaskan dalam alinea ini, yakni untuk melindungi segenap bangsa Indonesiadan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan dunia yangberdasarkan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketrtiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Untuk menjalankan fungsi dan mencapai tujuan yang mulia tersebut, maka disusunlahkemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu undang-undang dasar (UUD1945).

Di situ juga ditegaskan bahwa bentuk negara yang dipilih adalahrepublik, yang berkedaulatan rakyat berdasar Pancasila.

Semua alinea Pembukaan UUD 1945 di atas, apabila ditelaah secara mendalam, ternyata diilhami oleh empat pokok pikiran.

Pokok Pikiran I menyatakan, bahwa negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia berdasarkan atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosialbagi seluruh rakyat Indonesia. Ini sekaligus berarti, dalam Pembukaan UUD 1945 diterima aliran pengertian (paham) negara persatuan, negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa seluruhnya, mengatasi segala paham golongan dan perseorangan. Aliran inilah yang kemudian dikenal sebagai paham negara persatuan (kolektivisme atau kekeluargaan). Tampak di sini, bahwa pokok pikiran ini identik dengan Sila ke-3 dari Pancasila.

Pokok Pikiran II menyatakan, bahwa negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pokok pikiran ini identik dengan Sila ke-5 dari Pancasila.

Pokok Pikiran III menyatakan, bahwa negara berkedaulatan rakyat, berdasar atas kerakyatan danpermusyawaratan perwakilan. Oleh karena itu, sistem negara yang terbentuk dalamUndang-Undang Dasar harus berdasarkan kedaulatan dan berdasar atas permusyawaratan perwakilam. Di sini secara jelas tampak bahwa pokok pikiran ini identik dengan Sila ke-4 dari Pancasila.

Pokok Pikiran IV menyatakan, bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasarkemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintahan dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguhcita-cita moral rakyat yang luhur.

Pokok pikiran ini identik dengan Sila ke-1 dan ke-2 dari Pancasila.
Pembukaan UUD1945 juga dapat dinyatakan sebagai pernyataan kemerdekaan yang terinci, yangmengandung cita-cita luhur Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa sumber dari segala sumber hukum yang meliputi pandangan hidup, kesadaran, cita hukum, cita-cita moral yang meliputi
Kemerdekaan individu,kemerdekaan bangsa, perikemanusiaan, keadilan sosial perdamaian nasional dan , cita politik mengenai sifat, bentuk dan tujuan negara kehidupan kemasyarakatan, KeTuhanan Yang Maha Esa sebagai pengejawantahan budi nurani manusia telah dimurnikan dan dipadatkan menjadi dasar negara Pancasila.

Pancasila adalah falsafah bangsa Indonesia. Sebagai filsafat, sila-sila Pancasila itu tersusunsecara sistematis (teratur/berurutan). Keempat pokok pikiran yang terkandungdalam pembukaan UUD 1945 itu (yang tidak lain adalah sila-sila Pancasila itusendiri)
merupakan perwujudan operasional dari filsafat Pancasila.

Dalam penjelasanUUD 1945 dinyatakan secara tegas, bahwa Undang-Undang Dasar menciptakan pokokpikiran yang terkandung dalam Pembukaan dalam pasal-pasalnya. Kalimat inimengandung pengertian bahwa pokok-pokok pikiran dari Pembukaan UUD 1945 yang tidak lain adalah Pancasila itu sendiri, dijabarkan dalam pasal-pasal BatangTubuh UUD 1945.

Logika berpikir tersebut sejalan dengan Teori Jenjang yang dikemukakan oleh Hans Kelsen dan Hans Nawiasky. Menurut teori ini, norma yang derajat kedudukannya lebih tinggi selalu menjadi sumber bagi norma yang lebih rendah.

Sebaliknya, norma yanglebih rendah berperan untuk menjabarkan norma-norma yang lebih tinggi. Dengan perkataan lain, dalam sudut pandang teori Hans Nwiasky, nilai-nilai dasarPancasila dikonkretkan dalam norma hukum yang lebih bawah, yang lazim disebutaturan dasar/pokok negara (Staatsgrundesetz). Apa bukti dari penjabaran ini?

Jika kita melihatpada Sila ke-1 Pancasila (Pokok Pikiran IV dari Pembukaan UUD 1945), tampak jelas keterkaitannya dengan Pasal 29 Batang Tubuh UUD 1945. jadi, Pasal 29tersebut merupakan penjabaran dari Sila ke-1 Pancasila. Apabila kita ingin mengetahui bagaimana penafsiranSila Pertama Pancasila, maka tiada jalan lain, kecuali harus melalui ketentuanPasal 29 itu.

Demikian pulahalnya dengan Sila ke-2 Pancasila (Pokok Pikiran IV Pembukaan UUD 1945), yangdijabarkan lebih lanjut dalam Pasal 26 s.d. 34 Batang Tubuh UUD 1945. sila ke-3Pancasila (Pokok PikiranI Pembukaan UUD 1945) dijabarkan dalam Pasal 1 ayat(1), 35, dan 36. sila ke-4 Pancasila (Pokok Pikiran III) idjabarkan dalam Pasal1 ayat (2), 3, 28 dan 37. sila ke-5 Pancasila (Pokok Pikiran II Pembukaan UUD1945) dijabarkan dalam Pasal 23, 27 s.d. 34.
Undang-undanDasar 1945 itu memang singkat, namun juga soepel (elastis, kenyal) karena hanya memuat aturan-aturan pokok.

Aturan-aturan ini dimuat dalam Batang Tubuh. Untuk menyelenggarakan aturan-aturan pokok itu dijabarkan lebih lanjut dengan undang-undang (dan peraturan lainnya).

Seperti dinyatakan dalam Penjelasan UUD1945, kita harus memiliki semangat untuk menjaga supaya sistem undang-undang dasar kita itu jangan sampai ketinggalan jaman atau lekas usang (verouderd).

Penjelasan UUD 1945 menyetakan, “Yang sangat penting penyelenggara negara,semangat para pemimpin pemerintahan. Meskipun dibikin Undang-Undang Dasar yang menurut kata-katanya bersifat kekeluargaan (faham negara persatuan, penulis),apabila semangat para penyelenggara, para pimimpin pemerintahan itu bersifat perseorangan, Undang-Undang dasar tadi tentu tidak ada artinya dalam praktek.Sebaliknya, meskipun Undang-Undang Dasar itu tidak sempurna, akan tetapijikalau semangat para penyelenggara pemerintahan baik, Undang-Undang dasar itutentu tidak akan merintangi jalannya negara”.

Redaksi kalimat diatas menunjukkan bahwa Pembentukan UUD 1945 sendiri tidak menutup diri terhadap adanya perubahan-perubahan dalam Batang Tubuh UUD 1945 itu.

Kendati demikian, diamanatkan pula bahwa motivasi atas perubahan itu adalah harus di dorong oleh semangat perbaikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.serta dalam setiap perubahan batang tubuh sudah sebuah keharusan tidak bertentangan dengan pembukaan apalagi menyimpang .

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait