JAKARTA, Beritalima.com– Perubahan nomenklatur Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menjadi Kementerian Investasi (Keminves) harus berdampak kepada peningkatan kualitas investasi di Indonesia.
Sedikitnya, jelas wakil rakyat dari Dapil IV Provinsi Jawa Timur, Amin Ak, ada tiga indikator utama untuk mengukur kualitas investasi di Indonesia semakin baik atau tidak. Ketiga indikasi tersebut adalah laju peningkatan ekspor, bertambahnya lapangan kerja baru secara signifikan serta kesinambungan investasi.
Hal itu disampaikan anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjawab pertanyaan awak media di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (12/4), terkait dengan pembentukan Keminves.
Selain ketiga indikator tersebut, lanjut Amin, untuk investasi asing juga harus menyertakan adanya transfer teknologi untuk meningkatkan kemampuan anak bangsa dalam penguasaan teknologi dan hilirisasinya.
Merujuk data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi di Indonesia sudah cukup tinggi dibandingkan negara lain. Nilai investasi tahun 2020 tercatat Rp 826,3 triliun terdiri dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Rp 413,5 triliun (50,1 persen) dan Penanaman Modal Asing (PMA) Rp412,8 triliun (49,9 persen).
Namun, lanjut Amin, investasi di Indonesia belum efisien dan itu dicirikan dengan nilai Incremental Capital-Output Ratio (ICOR) yang sangat tinggi.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, 2019 ICOR Indonesia 6,77 yang artinya dibutuhkan tambahan modal 6,77 poin untuk tambahan setiap satu unit output. Bandingkan dengan ICOR di era Pemerintahan Presiden SBY yang rata-rata hanya 4,3. Semakin rendah nilai ICOR berarti investasi semakin efisien.
Menurut Amin, ICOR sangat dipengaruhi kemudahan dalam berbisnis dan daya saing tenaga kerja. Tingginya nilai ICOR menunjukkan kedua hal itu masih menjadi penyakit kronis yang harus disembuhkan secara radikal.
“Investasi saat ini dihadapkan kepada tingginya biaya investasi hingga lemahnya daya saing Indonesia untuk penyerapan modal investasi maupun pengelolaan di tingkat output,” beber Amin.
Inefisiensi itu menyebabkan daya saing produk Indonesia lemah bahkan dibandingkan Vietnam dan Philipina. Hal itu berdampak kepada rendahnya nilai ekspor produk industri. Sampai saat ini ekspor kita masih didominasi bahan mentah maupun bahan setengah jadi.
Seperti dikatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi), tugas Keminves adalah melipatgandakan penciptaan lapangan kerja. Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional Agustus 2020 tercatat 9,77 juta penganggur dari 138,22 juta orang angkatan kerja. Pada 2019 pengangguran tercatat 7 juta orang.
Catatan BKPM, sepanjang 2020, investasi di Indonesia menyerap 1.156.361 Tenaga Kerja Indonesia (TKI) total 153.349 proyek investasi. Dibandingkan dengan kebutuhan lapangan pekerjaan, terdapat jurang cukup lebar antara kebutuhan dan penciptaan lapangan kerja baru.
Karena itu, Amin mendorong agar Keminves tak hanya mengejar investasi jumbo. Namun, juga investasi skala menengah dan kecil tetapi secara agregat besar. Amin mendesak pemerintah untuk menerapkan prinsip keadilan dalam layanan dan fasilitas investasi.
Menyinggung Peraturan Pemerintah (PP) No: 42/2021 dan Peraturan Menteri Keuangan No: 10/2020, Amin berharap aturan boleh mengimpor tanpa bea masuk, boleh tidak menggunakan komponen dalam negeri, bebas kewajiban pajak ekspor, bebas pajak keuntungan sampai 25 tahun, serta pajak pertambahan nilai (PPN) itu bisa diterapkan secara adil.
Fasilitas itu diberikan secara selektif dengan menimbang manfaat jauh lebih besar yang diberikan investor bagi bangsa Indonesia. “Jangan sampai kemudahan dan layanan premium hanya dinikmati investor tertentu saja. Sementara investasi menengah dan kecil dianaktirikan,” tegas Amin.
Terakhir, Keminves harus menciptakan kesinambungan investasi dengan memperkuat selektivitas jenis investasi yang masuk. Jangan sampai, investasi yang masuk berdampak buruk pada lingkungan sehingga biaya yang harus ditanggung rakyat Indonesia sangat mahal akibat bencana yang ditimbulkan oleh kerusakan lingkungan. (akhir)