JAKARTA, Beritalima.com– Legislator dari Dapil IV Provinsi Jawa Timur (Kabupten Lumajang dan Jember), Amin Ak meminta Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) dan Asosiasi Pengelola Pasar Indonesia (Asparindo) melakukan sweeping atau pengecekan di semua pasar di seluruh Indonesia, setelah ditemukannya pedagang yang menjual daging anjing di Pasar Senen, Jakarta beberapa hari lalu.
Anggota Komisi VI DPR RI yang memang membidangi Perdagangan itu meminta Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) turut aktif mengontrol aktivitas anggotanya agar tidak ada konsumen yang dirugikan.
“Penjualan daging anjing di Pasar Senen ternyata sudah berlangsung enam tahun. Tetapi kenapa bisa dibiarkan. “Jangan-jangan hal seperti ini terjadi juga di pasar lain di seluruh Indonesia. Pengawasan harus kembali diperkuat agar kasus ini tak terulang,” kata Amin kepada Beritalima.com, Selasa (14/9) petang.
Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Fraksi Partai Keadilan Senjahtera (PKS) di Komisi VI DPR RI tersebut mengatakan, kasus penjualan daging anjing itu diungkap Animal Defenders Indonesia (ADI) melalui akun instagramnya, @animaldefendersindo, Jumat (10/9).
Rilis tersebut tentang hasil penelusurannya mengenai perdagangan daging anjing di Pasar Jaya Senen. Ada satu lapak yang di investigasi mengaku, mereka minimal menjual 4 ekor anjing dalam sehari dan sudah beroperasi lebih dari 6 tahun lalu.
Lebih jauh Amin mengatakan, penjualan daging anjing tersebut tidak etis karena menjualnya di tengah masyarakat yang mayoritas muslim dimana daging anjing haram. Selain itu masyarakat Jakarta yang tidak punya kebiasaan makan daging anjing. Selain itu, secara aturan perundangan-undangan juga tidak dibolehkan.
Amin menjelaskan, Penjualan daging anjing melanggar UU No: 36/2009 tentang Kesehatan karena penjualan daging anjing dapat menimbulkan risiko pada kesehatan, terutama penyakit rabies karena kondisi tempat pemotongan hewan yang tidak sehat dan hygienis serta juga asal usul anjing yang dipotong tidak jelas.
Penjualan daging anjing, kata Amin, juga berpotensi melanggar Pasal 66 UU No: 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan terutama terkait dengan perlakukan anjing dalam proses pembinasaannya serta perlakuan hewan yang tidak sesuai peruntukannya (anjing bukan hewan untuk konsumsi).
Proses pembinasaan anjing dengan cara dipukuli terlebih dahulu juga melanggar KUHP Pasal 302 yang dapat dikenakan pidana.
Pedagang yang menjual daging bisa dijerat sanksi pidana dan pencabutan izin usaha (tidak sekedar sanksi administratif).
Dalam UU No: 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, pasal 61, 62 dan 63, pelaku usaha yang melanggar pasal 8 ayat 1 huruf h (melanggar ketentuan halal), melanggar pasal 8 ayat 2 (tidak memberikan informasi yang benar).
Melanggar pasal 9 huruf a dan b (memperdagangkan barang yang seolah-olah memenuhi standar, dan seolah-olah barang tersebut dalam keadaan baik). Pelaku dapat dikenakan pidana kurungan maksimal 5 tahun atau denda maksimal Rp 2 miliar.
‘September 2018, Kementerian Pertanian mengeluarkan Surat Edaran berisi peringatan kepada para Kepala Daerah bahwa perdagangan daging anjing ini adalah ilegal berdasarkan hukum yang berlaku.
“Saya meminta Asosiasi Pedagang dan pemerintah menjalankan fungsi pengawasan agar kasus ini tidak terulang,” demikian Amin Ak. (akhir)