JAKARTA, Beritalima.com– Legislator Dapil IV Provinsi Jawa Timur di Komisi VI DPR RI, Amin Ak meminta pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak gegabah dalam menjalankan skema Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No: 23/2020.
Prinsip kehati-hatian, transparansi dan good governance, kata anggota Badan Legislasi DPR RI tersebut, wajib dijalankan Pemerintah karena sudah berulangkali Pemerintahan Jokowi terperosok ke lubang yang sama khususnya dalam pemberian dana talangan dan Penyertaan Modal Negara (PMN) ke sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). “Skema semacam itu sudah sering dilakukan dan triliunan uang negara digelontorkan. Namun, hasilnya tidak jelas bahkan ada indikasi moral hazard yang dilakukan oknum pengelola BUMN,“ tegas Amin.
Lebih lanjut, anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini meminta pemerintah terbuka dan siap diuji publik mengenai skema PEN tersebut. Sesuai dengan PP No: 23/2020, khususnya pasal 3, implementasi PEN harus menerapkan kaidah-kaidah kebijakan yang penuh kehati-hatian, serta-tata kelola yang baik, transparan, akseleratif, adil dan akuntabel sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 3, kata Amin, juga menegaskan bahwa PEN tidak menimbulkan moral hazard, adanya pembagian biaya dan risiko antar pemangku kepentingan sesuai tugas serta kewenangan masing-masing. Pemerintah sudah menetapkan skema PEN tanpa melibatkan DPR RI.
“Bagaimana kami tahu akuntabilitas dari setiap alokasi dana tersebut tanpa mengetahui asbabun nuzulnya, dana PMN dan talangan itu penggunaannya untuk apa saja? Kami berhak dan mempunyai kewajiban untuk mengawasi pelaksanaannya,” kata Kapoksi VI DPR RI dari Fraksi PKS itu.
Amin mengingatkan agar pemerintah sungguh-sungguh menghitung secara cermat alokasi PMN dan dana talangan karena menggunakan uang rakyat. Terlebih, berdasarkan pengalaman sebelumnya, banyak BUMN berkinerja buruk meski sudah diguyur PMN hingga triliunan rupiah.
Merujuk kepada dokumen Menteri Keuangan terkait skema PEN tersebut, sejumlah BUMN mendapat PMN, masing-masing adalah PLN Rp 5 triliun, Hutama Karya Rp 11 triliun, BPUI Rp 6,27 triliun, PNM Rp2,5 triliun, dan ITDC Rp 500 miliar. Adapun talangan modal kerja ditujukan ke Garuda Indonesia Rp 8,5 triliun, PTPN Rp 4 triliun, Krakatau Steel Rp 3 triliun, PT KAI Rp 3,5 triliun, Bulog Rp 13 triliun dan Perumnas Rp650 miliar.
Amin juga meminta kalkulasi pemberian talangan untuk BUMN yang sahamnya tidak sepenuhnya (100 persen) dimiliki oleh negara. Bagaimana dengan perlakuan terhadap pemegang saham swasta atau publik? Dia juga meminta pemerintah memberikan indikator kunci yang bisa menjadi alasan kuat mengapa dana PMN kembali diberikan kepada BUMN yang sebelumnya sudah memperolehnya. Misalnya saja PT KAI yang kembali dikucuri PMN padahal dua tahun lalu sudah mendapat PMN Rp 3 triliun. Juga PT Krakatau Steel telah diguyur PMN Rp 1,5 triliun, PTPN juga telah dikucuri PMN Rp 3,5 triliun beberapa tahun lalu.
“Bagaimana dengan pertanggungjawaban publik dari PMN sebelumnya? Saya minta agar alokasi dana talangan maupun PMN ini diuji ke publik agar DPR bisa mengawasi bersama dengan indikator kinerja yang jelas sehingga uang rakyat tidak menguap begitu saja. Jika pengelola BUMN kinerjanya buruk atau bahkan ada indikasi moral hazard, sebaiknya jangan dulu diberi dana talangan atau PMN hingga good governance betul-betul dijalankan,” demikian Amin Ak. (akhir)