SURABAYA, beritalima.com | Di Klinik Utama & Laboratorium “Sayang Diagnostic Center” Jalan Sutorejo Prima Indah, Surabaya, Efendi konsultasi ke Dr. dr. Robert Arjuna MD PhD, Senin (23/12/2019).
Dokter tersebut menjelaskan secara detail seputar diabetes/gula yang banyak diderita masarakat. Kurang lebih 1 jam Efendi bersama pasien lain dari Bengkulu, Lombok dan Kediri menyimak itu.
“Baru sekarang ini saya mendapat pemahaman terkait diabetes dari Dr. dr Robert Arjuna MD PhD. Penjelasannya sangat detail, sehingga saya memahami apa yang di paparkan,” ujar Efendi.
Menurut dokter tersebut, para penderita diabetes melitus kronis yang kakinya terluka, amputasi tidak menjadi satu-satunya jalan untuk menyelamatkan kakinya. Kuncinya, pengobatan harus dilakukan dengan mencari penyebab utama diabetes melitus tersebut.
Dengan mengobati penyebab utama penyakit, pasien pun tak perlu menjalani diet agar kadar gula darahnya tidak naik.
Pakar diabetes melitus ini mengatakan, dirinya sudah berhasil menyembuhkan luka kaki para pasien diabetes tanpa melalui amputasi. Pengobatan dilakukan dengan menjaga kebersihan luka dan melancarkan pembuluh darah.
Menurut dia, ada dua hal yang harus dilakukan. Pertama, pengobatan terhadap penyebab utama diabetes. Apakah pankreasnya yang rusak atau insulinnya. Jika pankreas yang rusak, kadar gula praktis tinggi. Demikian pula jika insulin terganggu, kadar gula juga naik.
”Kalau keduanya bisa dikendalikan, kadar gula darah akan bagus,” jelas pria yang pernah mendapat penghargaan Young Investigators Awards di Taiwan pada 2003 ini.
Prinsipnya, pankreas sebagai pabrik yang memproduksi insulin harus baik. Sebab, dengan begitu, kadar gula darah pun membaik. Sebaliknya, jika pankreas tidak bekerja dengan baik, percuma saja pasien diberi obat agar kadar gula darahnya tidak naik.
Kedua, memperbaiki komplikasi pada pembuluh darah. Mulai infeksi, trombosit, endapan plak atau kerak di pembuluh darah, hingga endapan kolesterol dalam pembuluh darah.
Jika dua hal itu bisa dikendalikan, kadar gula darah bisa terkontrol. Pasien yang kakinya terluka juga tidak perlu menjalani amputasi.
Menurut Robert, banyak dokter yang memberikan obat kepada pasien untuk mengendalikan kadar gula darah. Pasien juga harus diet dengan menjaga pola makan agar kadar gula darah tidak naik.
Namun, sering kali pasien lupa menjaga pola makan sehingga kadar gula kembali naik. Dengan demikian, dokter memberikan obat lagi untuk menurunkan kadar gula darah.
”Akhirnya apa, terjadi kerusakan ginjal. Yang penting kadar gula darah turun, dikasih obat lagi,” cetusnya.
Selain itu, kerap kali pasien yang kakinya membusuk hanya dilihat sebagai infeksi. Amputasi seolah menjadi harga mati bagi pasien. Padahal, infeksi itu bisa terjadi karena adanya penyumbatan pembuluh darah.
Dengan mencari penyebab sumbatan, pasien tidak perlu menjalani amputasi. Karena itu, pemeriksaan terhadap pasien harus dilakukan secara menyeluruh. Apalagi pada pasien yang luka kakinya berulang-ulang membusuk.
“Faktor penyulitnya harus dikendalikan atau disembuhkan dulu,” imbuh pria kelahiran Bagan Siapi-api, Riau, pada 16 September 1957 tersebut.
Robert mencontohkan seorang pasien dari Jogjakarta yang ditangani. Pasien itu hampir diamputasi rumah sakit karena ada penyumbatan di kakinya. Robert kemudian mencari penyebabnya. Ternyata pasien mengalami infeksi jamur.
”Disembuhkan dulu sehingga sumbatannya lancar. Jika karena aliran pembuluh darah, tidak perlu amputasi. Saya antiamputasi,” papar lulusan S-3 Unair ini.
Dia sudah menerapkan pengobatan dengan metode tersebut pada banyak pasien, sehingga kaki mereka tidak perlu diamputasi.
Robert menambahkan, pada pasien yang menderita diabetes karena faktor keturunan, mereka akan bergantung pada obat selama hidupnya. Itu disebabkan pankreasnya rusak atau tidak berfungsi. Insulin pun otomatis tidak ada. Tubuh tidak bisa mengolah gula.
Pada pasien diabetes karena faktor keturunan, penyembuhan memang tidak bisa dilakukan dengan sempurna. (Red)