Anak Nelayan Situbondo, Mencari Tiram Demi Menyambung Hidup Saat Cuaca Buruk.

  • Whatsapp

SITUBONDO, beritalima.com – Mencari nafkah untuk keluarga walau harus berjibaku dengan lumpur dan dinginnya pagi, tentu bukanlah profesi yang diinginkan oleh siapapun. Namun, tuntutan hidup dan himpitan ekonomilah yang menjadi garis keras menjadi satu – satunya sebagai urat nadi kehidupan sebagian mayoritas warga pesisir Kilensari Panarukan Seperti yang dijalani Abbas (40) dan dua anaknya Rido ( 5) dan ica (6) serta istrinya Isa (35).

“Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu
Demi satu impian yang kerap ganggu tidurmu
Anak sekecil itu tak sempat nikmati waktu
Dipaksa pecahkan karang, lemas jarimu terkepal” lirik lagu Iwan fals seakan cocok buat Dua bocah kecil ini, mereka terpaksa jarang masuk kesekolah karena harus ikut ayah dan ibunya mencari kerang maupun tiram laut untuk bisa menyambung hidup. walaupun dingin menusuk tulang akibat hujan sejak semalam.

Abbas sendiri seorang nelayan, dari keluarga sederhana dan kurang mampu, dirinya mengaku tidak pernah mengeluh dengan kondisi hidup yang dijalaninya, akibat gelombang tinggi karena cuaca tak menentu, mereka rela berjalan kaki sejauh 10 km Pulang pergi untuk mencari kerang ataupun tiram,”Kami masyarakat nelayan kalau hasil tangkapan sepi, atau cuaca buruk kami pergi mencari kerang, anak – anak terpaksa saya bawa, karena di rumah tidak orang, saya pulang kerumah sekitar jam 12 siang, kasihan mereka kalau saya tinggal di rumah,”Ucapnya lirih. Kamis(26/01).

Abbas juga menceritakan penghasilannya sebagai nelayan tiap hari belum pasti mendapat ikan, sehingga penghasilannya sebagai nelayan sangat minim, agar bisa membeli kebutuhan makan keluarga sehari hari, terpaksa harus mencari tiram,”Sampai dirumah ini bukan langsung dijual tapi masih kita pisahkan antara tiram dan isinya, sekitar jam 4 sore baru selesai, baru kami timbang ke pengepul dan itupun uang masih keesokan harinya kadang nunggu tiga, ya untuk beli sembako kita sering pinjam sama orang – orang yang biasa kasih pinjaman itu, disini namanya “Butos” atau bunga seribu perhari kalau pinjam RP 100 ribu, mau gimana lagi garis hidup kami seperti ini,”Ucapnya pasrah.

Pengahasilan dari mencari kerang maupun tiram laut suami istri tersebut sekitar 3 kg per hari, 1 kg di hargai dengan Rp 8.000 – 12.000, Abbas dan masyarakat pesisir lainnya berharap Pemerintah memberikan pelatihan produksi rumahan sehingga ibu – ibu mampu membantu para suami mencari nafkah tanpa harus berjalan jauh dan harus meninggalkan anak – anak utamanya yang sudah bersekolah.

“Kalau ada produksi pelatihan atau produksi rumahan seperti krupuk ikan, atau kripik pisang atau apapun, kan bisa menambah penghasilan mas, sehingga kami tak lagi ngutang sama lintah darat, yang kami harapkan dari pemerintah hanya itu karena selama ini belum ada, saya sendiri mau cari pekerjaan lain juga susah karena tidak punya keahlian apapun selain melaut,” Harap pria yang mengaku tak lulus SD tersebut.

Mungkin apa yang diucapkan dan diharapkan Abbas mewakili ratusan warga lainnya yang terlihat mengais rejeki dengan berlumpur ria, agar mereka bisa hidup lebih layak lagi. Bukan hanya itu saja, pantauan beritalima.com setelah mendapat kerang maupun tiram utuh dengan kulitnya, mereka harus membawa pulang menyusuri pinggiran pantai sejauh 5 km bahkan harus menyebrangi sungai sampeyan walau sedang banjir (ringan).(JOE)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *