Suara kendaraan yang lalu lalang, serta suara kereta api yang begitu sangat terasa. Selain itu ada bau yang kurang sedap dan banyak orang yang terlihat sedang berdagang di sekitaran itu. Pasar ini memang terletak di bawah fly over dan hanya di pisahkan dengan rel kereta api. Tempat yang sungguh membuat hati menjadi was was. Pasar Kemiri memang terletak dengan hanya di pisahkan rel kereta api saja, pembeli akan menyeberang melewati rel jika ingin membeli di dalam pasar.
Mungkin, jika dibayangkan, pasar ini cukup berbahaya bagi orang orang yang ingin bertransaksi untuk membeli ataupun perdagangan. Meskipun sudah ada sedikit penertiban, tetapi masih banyak lagi yang belum. Pasar ini mungkin bisa dibilang bisa mempertaruhkan nyawa, seminggu yang lalu, 10 Mei 2017, seorang dokter yang menjadi pembeli di Pasar Kemiri tertabrak kereta hingga tewas.
Bukankah itu sangat berbahaya? Mungkin itu yang hanya diketahui bapak Tholib semenjak beliau berdagang di Pasar ini, bagaimana dengan tahun sebelumnya?
Namun disisi lain, para perdagangan tidak punya pilihan lain, pasar itu adalah nyawa mereka, untuk menghidupi keluarga, mereka harus berjualan macam macam hal di Pasar itu, bahkan mereka tidak memikirkan nyawa jika sewaktu waktu mereka akan tertabrak oleh kereta yang melintas, iya seperti itulah, mereka tidak punya pilihan lain.
Pasar yang tidak pernah tutup, sampai malam hari pun masih banyak yang berjualan untuk mencari sebutir nasi, tidak hanya penjual di sekitar pasar tradisional, tukang becak, ojek, pedagang kaki lima juga berada disekitaran pasar.
“ saya sih sebenarnya terganggu kalau pasar dekat dengan lintasan kereta, iya gitu was was, takut tapi ya bagaimana lagi, namanya cari nafkah, terimasajalah” ucap salah satu pedagang.
Lantas apa yang akan di lakukan pemerintah, lebih menertibkan, itu tidak membantu mereka, atau tetap membiarkan pasar itu di dekat dengan lintasan kereta? Bagaimana dengan keselamatan nyawa mereka jika tiba tiba mereka akan tertabrak kereta?
Entahlah.
Lessye Sandra Kusma Dewi
Mahasiswa