JAKARTA, Beritalima.com– Keberhasilan pelaksanaan pupuk subsidi yang begitu besar pada alokasi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sangat tergantung kepada efektivitas implementasi yakni Tepat Mutu, Tepat Jenis, Tepat Jumlah, Tepat Waktu, Tepat Tempat dan Tepat Harga yang telah umum pada peran Pupuk Indonesia. 6T ini adalah Tepat Mutu (6T).
Anggota Komisi IV DPR RI dari Dapil II Provinsi Sulawesi Selatan, Dr H Andi Akmal Pasluddin kepada Beritalima.com, Selasa (19/1) mengatakan, semua lini mulai dari pabrik, unit pengolahan, gudang produsen pupuk, gudang distributor, gudang pengecer hingga ke end user yakni petani menjadi rantai utama penyaluran pupuk subsidi.
Dengan baiknya setiap lini mulai dari pupuk hingga ke petani bakal menjadi efektif dan efisiennya proses pelaksanaan distribusi pupuk. “Yang menjadi pertanyaan besar adalah, sejauh mana 6T ini terlaksana. Mengingat hingga saat ini banyak yang mengatakan pupuk subsidi belum efektif padahal anggarannya melebihi APBN Kementerian Pertanian itu,” tutur Andi Akmal.
Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menjelaskan, ketika melihat paparan kementerian pertanian yang menunjukkan biaya produksi padi di Indonesia cukup tinggi di banding Vietnam dan Thailand. Untuk menghasilkan padi satu kg, di Indonesia biaya produksinya mencapai Rp. 4.552,-, di Vietnam hanya Rp 1.551,6 dan di Thailand Rp. 2.737,9. Padahal, biaya pupuk sendiri relatif kecil untuk Indonesia yakni Rp 289,8 untuk biaya produksi gabah per kg.
“Pemerintah mengklaim tingginya biaya produksi padi akibat tingginya sewa lahan dan biaya pekerja. Yang terlihat terjadi di lapangan adalah, kesejahteraan keluarga petani tidak kunjung membak 10 tahun terakhir,” urai Akmal.
Dikatakan, evaluasi mendalam setiap kebijakan pangan dan pertanian ini, akan menjadi penting terutama pada pelaksanaan program nya. Negara ini akan menuju lebih baik manakala setiap rupiah uang negara dapat tersalur pada program kerakyatan tanpa ada kebocoran.
Andi Akmal menambahkan, hingga saat ini besarnya pupuk subsidi berkorelasi positif pada kenaikan produksi pangan nasional. Namun, besarnya untuk menghentikan prilaku impor masih jauh dari harapan. Setiap tahun Indonesia selalu impor beras meski ada klaim pemertintah produksi nasional dinyatakan cukup.
“Kita semua berharap, dengan diterapkannya Kartu Tani, ke depan akan semakin meningkatkan kualitas 6T pada penerapan pupuk subsidi. Bukan hanya pupuk, tapi sarpras Pertanian, Benih dan pelaksanaan program irigasi tersier dapat dilakukan dengan segala ketepatan juga. Semakin baik pelaksanaan program dengan minimalisasi penyimpangan, akan memperkuat pertanian Indonesia di masa depan,” demikian Dr H Andi Akmal Pasluddin. (akhir)