Anggaran Pangan Masih Minim, Pokok-Pokok Haluan Negara Menjadi Taruhan

  • Whatsapp
Anggaran pangan masih minim, Pokok-Pokok Haluan Negara menjadi taruhan (foto: abri)

Jakarta, beritalima.com| – Ketua Badan Pengkajian MPR RI, Andreas Hugo Pareira menyampaikan, penyusunan kembali Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) menjadi salah satu agenda penting MPR periode 2024–2029, karena ada kaitannya dengan masih minimnya anggaran pangan yang menjadi prioritas kebijakan Pemerintah saat ini.

“Pembahasan PPHN ini menyangkut dua hal, yaitu substansi dan bentuk hukumnya. Apakah melalui amandemen UUD, TAP MPR, atau undang-undang. Semua opsi masih terbuka,” ujar Andreas dalam diskusi bersama wartawan di DPR,  Jakarta (20/8).

Andreas menekankan, keberadaan PPHN penting agar pembangunan nasional tidak selalu bergantung pada visi-misi presiden yang silih berganti setiap periode. “Kalau setiap presiden punya kebijakan sendiri, tiap tahun berubah, maka arah pembangunan bangsa bisa tidak konsisten,” jelasnya.

Selain menyoroti PPHN, Andreas menanggapi pidato Presiden Prabowo dalam Sidang Tahunan MPR. Ia mengapresiasi sikap Presiden membahas pentingnya menjaga kekayaan sumber daya alam agar tidak hanya diekspor dalam bentuk mentah. “Pidato Presiden banyak memberikan optimisme, tetapi tantangan kita adalah implementasi di lapangan. Misalnya, soal surplus beras tapi harga tetap tinggi, ini kan ironi,” terangnya.

Sementara Anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Riyono soroti masalah kedaulatan pangan yang menurutnya menjadi pekerjaan rumah besar pemerintah. Ia menilai alokasi anggaran pangan di RAPBN 2026 sebesar Rp164,5 triliun memang naik, tapi masih jauh dari ideal.

“Sejak dulu saya mengusulkan minimal 10% APBN untuk sektor pangan. Dengan APBN 2026 sekitar Rp3.700 triliun, seharusnya anggaran pangan minimal Rp370 triliun. Jadi, angka Rp164 triliun itu masih di bawah 5%,” ucap Riyono.

Ia menyinggung keterlambatan penyaluran bantuan pangan pemerintah (SPHP) yang baru dilakukan dua kali dari rencana enam kali dalam setahun. “Masyarakat di lapangan masih mengeluhkan harga beras yang mahal. Saat saya tanya, rata-rata mereka membeli beras Rp13 ribu per kilogram, padahal biasanya Rp10–11 ribu. Ini menunjukkan tata kelola pangan masih lemah,” kritiknya.

Riyono menekankan, negara harus lebih kuat menguasai sektor pangan agar tidak didominasi swasta. “Saat ini 97% pasar beras dikuasai swasta, negara hanya 3%. Kalau ini tidak dibenahi, sulit bagi kita mencapai kedaulatan pangan,” tambahnya.

Ia pun mendorong agar Bulog dan Badan Pangan Nasional diberi peran lebih strategis. “Urusan pangan ini separuh urusan bangsa. Bung Karno pernah bilang, kalau perut rakyat selesai, 50% urusan bangsa selesai. Jadi, ini soal hidup matinya bangsa,” ungkap Riyono.

Jurnalis: rendy/abri

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait