Anggota DPD RI LaNyalla: Industri Tembakau Nasional Harus Dilindungi 

  • Whatsapp
Anggota DPD RI LaNyalla: Industri tembakau nasional Harus dlindungi (foto: istimewa)

Surabaya, beritalima.com| – Anggota DPD RI/MPR RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti meminta Pemerintah melindungi industri tembakau nasional.

“Karena itu, mengelola persoalan dan isu seputar industri hasil tembakau dan perkebunan tembakau ini harus dilakukan dengan bijaksana. Harus ada keseimbangan antara kepentingan ekonomi, sosial, dan kesehatan. Untuk itu, pemerintah harus melibatkan semua pihak terkait dalam proses pengambilan keputusan,” ujar LaNyalla.

Hal ini diutarakannya menanggapi gagasan Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) tentang penerbitan cukai Golongan III untuk Sigaret Kretek Mesin (SKM) industri rokok murah untuk menekan peredaran rokok ilegal.

Selaku anggota DPD dari Jawa Timur, ia mendukung gagasan perlunya tarif cukai Golongan III untuk SKM yang khusus diberikan kepada industri rokok skala kecil, dengan kuota jumlah produksi per tahun yang lebih kecil dari Golongan II.

“Karena beban industri rokok bukan hanya belanja pita cukai, tapi juga PPN dari penjualan rokok dari produsen maupun distributor. Selain itu masih ada juga pajak daerah yang dikelola oleh pemerintah provinsi, dan PPh yang dibayar setiap tahun atas keuntungan perusahaan rokok,” paparnya di Surabaya, Jawa Timur (1/7).

Dan, LaNyalla menilai terjadinya penurunan daya beli masyarakat kelas menengah dan bawah, turut menimpa perokok sehingga mengubah pola konsumsi konsumen, dari rokok mahal ke rokok murah.

“Terbentuknya segmen konsumen rokok murah ini kemudian menjadi pasar tersendiri bagi industri hasil tembakau untuk melayani. Persoalannya adalah tuntutan harga jual murah ke konsumen tidak berbanding dengan biaya produksi, cukai, pajak dan PPN. Akibatnya muncul rokok ilegal tanpa cukai,” sorot Ketua DPD RI ke-5 itu.

Tarif cukai Golongan III SKM industri rokok skala kecil, kata LaNyalla, bisa menjadi solusi jembatan antara adanya demand di pasar dan penekanan peredaran rokok ilegal.

Sebab, sambungnya, rokok ilegal ini selain merugikan dari sisi penerimaan negara, juga bisa menjadi ladang praktik korupsi dan kolusi oknum tertentu dengan menjadikan sumber penerimaan gelap dan juga pemerasan kepada pelaku industri dan penjual. Dan hal ini menghasilkan budaya yang tidak sehat di masyarakat. Karena mendidik masyarakat kita menjadi penyelundup dan penyuap.

LaNyalla tak menutup mata jika persoalan sekitar industri hasil tembakau kompleks, karena banyaknya sektor yang terlibat. Terutama sektor kesehatan, didukung kampanye global untuk menurunkan jumlah perokok di dunia, termasuk Indonesia.

Sedangkan industri hasil tembakau atau pabrik rokok diakui serap sekitar 5,9 juta tenaga kerja di Indonesia. Sedangkan sektor perkebunan, sekitar 2,3 juta petani terlibat dalam budidaya tembakau di Indonesia. Serta cukai rokok masih andalah penerimaan negara cukup tinggi, tercatat Rp216 triliun lebih pada 2023.

Jurnalis: Rendy/Abri

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait