BANDA ACEH, Beritalima – Pengesahan UU Pemilu tahun 2017 merupakan konspirasi pilitik nasional melalui lembaga legislatif yang dimainkan oleh anggota parlemen sebagai sebuah keputusan politik dari kepentingan politik partai yang berkuasa, Kekhususan Aceh dianggap sebagai pengganjal dari berbagai kepentingan politik Nasional.
Menanggapi hal tersebut, Doktor Ilmu Politik UKM Malaysia, Dr. Taufik A Rahim, Phd mengungkapkan bahwa Anggota DPR-RI asal Aceh belum mampu mengatasinya, Partai Politik Nasional pasti dan mesti menyuarakan kepentingan Nasional, dari 13 Anggota DPR-RI asal Aceh, cuma 10% yang menolak UU Pemilu 2017 ini, itupun abai dan tidak berdaya serta hanya berada posisi “subordinate politik” tidak manpu berbuat banyak terhadap kekhususan Aceh.
“Anggota DPR-RI asal Aceh lebih banyak pada partai pendukung UU Pemilu, mereka pasti memperjuangkan kepentingan politik partainya dan kekuasaan partai serta kelompok kekuasaannya, konon pula menggunakan sistem demokrasi “voting” Sehingga atas nama partai berada pada posisi memenangkan kehendak kekuasaannya,” keluh Taufiq
Mereka “abai”, sebenarnya bekerja pada gedung parlemen yang megah pada satu lokasi dan atap memiliki staf dan tim ahli yang diberikan insentif untuk terus memantau, mengikuti dan menelisik perkembangan UU Pemilu yang sedang dibahas menjadi perhatian seluruh kalangan secara Nasional. Jadi jelas-jelas Anggota DPR-RI asal Aceh tidk mampu.
“Kekhususan Aceh yang menjadi ganjalan sering sekali diusahakan dalam konspirasi politik nasional dicabik-cabik, berusaha dihilangkan dalam berbagai keputusan dan kebijakan politik nasional.” ujarnya
Meskipun UU No. 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh sebagai turunan dari kesepakata damai MoU Helsinki antara GAM dan Pemerintahan RI dalam konteks politik International.
“Itu bukan menjadi ukuran penting jika target-target kekuasaan Nasional menjadi keinginan kekuasaan untuk tetap berkuasa,” sebut Taufiq
Permasalahan yang menjadikan Kekhususan Aceh yang semakin terus diusahakan untuk dihilangkan oleh para Pemimpin Nasional, agar menjadi catatan penting bagi Rakyat Aceh, jangan terlalu banyak berharap pada anggota DPD-RI asal Aceh atau kepada anggota DPR-RI asal Aceh.
“Mereka tetap abaikan keinginan Rakyat Aceh, oleh Karena itu Rakyat Aceh harus cerdas dan bijaksana menentukan pemimpinnya dan wakilnya,”kata dia yang sangat kesal.
“Seringkali Wakil Rakyat di lembaga legislatif dan Eksekutif abaikan terhadap Rakyat apabila berhadapan dengan kelompok dan partainya. Rakyat hanya diperlukan pada saat keinginan dan target politiknya Memerlukan Rakyat.
Penggerusan serta pembonsaian Kekhususan Aceh dengan melanggar pasal 57 dan 60 UUPA, ini sikap abai anggota DPR-RI dan DPD RI hanya berfikir untuk kepentingan politik Pemilu 2019.
“Naif sekali dan sengaja mengangkangi Kekhususan Aceh yang melibatkan pihak International untuk menyelesaikan konflik, agar kehidupan Masyarakat Aceh aman dan damai” perti dilupakan,’’ tutup Taufiq,’’(**)