Anggota komisi II DPR RI Eva Yuliana, meminta Jaksa Agung untuk membina Kajari Lombok Tengah

  • Whatsapp

JAKARTA beritalima.com – Anggota Komisi III DPR RI, Eva Yuliana angkat bicara secara khusus demi menanggapi kasus empat ibu rumah tangga (IRT) yang ditahan Kejari Praya, Lombok Tengah, terkait dugaan kasus pengrusakan (Pasal 170 KUHP) yang dituduhkan kepada mereka. Empat ibu rumah tangga tersebut adalah HT (40), NR (38), MR (22), dan FT (38). Mereka merupakan warga Desa Wajageseng, Kecamatan Kopang, Lombok Tengah. Para perempuan itu dilaporkan atas perusakan atap pabrik tembakau di kampung setempat pada Desember 2020. Ironisnya, bersama empat ibu rumah tangga tersebut, terdapat dua balita yang juga ikut ibunya dan akhirnya bersama ibunya di tahanan. Sebab, keduanya terpaksa ikut dibawa ke tahanan lantaran masih meminum ASI.

“Kabar terakhir, terdapat juga seorang anak lumpuh usia 8 tahun yang terus menangis lantaran ditinggal ibunya yang ikut ditahan. Sebelum ibu berinisial FT ini ditahan, anaknya yang lumpuh terus berada dalam gendongan. Bahkan, saat melakukan pelemparan (pengrusakan) atap pabrik tembakau dan kemudian dilaporkan, anak ini pun masih dalam gendongannya. Sekarang, mereka harus terpisahkan. Ada apa ini?! Dimana rasa kemanusiaan aparat penegak hukum di sana? Rasa keadilan kita terkoyak kalau cara penegakan hukum seperti ini,” tegas Eva dalam siaran persnya, Senin (22/2).

Apalagi, menurut Eva, berdasar informasi yang berkembang, apa yang dilakukan keempat ibu rumah tangga di Lombok Tengah tersebut dipicu kekesalan mereka karena keberadaan pabrik pengolahan tembakau yang menimbulkan polusi di pemukiman mereka. Bau menyengat setiap harinya di lokasi pabrik pengolahan tembakau ini membuat ibu-ibu tadi marah. Anak-anak mereka sakit dan selalu mengalami sesak napas karena menghirup udara tak sedap di sana.

“Dan sekarang, ibu-ibu iini yang malah ditahan?” tanya Eva geram.

Melihat konstruksi kejadian yang ada, Eva meyakini ada sesuatu yang janggal dalam kasus penahanan empat ibu rumah tangga di Lombok Tengah ini. Dalam kapasitasnya sebagai Anggota Komisi III DPR RI, juga dalam kapasitas pribadi, Eva meminta Kapolri dan Kejaksaan Agung untuk melakukan pengusutan terhadap anak buahnya. Sebagai mitra kerja Polri dan Kejaksaan Agung, Eva yang duduk di Komisi III DPR RI merasa perlu mengingatkan urgensi nilai dalam kasus di Lombok Tengah ini.

Dari sisi kepolisian, proses pemberkasan kasus terkesan janggal lantaran dilakukan demikian cepat. Kapolres Praya Lombok Tengah dan jajarannya perlu dimintai keterangan dan memberikan klarifikasi lanjut ke publik. Bayangkan, kejadian pelemparan terjadi tanggal 26 Desember 2020. Pemanggilan pertama dilakukan tanggal 16 Januari 2021. Berkas dari kepolisian dinyatakan P21 oleh penyidik kejaksaan, dan lalu keempat tersangka ditahan pada tanggal 16 Februari 2021.

“Kapolri mesti mengimplementasikan konsep ‘Polisi Presisi’ dalam kasus ini. Dimana rumusan transparansi berkeadilan yang menjadi salah satu konsepnya kalau faktanya seperti ini,” tandas Eva lagi.

Dari sisi kejaksaan, Eva kembali mengingatkan Kejaksaan Agung untuk menilik kembali konsep “restorasi justice” yang dijadikan komitmen kejaksaan. Bagaimana pun, Eva tidak melihat adanya kemendesakan hukuman dalam kasus dugaan pengrusakan yang dilakukan empat ibu rumah tangga di Lombok Tengah tersebut. Latar belakangnya jelas. Kerusakannya pun tidak begitu parah sehingga menyebabkan terhentinya produksi pabrik tembakau.

“Kalau memang sempat dilakukan mediasi, lalu mediasi macam apa yang dilakukan?” tanya Eva heran.

Terakhir, dugaan Eva lebih lanjut mengarah pada adanya transaksi tertentu di balik penanganan kasus ini. Eva justru merekomendasikan kepada Pemerintah Kabupaten Praya Lombok Tengah untuk ikut intervensi terkait proses produksi dan perizinan pabrik tembakau yang menjadi pelapor dalam kasus ini.

“Kesimpulan saya, periksa semua pihak-pihak yang terlibat dan turut serta dalam preseden ini. Rasa keadilan dan kemanusiaan harus diperjuangkan dalam kasus ini. Saya meminta pak Jaksa Agung utk membina Kajari Lombok Tengah agar terbuka pikirannya sebagai penegak hukum.

Jangan pakai kaca mata kuda dalam penegakan hukum. Sekaligus, permintaan ini saya tujukan pada Jajaran Polres Lombok Tengah. Baca lagi comander wish pak Kapolri ya!” tandas Eva mengakhiri siaran persnya.(Adbravo)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait