Jombang | beritalima.com – Tujuan bimbingan teknis peningkatan petani dan penyuluh pertanian, agar bisa membuat sistem pertanian dan peternakan terpadu. Artinya mengolah kotoran hewan menjadi kompos agar bisa menjadi nilai tambah tersendiri bagi petani.
Demikian diucapkan Guntur Sasono, Anggota Komisi IV DPR yang didampingi Wasis, Kepala Balai Besar Pelatihan Peternakan (BBPP) Batu usai sambutan Bimbingan Teknis Peningkatan Petani dan Penyuluh Pertanian, di Hotel Yusro, Jombang, Jawa Timur, pada Jum’at (26/2/2021).
Bimtek atas kerjasama Anggota Komisi IV DPR dengan Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian pada Kementerian Pertanian. Guntur pun menggambarkan, tanaman porang sebelumnya dikenal makanan yang tidak berarti tapi dengan sistem terpadu sekarang ini menghasilkan milenial – milenial lari menjadi petani porang.
“Dulu tidak terperhatikan, sekarang ada yang jawil (lirik). Petani porang baru bangkit. Sekarang musim tanam, pemerintah banyak membantu. Sekarang kita mencari pasar eksport keluar baru mencari pasar karena baru booming,” tukasnya.
Ironis kata Guntur banyak petani main garap bahwa tanaman porang ditanamkan di lahan produktifnya. Padahal tanaman porang tumbuh di sekitar lereng gunung atau di kawasan hutan.
“Kita masih mencari pasar yang efektif tapi kita sudah mulai ekspor ke China, Jepang dan Korea,” imbuh Guntur.
Lebih lanjut dikatakan Wasis, melihat kondisi pandemi ini keuangan terbatas tapi dari sisi elektronik sudah bisa mengawasi penyuluh dengan kelompok petani agar tidak terjadi perselingkuhan.
Menurutnya dengan model RDKK itu agar betul – betul sesuai yang diusulkan petani kepada penyuluh. Jadi dengan data elektronik itu bisa dicek langsung, apalagi tahun 2021 ini sudah bisa menekan perselingkungan antara penyukuh dengan kelompok tani.
Masih lanjut Wasis, bahwa bimtek difokuskan pada semua petani agar dapat memaksimalkan potensi yang dimiliki. Misalnya memiliki peternakan, kotorannya jangan langsung dibuang melainkan diolah terlebih dahulu karena hewan sapi itu bisa menghasilkan 25 kilo kotoran dalam satu hari.
“Kalau sampai dibuang begitu saja, dampak efektifitasnya tidak ada dan tidak ada nilainya. Tapi kalau secara berkelompok dibuat pupuk organik, bisa mengkalikan 25 kilo kotoran sapi dengan jumlah orang dalam kelompok,” jelasnyam
Sementara diterangkan Wasis, seperti di BBPP Batu, dapat menjual kompos dari kotoran Babi, sedangkan bila dijual dipasaran harga nilai jualnya lebih tinggi. Dengan demikian diungkapkan Wasia, bila ada emas di kebun belakang rumahnya jangan membuang kotoran hewan begitu saja melainkan diolah menjadi pupuk, agar pupuknya bisa diberikan tanamannya hingga bisa meningkatkan hasil produksinya.
“Jadi setiap aspek terpadu tersebut memberikan nilai rupiah,” pungkasnya.
Masih diungkapkan Kepala Balai Besar Pelatihan Peternakan Batu, bahwa tahun 2021 telah membuat terobosan untuk meningkatkan kapasitas dan efektifitas penyuluhan. Jadi petani dan penyuluh yang punya inovasi akan disebarkan sehingga petani – petani seluruh Indonesia akan memperhatikan dan belajar dari petani yang memiliki inovasi tersebut.
“Jadi menurutnya terobosan ini yang sedang dibangun,” imbuhnya.
Reporter : Dedy Mulyadi