SURABAYA, Beritalima.com|
DPRD Jawa Timur kembali menggelar rapat paripurna dengan agenda pendapat Gubernur Jatim terhadap Raperda tentang perubahan atas Perda Jatim nomor 5 tahun 2017 tentang hak keuangan dan administratif pimpinan dan anggota DPRD Jatim.
Paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPRD Jatim, Anik Maslachah ini tidak hanya dihadiri Gubernur Jatim beserta wakilnya, namun juga anggota DPRD dan sejumlah kepala OPD.
“Ini merupakan tanggapan atas penyampaian perubahan perda yang disampaikan Kamis (16/1/2020) lalu,” ujar Gubernur Jatim
Khofifah Indar Parawansa dalam pidatonya, Senin (20/1/2020) kemarin menambahkan bahwa DPRD Jatim mengusulkan perubahan perda nomor 5 tahun 2017. Berdasarkan nota penjelasan, penjelasan raperda dan draft raperda yang disampaikan kepada Pemprov Jatim diketahui muatan baru dalam raperda ini.
Pertama, perubahan waktu reses yang semula enam hari menjadi delapan hari. Sedangkan untuk daerah yang memiliki kondisi alam yang sulit dijangkau masa reses ditambah paling lama enam hari dengan mempertimbangkan efektifitas dan efisiensi.
“Kedua, penambahan fasilitas kegiatan reses berupa pendampingan unsur masyarakat non PNS sebagai pendamping lokal. Ketiga pembahan dan perubahan besaran tunjangan anggota DPRD,” katanya.
Keempat perubahan besaran biaya perjalanan dinas. Kelima, perubahan kuantitas pelaksanaan peningkatan dan profesiolisme sumber daya manusia. Dan keenam perubahan lainnya yang berkaitan dengan legal drafting.
“Terkait perubahan jumlah hari dalam reses dapat disetujui karena hal tersebut sesuai dengan pasal 88 ayat 2 peraturan pemerintah nomor 12 tahun 2018 tentang pedoman penyusunan tata tertib DPRD,” jelasnya.
“Sementara untuk perubahan lainnya yang sebagian besar bersifat lokal yang diusulkan karena adanya pertimbangan kebutuhan intern DPRD, maka harus mendapatkan perhatian lebih serius dan dilakukan secara hati-hati karena perubahan tersebut akan mempengaruhi kondisi pengelolaan keuangan daerah. Perubahan materi raperda yah cukup berngaruh adalah perubahan yang terkait dengan besaran tunjangan perumahan dan besaran uang perjalanan dinas,” imbuhnya.
Khofifah menambahkan terkait kedua materi perubahan tersebut perlu dilakukan pembahasan secara mendalam. Terutama yang berhubungan dengan perubahan besaran uang perjalanan dinas yang besarannya cukup signifikan.
“Jika memang diperlukan harus dilakukan komunikasi dengan pemerintah pusat. Sedangkan untuk perubahan lainnya pada dasarnya sudah disepakati,” tegasnya.
Usai paripurna Khofifah mengatakan memang ada beberapa perubahan yang harus diselaraskan dengan PP nomor 12 tahun 2018. Menurutnya pihaknya akan melakukan komunikasi internal antara Pemprov dengan DPRD.
“Baru setelah itu kita sampaikan ke Dirjen Keuangan Kemendagri untuk mendapatkan kepatutan. Karena selama ini Jatim selalu menjadi indikator provinsi lainnya,” jelasnya.
Sementara itu Wakil Ketua DPRD Jatim Anik Maslachah mengatakan usulan perubahan perda tersebut menyesuaikan PP nomor 12 tahun 2018. Untuk menghindari terjadinya vertical conflict of norm. “Yakni pertentangan peraturan yang satu dengan lainnya,” ujarnya.
Anik tidak mengungkapkan lebih jauh tentang usulan terkait besaran nilai nominal dewan disegi fasilitas perumahan, “Semua anggota dewan mendapatkan fasilitas itu, Tetapi di Surabaya ini, pemprov Jatim tidak menyediakan tempat tinggal, jadi kompensasi nya berupa tunjangan perumahan yang dibayar dengan uang,”jelas Anik. (yul)