JAKARTA, Beritalima.com– Ekonom yang juga politisi senior Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI, Dr Hj Anis Byarwati mengatakan, ekonomi Indonesia sudah sudah minus jauh sebelum Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan satu keluarga di Depok, Jawa Barat positif diserang virus Corona (Covid-19).
‘’Jika melihat data triwulanan, pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah negatif sejak triwulan ke empat 2019. Jadi, jauh sebelum wabah virus Corona menyerang Indonesia, ekonomi negeri ini sudah negati,” papar Anis dalam keterangan pers yang disampaikan kepada awak media akhir pekan ini.
Bahkan hal tersebut juga disampaikan anggota Komisi XI DPR RI yang membidangi Keuangan, Perbankan dan Pembangunan ini dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi XI dengan Kementerian Keuangan, Kemeterian BPN/Kepala Bappenas, Gubernur BI, Ketua DK OJK dan Kepala BPS, tentang Pembahasan Asumsi Dasar dalam RAPBN 2021 di Ruang Rapat Komisi XI DPR RI Gedung Nusantara I Komplek Parlemen Senayan, Jakarta beberapa hari lalu.
Pada kesempatan tersebut, Anis menyampaikan tiga penyebab utama sebagai catatan penting Pemerintah pimpinan Presiden Jokowi yang perlu diupayakan bersama dalam memperbaiki ekonomi Indonesia 2021.
Kita menganalisis, persoalan utama yang menyebabkan pertumbuhan negatif ini, pertama penurunan daya beli konsumsi rumah tangga, yang tercermin dari pertumbuhan negatif hingga 5, 5 persen year on year, padahal kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap PDB itu mencapai 57 persen.
Faktor berikutnya investasi yang turun 8,67 persn year on year sehingga memberikan sangat krusial kepada persoalan ketenagakerjaan yang semakin sulit, sementara itu korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan pekerja yang dirumahkan juga tinggi.
Kementerian ketenagakerjaan merilis data lebih 3 juta karyawan kena PHK. Kamar Dagang Indonesia (Kadin) mengatakan, bisa mencapai 15 juta orang. “Ini artinya, persoalan yang tidak bisa kita abaikan begitu saja, ditambah sepanjang Januari sampai Juni 2020, realisasi penanaman modal itu hanya tumbuh 1,8 persen year on year, PMA turun 8,1 persen dan PMDN naik menjadi 13,2 persen.
Realisais investasi pada sektor sekunder itu terus menurun, Januari sampai Juni 2020, porsi realisasi investasi pada sektor sekunder itu hanya 32,2 persen, Tersier hanya 54,9 persen dan primer 12,9 persen.
Faktor berikutnya adalah buruknya realisasi program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), persoalan mendasarnya adalah pada kesiapan birokrasi. Hal itu menyebabkan stimulus untuk menahan penurunan aktivitas perekonomian tidak efektif dan maksimal.
“Sampai Agustus 2020 realisasi PEN hanya 25 persen. Anggaran sektor kesehatan terlaksana 8,4 persen, perlindungan sosial 49 persen, insentive usaha 14 persen, UMKM 37 persen, sektoral dan Pemda 30 persen, korporasi 0 persen.
Buruknya PEN ini menyebabkan program ini tidak bisa dinikmati dan tidak terasa dampaknya. “Kita menghadapi tiga penyebab utama, yang menjadi tantangan yang perlu kita cermati dan carikan solusi bersama, sebagai upaya kita dalam memperbaiki pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2021,” demikian Dr Hj Anis Byarwati. (akhir)