Anis: Gelora Indonesia dan PKS Miliki Perbedaan Platform Indonesia Masa Depan

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Partai Gelomba Rakyat (Gelora) Indonesia memiliki perbedaan platform yang sangat fundamental tentang ‘Indonesia Masa Depan’ kalau dibandingkan dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dimana tempat dia dulu bernaung bersama Fahri Hamzah (Wakil Ketua Umum) dan Mahfus Sidik (Sekjen) Gelora Indonesia.

Hal tersebut diungkapkan Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) partai Gelora Indonesia, Muhammad Anis Matta menjawab Bertitalima.com disela-sela Buka Puasa Bersama dengan awak media usai meresmikan Media Centre Gelora di Kawasan Taman Patra Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (4/5) malam.

Perbedaan itu antara lain, kata politisi senior ini adalah Gelora Indonesia mengusung platform arah baru sejarah Indonesia sebagai salah satu pemain utama kekuatan global.

“Menjadikan Indonesia kekuatan kelima dunia setelah Amerika Serikat (AS), Uni Eropa (UE), Rusia dan China,” kata Anis, Wakil Ketua DPR RI Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat (Kesra) era kedua Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Untuk mewujudkan hal itu, kata pria kelahiran Welado, Bone, Sulawesi Selatan, 7 Desember 1968 tersebut, artai Gelora Indonesia mengajak semua komponen bangsa untuk berkolaborasi.

Menurut Anis, Pancasila sebagai platform dasar berbangsa dan bernegara memiliki nilai inti kolaborasi. Kemajuan Indonesia hanya bisa terwujud jika semangat kolaborasi ini kita kedepankan.

Seiring semangat kolaborasi itu, Anis didampingi Mahfus Sidik menyerukan untuk mengakhiri pembelahan yang terjadi di masyarakat belakangan ini, antara Islamis dan Nasionalis, antara kelompok tengah, kanan dan kiri.

“Waktu memutuskan mendirikan partai Gelora Indonesia, saya melakukan dengan satu keyakinan, jika ingin mengisi sisa hidup dalam pengabdian, saya harus bisa memberikan kontribusi besar dan menjadi bagian proses penentuan arah sejarah baru Indonesia.

“Arah baru itulah yang menjadi ide atau narasi utama Partai Gelora. Saya sadar, ini tidak lazim dalam perpolitikan Indonesia, terlalu rumit narasi yang kita sampaikan. Namun, kenyataannya di lapangan kita menemukan fakta lain, masyarakat ternyata menerima sehingga banyak bergabung. Narasi kami mewakili mimpi orang-orang di bawah,” kata Anis.

Anis menjelaskan secara detail kepada publik mengenai perbedaan antara partai Gelora Indonesia dengan PKS. Selama memimpin Gelora Indonesia, dia mengaku kerap mendapatkan pertanyaan dari masyarakat, termasuk dari kalangan wartawan.

Menurut Anis, dasar pendirian partai Gelora Indonesia adalah perbedaan pemikiran mengenai platform narasi arah baru sejarah Indonesia, dimana Indonesia selama ini selalu menjadi ‘residu’ bagian permainan kekuatan politik global baik pada masa penjajahan, kemerdekaan, Orde Lama, Orde Baru sampai kepada era reformasi dijalani sekarang.

Kalau tidak mengambil posisi sebagai kekuatan utama global, papar Anis, semua yang diprogrankan tidak akan berjalan. Hal itu terbukti dimana kita gagap menghadapi pandemi virus Corona (Covid-19). Dan dunia terlalu terintegrasi, contohnya soal vaksin.

“Kita ini menjadi korban virus dan konsumen vaksin. Hal tersebut sangat menyakitkan. Dal, hal tersebut menggambarkan betapa rapuhnya kita, jika tidak menjadi arus utama kekuatan global dunia,” ujarn dia.

Anis kemudian juga mengungkapkan, pemikiran mengenai arah sejarah baru Indonesia ini tidak bisa diterima di PKS, sehingga yang mengemuka ke publik terjadi konflik internal, padahal tidak demikian.

Setelah beberapa tahun melakukan perdebatan internal antara dia dengan Fahri Hamzah, Mahfuz Sidik dan beberapa kader lainnya, diputuskanlah mendirikan Gelora Indonesia dengan platform dan narasi baru. “Yang kita lakukan di Gelora saat ini, menumbuhkan kesadaran arah sejarah baru Indonesia, bukan sekedar jargon kampanye 5 tahunan.”

Ditambahkan dia, untuk menentukan arah baru sejarah Indonesia sebagai kekuatan kelima global, diperlukan kolaborasi dengan berbagai pihak dan menjadikan pandemi Covid-19 sebagai momentum untuk bersama-sama keluar dari krisis.

“Kita ingin keluar dari konfik, datang dan hadir membawa arah sejarah baru. Pembelahan antara Islam dan Nasionalis, tengah, kanan dan kiri tidak ada manfaatnya. Yang mendapatkan manfaat itu, orang-orang tidak mempunyai cita-cita-cita besar,” kata dia.

Karena itu, Anis berharap semua pihak bisa memandang semua kelompok di masyarakat sebagai saudara dalam satu keluarga, yang diibaratkan memiliki kamar masing-masing, tapi mempunyai satu ruang keluarga dan bisa makan bersama dalam satu meja.

“Jangan sampai di meja makan itu, yang tengah, kanan dan kiri ada yang tidak hadir. Di meja makan itu harus ada semua. Dan, apa yang ada, kita makan bersama. Semangat menemukan arah sejarah baru dengan nilai kolobarasi itu, yang memungkinkan kita sebagai bangsa untuk melakukan pencapaian besar,” demikian Muhammad Anis Matta. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait