JAKARTA, Beritalima.com– Politisi sekaligus ekonom lulusan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Dr Hj Anis Byarwati menyorot dan mengkritisi kinerja Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam beberapa tahun belakangan ini.
Dari laporan OJK dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi XI DPR RI dengan topik Laporan Kinerja OJK Semester I/2020, Kamis (1/10), kata Anis dalam keterangan pers kepada Beritalima.com, Sabtu (3/10) pagi, menyoroti soal terkait dengan peraturan dan surat edaran yang telah dikeluarkan OJK sepanjang wabah pandemic Covid-19 dan implikasinya terhadap sektor jasa keuangan.
Sepanjang semester I, OJK dalam mengatur, mengawasi dan melindungi sektor jasa keuangan, telah menerbitkan 40 Peraturan dan sembilan Surat Edaran untuk menjaga aspek prudential dan mengatasi dampak wabah pandemi Covid-19.
“Implikasi peraturan tersebut terhadap sektor jasa keuangan dan berapa besar tingkat efektivitas peraturan itu, perlu dievaluasi. Kenyataan, masalah gagal bayar ini adalah puncak dari gunung es,” kata legislator Partai Keadilan Sejahtera PKS dari dapil Jakarta Timur ini dalam Raker yang digelar secara virtual ini.
Semester I/2020 menjadi ‘gong’ terungkapnya banyak masalah seperti investasi dengan melibatkan banyak perusahaan asuransi yang mengalami masalah serupa. “Disini terlihat bahwa peran OJK sebagai pengawas industri asuransi sangat lemah,” tambah Anis.
Anis melanjutkan, laporan periodik yang disampaikan memiliki nilai akuntabilitas yang buruk sehingga mengakibatkan kemampuan OJK dari sisi tugas pengawasan menjadi tidak kredibel.
“Karena itu, OJK perlu merancang perbaikan sistem pengawasan, termasuk meninjau kembali banyaknya sektor keuangan yang menjadi objek pengawasan OJK. Ini menjadi salah satu faktor tidak optimalnya kerja-kerja OJK,” saran Anis.
Pada kesempatan itu, Anis juga mengingatkan, dalam menjalankan fungsi sebagai pengawas sektor perbankan, setidaknya ada tiga hal yang perlu menjadi perhatian OJK. Pertama, kecepatan penanganan Kesehatan perbankan. Kedua, kelembagaan dan koordinasi dengan badan/lembaga lain yang terkait dengan sektor perbankan.
Ketiga, harmonisasi peraturan perundang-undangan terkait dengan sektor jasa keuangan. “Ketiga faktor itu perlu diperhatikan OJK karena kondisi ketiga faktor itu dapat mempengaruhi adanya penilaian kembali terhadap peran OJK sebagai pengawas perbankan.”
Terkait fiskal, Anis menyampaikan, berbagai stimulus fiskal telah dilakukan Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memulihkan ekonomi nasional, salah satunya disalurkan melalui sektor perbankan dalam bentuk kredit.
Namun, sampai saat ini, realisasi serapannya masih sangat rendah. Artinya, stimulus itu tidak berjalan lancar karena transmisi penyaluran diperbankan berjalan lambat. “OJK perlu merumuskan kembali strategi dan langkah yang perlu untuk mengakselerasi realisasi anggaran PEN melalui sektor perbankan. Juga merancang alternatif dari langkah yang dinilai tidak efektif,” demikian Dr Hj Anis Byarwati. (akhir)