JAKARTA, Beritalima.com– Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus berperan memaksimal menumbuhan dan pengembangan wirausaha di tanah air.
Soalnya, kata politisi senior Komisi XI DPR RI, Dr Hj Anis Byarwati, karena wirausaha salah satu sektor ekonomi berbasis masyarakat yang punya andil besar membangun perekonomian nasional dan mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM).
Itu dikatakan politisi yang juga ekonom ini dalam acara talkshow bertema ‘Kebangkitan Wirausaha Perempuan Sebagai Salah Satu Kunci Akselerasi Pemulihan Ekonomi’ yang di gelar di Gedung DPR RI, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta pekan ini.
Berdasarkan data Global Enterpreneurship Index 2018, dari 137 negara, Indonesia berada pada peringkat 94 dalam hal kewirausahaan. Posisi itu masih tertinggal jauh dibandingkan beberapa negara di Asia Tenggara lainnya. Vietnam urutan ke 87, Philipina ke 76, Thailand ke 71, Malaysia ke 58, Brunei Darussalam ke 53, serta Singapuran berada di urutan ke 27.
“Itu artinya, Indonesia masih memiliki Pekerjaan Rumah (PR) besar dalam menumbuhkan dan mengembangkan wirausaha agar mampu bersaing dengan negara ASEAN dan bahkan negara maju,” ungkap Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Keadilan Sejahtera (DPP PKS) tersebut.
Terkait dengan wirausahawan perempuan, kata pemegang gelar Doktor Ekonomi Syariah lulusan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya ini, data International Labour Organization 2020 merilis, Indonesia masuk dalam 20 negara dengan jumlah pengusaha perempuan terbanyak di 58 negara dengan skor MIWE 65,2.
Indonesia berada dibawah Philipina dengan skor 65,5 dan diatas Prancis dengan skor 65,1. Bank Indonesia (BI) menyampaikan data, partisipasi perempuan terhadap Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) lebih 60 persen dari 57,83 juta UMKM di Indonesia 2018. Badan Pusat Statistik merilis jumlah UMKM yang dikelola perempuan 2018 mencapai 37 juta atau 64,5 persen dari total UMKM di Indonesia.
Ketua DPR RI, Puan Maharani menyebutkan, berdasarkan keterangan pemerintah, 60 persen UMKM yang memproduksi hand sanitizer dan masker dimiliki dan dikelola kaum perempuan. “Akan tetapi kontribusi pelaku UMKM perempuan terhadap Produk Dometik Bruto (PDB) baru 9,1 persen,” papar Anis.
Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI itu menilai, wirausaha perempuan yang cukup banyak, masih punya sejumlah kendala, mulai permodalan dimana wirausahawan perempuan menghadapi berbagai syarat yang harus dimiliki termasuk kapasitas, karakter serta jaminan.
Kendala lain terkait pasar dimana wirausaha perempuan sering kesulitan memahami potensi pasar, mengidentifikasi pelanggan maupun penyedia barang. Masalah lain pelatihan dan inkubasi untuk wirausaha perempuan masih belum maksimal dilakukan. Dan, terakhir kendala teknologi, dimana di era industri 4.0 saat ini pemanfaatan teknologi benar-benar dibutuhkan bagi wirausaha perempuan.
Menurut data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM), pada 2017 hanya ada 8 persen pelaku usaha dari UMKM yang ada di Indonesia memanfaatkan platform online dalam memasarkan produknya.
Anis menegaskan, untuk meningkatkan peran serta wirausaha perempuan dalam melakukan akselarasi pemulihan ekonomi diperlukan adanya peran Pemerintah dan payung hukum berpihak kepada wirausaha perempuan. “Karena itu, sejak keanggotaan DPR RI lalu, Fraksi PKS mengusulkan ada UU yang dapat menjadi payung hukum wirausaha perempuan melalui RUU Kewirausahaan Nasional,” demikian Dr Hj Anis Byarwati. (akhir)