JAKARTA, Beritalima.com– Ketua bidang Ekonomi dan Keuangan Dewan Pengurus Pusat Partai Keadilan Sejahtera (DPP PKS), Dr Hj Anis Byarwati mengatakan, pidato Presiden Jokowi tentang Nota Keuangan RAPBN 2022 yang disampaikan pada Sidang Paripurna DPR RI, Senin (16/8) mengisyaratkan ketidak pastian ekonomi.
“Saya menyimak dari pidato itu, kondisi perekonomian Indonesia tahun depan diliputi ketidakpastian dengan target pertumbuhan kisaran 55,5 persen,” kata anggota Komisi XI DPR RI bidang Keuangan, Perbankan dan Pembangunan itu dalam keterangan pers, Kamis (19/8).
Sebab itu, Anis memperingatkan target harus realistis dan sesuai kondisi pemulihan ekonomi. Perkiraan harus mempertimbangkan faktor dalam dan luar negeri. “Pertumbuhan ekonomi hendaknya mampu mendorong pengurangan kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan,” ujar Anis.
Pimpinan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI menilai, dari sisi pengeluaran besarnya kontribusi konsumsi rumah tangga dan investasi menjadikan keharusan buat Pemerintah pimpinan Jokowi untuk peduli kebijakan terhadap perekonomian masyarakat.
“APBN harus menjadi stimulus efektif dalam peningkatan dan melindungi daya beli masyarakat. Pemerintah harus menjaga iklim investasi kondusif buat dunia usaha agar pertumbuhan ekonomi bisa tercapai dengan baik,” terang Anis.
Wakil rakyat yang juga ekonom lulusan Universitas Airlangga Surabaya ini mengatakan, transformasi struktural juga masalah penting yang harus diatasi selain pandemi Covid-19 seperti kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) rendah, infrastruktur belum memadai, produktivitas rendah, birokrasi, regulasi yang tidak efisien dan praktek moral hazard korupsi.
“Perbaikan SDM, penguasaan ilmu pengetahuan&teknologi harus menjadi bagian sentral dalam peningkatan produktivitas maupun daya saing kita,” kata wakil rakyat dari Dapil Jakarta Timur ini.
Dalam keterangannya,
Anis juga menyoroti tingkat kualitas APBN serta kesinambungan fiskal masih rendah dengan indikasi rasio pajak terhadap PDB (Tax Ratio) 10 tahun terakhir selalu mengalami penurunan dan relatif rendah dibanding negara G20 dan ASEAN berada pada posisi keenam.
“Target Tax Ratio dikisaran 8,37-8,42 persen, itu rendah. Karena itulah langkah reformasi perpajakan yang menjunjung prinsip berkeadilan, komprehensif dan berkesinambungan perlu segera diwujudkan.”
Penguatan spending better penataan APBN melalui pengendalian belanja agar lebih efisien, produktif, menghasilkan multiplier effect kuat dalam meningkatkan kesejahteraan dengan cara mendukung program prioritas, mendorong efisiensi kebutuhan pasar, menjaga pelaksanaan anggaran berbasis hasil (result-based) karena
ruang fiskal menyempit akibat meningkatnya belanja mengikat (operasional dan birokrasi).
Dikatakan, belanja subsidi harus terus ditransformasi dari komoditas menjadi berbasis orang agar semakin efektif dan tepat sasaran (by name by address), guna membantu masyarakat miskin yang membutuhkannya.
Dikatakan, APBN 2022 merupakan APBN transisi menuju APBN normal di 2023, defisit anggaran kembali dibawah 3 persen sebagaimana Amanah dari Konstitusi.
“Kebijakan itu segera diikuti dengan langkah konsolidasi fiskal secara bertahap dan berkesinambungan, mampu mendorong keseimbangan primer bergerak menuju positif dalam jangka menengah dan menjaga rasio utang terhadap PDB dalam batas psikologis aman dan terkendali,” demikian Dr Hj Anis Byarwati. (akhir)