Anis: Pembubaran Negara Israel Bisa Jadi Solusi Akhiri Konflik di Tanah Palestina

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Muhammad Anis Matta menilai, pembubaran negara zionis Israel bisa menjadi solusi atau jalan keluar untuk mengakhiri konflik yang terjadi di tanah Palestina.

Soalnya, kata politisi senior kelahiran Welado, Bone, Sulawesi Selatan, 7 Desember 1968 itu dalam keterangan pers yang diterima awak media, Senin (24/5) siang, berbagai upaya yang dilakukan selama ini gagal membuahkan hasil.

Dikatakan wakil Ketua DPR RI Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat (Kesra) 2009-2014 itu, pembubaran suatu negara merupakan hal biasa dan pernah menimpa Uni Soviet dan Yugoslavia. Setelah bubarnya Uni Soviet misalnya, kemudian muncul Rusia justru menjadi kekuatan baru global.

“Orang belum punya bayangan pembubaran negara Israel, padahal banyak terjadi seperti Uni Soviet, malahan menemukan solusi baru. Pembubaran negara Israel bisa menjadi jalan keluar,” kata Anis didampingi Mahfuz Sidik (Sekjen), Dadi Krismanto (Ketua bidang Narasi) dan Henwira Halim (Ketua bidang Hubungan Luar Negeri).

Dikatakan dia, para pemimpin dunia saat ini perlu berpikir mengenai upaya pembubaran negara Israel secara permanen sebagai jalan mengakhiri konflik abadi antara Palestina-Israel. Sebab, sebelumnya Israel tak ada dalam peta, tiba-tba diadakan karena hutang budi atas terjadinya ‘Holocaust’ terhadap kaum Yahudi yang dilakukan bangsa Eropa.

“Mengapa negara Israel tidak ada dalam peta, kemudian dimunculkan karena semangat ultra nasionaisme Eropa terhadap orang Yahudi, sehingga menjadi hutang budi dengan mendirikan negara Israel,” kata Anis.

Padahal Peta negara Israel yang kini sudah berusia 100 tahunan itu, justru membuat tragedi kemanusiaan baru, yang dilakukan zionis terhadap warga Palestina, seperti yang pernah diilakukan bangsa Eropa terhadap orang Yahudi.

“Pada 2009, saya pernah ditanya peneliti Yahudi dari AS. Kalau Israel dibubarkan, kemana orang Israel, terus keamanan Israel bagaimana dan apa bisa meredakan konflik,” kata Anis menyampaikan kekhwatiran peneliti AS tersebut.

Anis menjelaskan, jika negara Israel dibubarkan, orang-orang Yahudi itu dikembalikan dari negara asal mereka atau bisa juga diintegrasikan dalam satu titik untuk membentuk negara baru yang disepakati PBB dan komunitas internasional.

“Orang Yahudi itu datang dari mana, sebelum migrasi besar-besaran ke Palestina, kembalikan ke asalnya. Atau diintegrasikan dalam satu titik, itu bisa jadi solusi bagi negara dengan jumlah penduduk sekitar 5 juta, itu tidak terlalu besar,” ujar Anis.

Ditegaskan, upaya mengusir warga Palestina ke Dataran Tinggi Golan, Yordania dan Bukit Sinai, Mesir dengan membuatkan negara baru,  justru akan membuat konflik semakin lebar. Terbukti upaya itu berantakan, sebab mendapat perlawanan sengit dari warga Palestina.

“Saya kira para pemimpin global harus menyakinkan dosa kemanusiaan akibat Perjanjian Sykes Picot. Pembubaran negara Israel  bisa menjadi jalan keluar, bukan sebaliknya menghilangkan Palestina dan membuatkan negara baru,” tegas Anis.

Sekjen Gelora Indonesia, Mahfuz Sidik menambahkan, ide mendorong pembentukan dua negara, antara Israel dan Palestina seperti keputusaan PBB 1947 yang digagas kembali dalam Perjanjian Oslo 1994 juga tidak jelas sampai sekarang.

“Dari 1994 sampai 2021 berjalan semakin tidak jelas, sejumlah negara mulai skeptis terhadap ide dua negara sehingga diperlukan proyeksi dan skenario penyelesaian konflik ke depan seperti apa,” kata mantan Ketua Komisi I DPR RI membidangi pertahanan dan luar negeri tersebut.

Seperti diketahui, sejarah awal penguasaan lahan atau tanah Palestina oleh zionis Israel telah direncanakan kaum Yahudi sejak 100-an tahun lalu, melalui organisasi zionis yang didirikan Theodor Herzl 1882.

Kala itu, Herzl  yang secara resmi diberi sebutan sebagai ‘bapak rohani Negara Yahudi’ (the spiritual father of the Jewish State) mengusulkan pilihan negara untuk menampung orang Yahudi, yakni Palestina, Argentina, Uganda dan Mozambik. Palestina menjadi pilihan karena justifikasi keagamaan akan memudahkan mobilisasi global kaum Yahudi untuk bermigrasi ke Palestina.

PM Inggris, Arthur Balfour saat Perang Dunia I memfaslitasi pendirian negara Israel, karena yakin pasukan Sekutu berhasil mengalahkan Kekaisaran Ottoman, Turki. Arthur membuat Perjanjian Perjanjian Sykes Picot dengan seorang bankir wahid Eropa abad ke-18, Patriark Mayer Amschel Rothschild yang merupakan Yahudi.

Dukungan Inggris melalui Deklarasi Balfour, Perjanjian Sykes Picot serta kemenangan Inggris dan Prancis dalam Perang Dunia I dan II mempercepat ekspansi teritorial dan demografis kaum zionis untuk membentuk negara Israel 1948. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait