JAKARTA, Beritalima.com– Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak perlu terburu-buru menerbitkan surat utang global (global bond), apalagi itu dengan tenor (jangka waktu) yang sangat panjang.
Penilaian tersebut dikemukakan anggota Komisi XI DPR Ri membidangi Keuangan, Perbankan dan Pembangunan, Dr Hj Anis Byarwati menjawab Beritalima.com, Senin (13/4) pagi menanggapi pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati awal pekan lalu.
Pembantu Jokowi di Kabinet Indonesia Maju (KIM) tersebut, Selasa (7/4), mengungkapkan bahwa Indonesia berhasil menerbitkan surat utang dengan denominasi dolar saat pandemi Covid-19 mewabah. Nilainya cukup besar, mencapai US$ 4,3 miliar atau Rp 68,6 triliun (kurs Rp 16.000).
“Ini adalah penerbitan terbesar dalam US bond dalam sejarah Indonesia. Tidak hanya itu, Indonesia juga jadi negara pertama yang menerbitkan sovereign bond sejak pandemic Vovid-19 terjadi,” ungkap wanita kelahiran Bandar Lampung, 26 Agustus 1962 tersebut.
Menurut saya, kata politisi senior Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI di komisi membidangi Perbankan, Keuangan dan Pembangunan tersebut, Pemerintah tidak harus terburu-buru menerbitkan surat utang global atau global bond dengan tenor yang sangat panjang.
“Coba dibayangkan utang dengan dengan tenor 10, 30 serta 50 tahun itu harus ditanggung generasi penerus bangsa ini, ” ungkap Dokter Ekonomi Syariah lulusan Universitas Airlangga (Unair) Surbaya ini mengingatkan.
Dari data yang ada, lanjut perempuan kelahiran Surabaya, 9 Maret 1967 ini, cadangan devisa Indonesia saat ini masih cukup besar untuk membiayai intervensi Bank Indonesia (BI) dalam usaha menstabilisasi nilai tukar mata uang dalam negeri.
Cadangan devisa Indonesia pada akhir Maret 2020, tercatat 121 miliar dolar Amerika Serikat (AS). Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 7,2 bulan impor. Itu artinya, posisi cadangan devisa ini masih berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Untuk itu, Anis menyarankan, dari pada menerbitkan global bond, lebih baik Pemerintah menggunakan dana yang ada. “Per akhir Februari 2020, Pemerintahan Jokowi masih memiliki uang kas lebih dari Rp 270 triliun, terdiri dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) per akhir 2018 Rp 175,24 triliun, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) 2019 Rp 46,5 triliun, dan Silpa 2020 (akhir Februari) Rp 50,13 triliun.
Selain memanfaatkan dana yang masih ada, kata wakil rakyat dari Dapil I Provinsi Jakarta ini, Atau, pemerintah juga bisa melakukan penghematan dengan jalan memangkas anggaran proyek-proyek mercusuar yang bisa ditunda, salah satunya pembangunan Ibu Kota di Kabupaten Penajam Passer Utara dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur,” demikian Dr Hj Anis Byarwati. (akhir)