Antisipasi 2026, BMKG Optimalkan Informasi Potensi Iklim Untuk Berbagai Sektor

  • Whatsapp
Antisipasi 2026, BMKG optimalkan informasi potensi iklim untuk berbagai sektor (foto: abri)

Jakarta, beritalima.com|- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) resmi meluncurkan Informasi Pandangan Iklim (Climate Outlook) 2026, diantaranya untuk optimalkan potensi iklim untuk berbagai sektor.

Berdasarkan analisis berbasis perhitungan fisis dan pemodelan Kecerdasan Buatan/Artificial Intelligence (AI), kondisi iklim di sebagian besar wilayah Indonesia sepanjang 2026 diprediksi akan bersifat normal.

Kepala BMKG Teuku Faisal Fathani menyampaikan, “Informasi Pandangan Iklim 2026 ini diharapkan menjadi panduan umum dalam penetapan perencanaan, langkah mitigasi dan antisipasi serta kebijakan jangka panjang bagi berbagai sektor yang terdampak iklim,” ujar Faisal pada Konferensi Pers Climate Outlook 2026 di Gedung D Command Center MHEWS BMKG, Jakarta Pusat (22/12).

Dari pengamatan pada November 2025, Faisal memaparkan, suhu permukaan laut di Samudra Pasifik menunjukkan fenomena La Nina lemah dengan nilai indeks El Nino Southern Oscillation (ENSO) sebesar -0,77 dan diprediksi berlanjut hingga Maret 2026. Kemudian, ENSO menuju fase Netral pada periode Maret–April dan kondisi Netral diprediksi berlanjut hingga akhir 2026.

Sementara di Samudera Hindia, data suhu permukaan laut menunjukkan masih aktifnya fenomena Indian Ocean Dipole (IOD) negatif dengan indeks bulanan sebesar -0,83. Fenomena IOD diprediksi akan berada pada fase netral sepanjang 2026.

Untuk 2026, secara umum 94,7 persen wilayah Indonesia diprediksi mengalami curah hujan tahunan dengan kategori sifat hujan Normal, dengan curah hujan berkisar antara 1.500-4.000 mm/tahun. Sedangkan sebagian kecil (5,1 persen) wilayah lainnya diprediksi mengalami curah hujan tahunan dengan kategori Atas Normal.

Adapun suhu udara rata-rata tahunan pada 2026 mendatang diprediksi berkisar antara 25—29 °C. Wilayah yang diprediksi mengalami suhu udara tahunan lebih dari 28 °C diantaranya adalah sebagian Sumatra bagian selatan, sebagian Kalimantan Timur, sebagian Kalimantan Tengah, pesisir utara Jawa, dan sebagian Papua Selatan.

Sementara di wilayah dataran tinggi, seperti di Bukit Barisan Sumatra, Pegunungan Latimojong Sulawesi, dan Pegunungan Jaya Wijaya Papua diprediksi memiliki suhu udara tahunan yang lebih rendah pada kisaran 19-22 °C.

“Secara bulanan, anomali suhu udara di Indonesia pada 2026 berkisar antara -0,5 — +0,3 °C dengan anomali terendah diprediksi terjadi pada Mei dan anomali tertinggi terjadi pada Juli 2026,” jelasnya.

Deputi Bidang Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan menyebut, iklim normal 2026 berpotensi menjaga kualitas udara secara umum tetap baik berkat curah hujan yang cukup untuk mendukung pencucian alami atmosfer melalui proses deposisi basah.

Namun, antisipasi terhadap penurunan kualitas udara saat kemarau akibat kabut asap dan/atau aktivitas industri tetap diperlukan melalui langkah mitigasi, seperti pengawasan kebakaran hutan dan lahan (karhutla), peningkatan program pembasahan gambut (rewetting), serta pengendalian emisi transportasi dan industri.

“Aktifnya fenomena La Nina lemah pada musim hujan awal tahun perlu mendapatkan perhatian untuk antisipasi potensi dampak fenomena hidrometeorologi ekstrem seperti kejadian banjir dan longsor. Di sisi lain, pada periode kemarau, dapat terjadi peningkatan risiko karhutla, sehingga memerlukan upaya mitigasi sistematis lebih dini,” terangnya.

Berdasarkan prediksi kondisi iklim ini, Ardhasena juga merekomendasikan agar informasi iklim BMKG dapat dioptimalkan untuk mendukung penguatan berbagai sektor lainnya yang terdampak iklim, khususnya sumber daya air, pertanian, perkebunan, kesehatan dan energi.

Sektor pertanian dan perkebunan harus menangkap momentum ini untuk mendongkrak produksi melalui strategi adaptasi yang tepat. Para pelaku usaha perlu menggunakan varietas tanaman berproduktivitas tinggi serta mewaspadai potensi hujan di musim kemarau yang dapat mengganggu komoditas sensitif seperti tebu.

Di sisi lain, stakeholder perlu memastikan kesiapan infrastruktur dengan memperbaiki saluran irigasi primer dan sekunder di wilayah berpotensi hujan tinggi. Sementara di daerah dengan curah hujan rendah, diperlukan langkah antisipasi melalui pengaturan pola tanam dan pengelolaan ketersediaan air guna menjaga optimalisasi produktivitas lahan.

Masyarakat perlu mewaspadai ancaman penyakit demam berdarah dengue (DBD) karena tingginya curah hujan dan kelembapan udara sangat mendukung perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegypti. Selain itu, kombinasi suhu yang lebih hangat dan kelembaban tinggi berpotensi mengurangi kenyamanan termal tubuh sehingga masyarakat harus menjaga kondisi kesehatan fisik secara ekstra.

Untuk pengelola sumber daya air dapat menyusun Rencana Alokasi Air Tahunan (RAAT) menggunakan skenario normal untuk menjamin stabilitas pasokan irigasi dan energi listrik sepanjang tahun

Pemerintah dan pemangku kepentingan perlu mengantisipasi ketersediaan air selama musim kemarau guna memastikan kebutuhan pengairan pertanian dan produksi listrik tetap terpenuhi.

Jurnalis: abri/dedy

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait